Pesparawi XIII dan Secuil Cerita Sumbang

Kontingen Sumatera Utara akhirnya menjadi juara umum Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) Nasional XIII yang digelar di Yogyakarta. Kontingen ini meraih 12 medali emas dan membawa pulang piala bergilir Presiden RI.

Dilansir dari Antara, Ketua Umum Pesparawi Nasional XIII, Paku Alam X, mengatakan kemenangan itu adalah buah baik dalam falsafah Jawa yaitu sawiji greget sengguh ora mingkuh, yang artinya konsentrasi, semangat, percaya diri, dengan rendah hati dan bertanggung jawab.

Untuk diketahui, Pesparawi tahun ini memperlombakan 12 kategori, yaitu Solo Anak usia 7-9 tahun, Solo Anak usia 10-13 tahun, Paduan Suara Anak 7-13 tahun, Solo Remaja Putri, Solo Remaja Putra, Vocal Group Remaja, Paduan Suara Remaja, Paduan Suara Dewasa Wanita, Paduan Suara Dewasa Pria, Paduan Suara Dewasa Campuran, Musik Pop Gerejawi, dan Musik Gerejawi Nusantara.

Pesparawi selanjutnya, yaitu Pesparawi Nasional XIV akan diselenggarakan di Papua Barat, pada tahun 2025.

Dikutip dari Kumparan, Pesparawi sendiri digelar pertama kali pada 1983, yang merupakan prakarsa dari Direktorat Jenderal Bimas Kristen Kementerian Agama. Saat itu namanya Pesta Paduan Suara Gerejani (Pesparani) dan diadakan di Balai Sidang Senayan, Jakarta, tanggal 16-20 Juni 1983.

Cerita Sumbang

Di balik riuhnya nyanyian dan musik, ada cerita sumbang yang bermunculan di berita maupun di media sosial, yaitu munculnya unjuk rasa dari kontingen Yogyakarta pada saat acara penutupan. Mereka memprotes uang saku dan uang latihan yang tidak diberikan selama karantina.

Dari informasi yang dihimpun oleh KR Jogja, tiap kontingen seharusnya mendapatkan uang latihan sebesar Rp60 ribu setiap latihan dan uang saku selama dikarantina. Namun, kenyataannya kontingen DIY hanya mendapatkan uang latihan Rp7.500 setiap satu kali latihan dan uang saku secara sepihak ditiadakan.

Dikonfirmasi perihal ini, Sekda DIY, Kadarmanta Baskara Aji kepada KR Jogja mengatakan tidak terlalu memahami masalah sebab itu ada di bawah kewenangan Lembaga Pengembangan Pesparawi Daerah (LPPD) dan Kementrian Agama. Melihat situasi yang dialami kontingen Yogyakarta, Baskara Aji mengatakan akan memanggil LPPD dan Kemenag untuk meminta penjelasan.

Semoga masalah ini menemukan penyelesaian dan tidak terulang di Pesparawi berikutnya.