Dalam hal tertentu, sesuatu yang ‘terlalu’ itu baik. Misalnya, karena Allah yang terlalu mengasihi kita, sehingga Ia merelakan Anak-Nya menjadi manusia dan mati untuk dosa-dosa kita.
Tapi kadang, apa yang terlalu itu juga kurang baik. Contohnya makanan yang terlalu manis, kurang baik bagi kesehatan kita.
Begitu juga dalam hal lain. Seorang yang terlalu lama berkuasa tidak bagus, akan cenderung menjadi otoriter. Seseorang yang memiliki kekuasaan yang terlalu besar, juga tidak baik. Selain otoriter, dia bisa menjadi penguasa yang lalim.
Lord Acton, seorang profesor sejarah modern di Universitas Cambridge punya adagium yang terkenal: “Power tend to corrupt and absolute power corrupt absolutely”. Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan yang absolut, pasti akan korup.
Jauh sebelum Acton bicara, Allah sudah memperingatkan bangsa Israel tentang kekuasaan yang korup dan sewenang-wenang. Melalui Nabi Mikha, Allah memperingatkan mengenai ketidakadilan sosial dan penguasa yang menyalahgunakan kekuasaannya dan merampas hak orang lain.
Pada Mikha 3: 9-12, Firman TUHAN memberikan kita contoh penguasa yang lalim, penguasa yang menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka itu penguasa yang muak terhadap keadilan dan membengkokkan segala yang lurus (ayat 9). Mereka juga mendirikan kekuasaannya dengan darah dan kelaliman (ayat 10).
Apa yang sudah lurus, malah dibengkokkan. Tatanan hidup moral rakyat yang berlandas pada Taurat TUHAN, malah dirusak. Mereka menolak dan mengabaikan hukum TUHAN yang mengatur hidup, dan yang menjadi landasaan hidup masyarakat Israel pada masa itu.
Bahkan kekuasaan didirikan dengan sampai menumpahkan darah dan perbuatan lalim. Dan bukan cuma itu yang terjadi. Di ayat 11 kita menemukan bahwa mereka yang memiliki kekuasaan hukum juga sudah suap. Kalau di zaman sekarang, otoritas hukum ini antara lain polisi, jaksa, dan hakim. Kalau ketiga otoritas ini bisa disuap, maka tidak ada lagi keadilan. Orang yang tadinya tidak bersalah bisa diputus tidak bersalah dan sebaliknya. Yang penting, wani piro?
Lalu ada juga golongan imam atau rohaniawan yang mengajar bukan untuk mendidik orang dalam kebenaran, tetapi karena ada bayaran, seperti yang disebut di ayat 11. Begitu juga golongan nabi yang menenung atau dalam terjemahan lain “tells fortune” atau meramal, karena uang. Padahal ironisnya, para nabi ini sering berkata “Kita ini bersandar kepada TUHAN karena Bukankah TUHAN ada di tengah-tengah kita? Maka Tidak akan datang malapetaka menimpa kita!”
Para nabi itu sebenarnya tidak lagi bersandar kepada TUHAN melainkan kepada uang. Uang dianggap bisa menentukan peruntungan dan masa depan seseorang dan bukan TUHAN!
Segala yang dilandasi karena motivasi akan uang ujung-ujungnya akan melenceng dan korup. Tidak ada lagi tempat TUHAN di sana. Ketika pemimpin agama telah dikendalikan uang, sesungguhnya mereka tidak lagi melayani TUHAN, melainkan melayani mamon, yaitu uang dan keserakahan. Matius 6:24 berkata: “Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”
Jadi, bisa kita bayangkan situasi pada waktu moralitas Israel sedang buruk-buruknya. Penguasa menjadi lalim dan otoriter, aparat hukum bisa disuap, para rohaniawan sudah dikuasai uang dan keserakahan. Bagaimana dengan rakyat? Kalau penguasa saja seperti itu, yang terjadi pada rakyat adalah: Kalau tidak ikut-ikutan menjadi lalim, ya menjadi korban kelaliman itu sendiri.
Itulah sebabnya, tidak ada jalan keluar lagi. Nabi Mikha menyampaikan pesan TUHAN yang penting di ayat 12. Dia menyatakan bahwa Sion akan dibajak seperti ladang dan Yerusalem akan menjadi timbunan puing, serta gunung bait Suci akan menjadi bukit berhutan.
Membajak ladang itu tindakan yang menghancurkan tanah yang keras agar bisa ditanami tanaman. Orang Israel yang keras hati perlu diremukkan dan dihancurkan. Maka TUHAN akan menyerahkan bangsa itu ke tangan bangsa lain. Harga diri mereka yang tinggi diruntuhkan. Mereka akan menjadi bangsa buangan, tidak punya identitas, nasibnya ditentukan oleh bangsa lain.
Yerusalem akan menjadi timbunan puing. Ini nubuatan tentang kehancuran kota Yerusalem yang megah, yang sebelumnya menjadi pusat sosial, budaya, politik, dan agama bangsa itu, sebelum hancur pada abad 8 SM, ketika bangsa Babel datang. Kota mereka dibakar dan dihancurkan. Tak ada yang tersisa pada apa yang dulu mereka bangga-banggakan.
Bahkan bukit Bait Allah yang dibangun oleh Raja Salomo pada abad ke-10 SM untuk menggantikan Kemah Suci, dirobohkan dan dihancurkan oleh Bangsa Babel di bawah Nebukadnezar pada tahun 586 SM. Bukit itu ditinggalkan dan menjadi semak-semak dan hutan.
Sedih sekali kalau kita bisa membayangkan keadaan pada masa itu. Semua terjadi karena dosa dan keserakahan. Firman ini memberitahu kita betapa mengerikannya dampak dosa dan keserakahan. Tidak hanya mengubah tatanan yang baik menjadi buruk, tapi pada akhirnya adalah kehancuran belaka.
Perbuatan dosa akan selalu ada ganjarannya. TUHAN kita memang penuh kasih dan pengampunan. Tapi kita perlu tahu bahwa TUHAN juga Maha Adil. Untuk setiap perbuatan jahat pasti ada ganjarannya. Jadi mari berhenti melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, sebelum semuanya menjadi terlambat, Ketika kita tidak lagi punya kesempatan untuk bertobat.
Firman TUHAN di 1 Yohanes 3:6 berkata: “Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia.”
Seperti kata Firman TUHAN, Tetaplah di dalam Dia. Maka kita tidak akan berbuat dosa. Mari terus membangun pengertian yang benar tentang Yesus, Sang Kebenaran, yaitu dengan bergaul dengan FIrman TUHAN. Berapa kali Anda baca Alkitab dalam sehari? Apakah Alkitab menjadi kompas hidup saudara? Pengertian yang benar akan semakin menguatkan iman kita kepada-Nya.
Dan “berada di dalam yang benar” artinya kita tinggal dalam hidup yang berpatokan pada hidup Yesus sendiri. Bagaimana Yesus hidup sebagaimana yang diceritakan di dalam kitab Injil, begitulah seharusnya kita menjalani dan melakukan kehidupan kita.
Saya percaya, itu akan membantu kita lepas dari jeratan dosa. Tapi kalau jatuh lagi, bangkit lagi, berjuang lagi. Selama kita masih hidup, itu artinya kita masih diberikan kesempatan oleh TUHAN. Jangan sia-siakan, sebelum semuanya terlambat.