Tag Archives: kisah inspirasi

Jangan Sepelekan Anak Indigo (Tentang Indigo Bagian 3)

Pada bagian pertama dan kedua, saya sudah menceritakan pengalaman-pengalaman yang terjadi karena ‘kekhususan’ yang saya punya sejak kecil sampai dewasa ini. Menurut saya, menjadi seorang anak atau seorang dewasa indigo, bukanlah suatu kelebihan khusus.

Bagi saya seorang anak atau seorang dewasa lainnya yang pandai matematika, pandai bermusik, melukis, menyanyi atau menulis lebih baik daripada seseorang yang indigo karena kepandaian-kepandaian mereka menurut saya lebih bermanfaat dan bisa dinikmati oleh orang lain.

Sebab terkadang bila saya mendapat suatu mimpi, perasaan atau pengelihatan yang jelas, saya bingung tindakan apa yang harus saya ambil. Namun dari beberapa pengalaman saya yang terus berkembang, berikut adalah hal-hal yang bisa Anda lakukan bila anak atau keluarga Anda mempunyai kemampuan seperti ini:

1. Dengarkan omongannya.

Jangan sepelekan omongan dan perasaan anak bila dia bisa melihat hal-hal yang di luar kewajaran, makhluk halus misalnya. Temani dia, katakan padanya tidak perlu takut, ada mama papa di sini. Ajak berdoa atau mengusir makhluk tersebut dengan kuasa doa. Tolong jangan matikan lampu sampai dia benar-benar pulas. Pasang musik yang lembut juga dapat membantunya memiliki perasaan yang nyaman sebelum tidur. Bila anak Anda mempunyai teman khayalan yang sering mengikutinya, ajar dia untuk tidak berinteraksi dengan teman khayalannya dan ‘usir’ dengan doa.

2. Ajar anak Anda berdisiplin dan belajar bertanggungjawab.

Anak indigo biasanya anak yang pemberontak dan tidak taat aturan karena dia merasa dia memiliki kemampuan untuk mempelajari segala sesuatu sendiri (walaupun dia tidak menyadari sikapnya). Pikirannya sangat aktif dan melanglang buana. Ajarkan dia berdisiplin dan teratur secara bertahap, misalnya mengatur keperluan sekolahnya sendiri agar pikirannya lebih terkelola. Anak indigo juga memiliki keinginan yang kuat untuk mempelajari sesuatu. Jadi bila Anda menemukan ciri-ciri ini pada anak Anda, berikan dia aktivitas, keahlian, hobi yang bisa dia tekuni agar energinya teralih kepada hal-hal yang lebih positif dan bisa mengontrol sifatnya yang reaktif atau impulsif.

3. Jangan menjadi orangtua yang otoriter.

Orangtua yang otoriter tidak bisa bekerjasama dengan anak indigo. Sifat otoriter orangtua hanya akan membuat anak indigo semakin memberontak dan marah. Ini pengalaman saya.

4. Bila kemampuan-kemampuan supranaturalnya terus berlanjut hingga dewasa, ingatkan dia untuk bijaksana dan berhati-hati menyampaikan sesuatu yang ia ketahui kepada orang lain.

Misalnya dia mendapat mimpi tentang seseorang atau melihat seseorang melakukan sesuatu dalam pengelihatannya, pikir dulu matang-matang apa perlu dia menyampaikan hal tersebut kepada orang yang bersangkutan. Bila tidak bijaksana hubungannya malah bisa rusak dengan orang tersebut.

5. Bila anak Anda tidak dapat Anda tangani, bawa anak Anda ke psikolog untuk mendapat medikasi atau arahan dan bimbingan yang tepat.

***

Demikian hal-hal yang bisa saya bagikan mengenai anak-anak indigo menurut pengalaman saya pribadi.

Sekali lagi saya katakan ini bukanlah sesuatu yang istimewa dan patut dibanggakan atau disombongkan, karena saya meyakini semua manusia adalah ciptaan Tuhan dan diciptakan seturut dan serupa dengan gambar-Nya. Sehingga semua manusia juga mempunyai karakter dan kemampuan ke-Ilahian.

Akhirnya saya ingin menutup tulisan saya ini dengan berpesan kepada siapa saja yang membacanya untuk tidak berusaha menghubungi saya untuk menanyakan nomor togel seperti kebiasaan seorang teman saya…hehehe..

Tulisanku ini kupersembahkan untuk :
1. Anakku terkasih William Benjamin yang sangat keras kepala dan sulit diatur. Sepertinya kamu juga seorang anak indigo, nak.

2. Phillipa (Pippa) Supra Brillian, anak perempuanku yang masih dalam pengelihatan indigoku. Well, let’s see if you will really come in the future.

Rachel Rosalyn

Foto: danmo/pixabay

Sebelum Tsunami Aceh Terjadi, Saya Merasakannya.. (Tentang Indigo Bagian 2)

Minggu pagi, 26 Desember 2004. Beberapa saat sebelum tsunami Aceh terjadi, saya terbaring sakit di kamar. Sekonyong-konyong saya menangis keras-keras dan berteriak-teriak pada suami, bukan karena rasa sakit tapi rasa tertekan yang amat sangat.

Saya mengatakan pada suami seperti ada sesuatu yang terjadi. Saya merasakan seperti Tuhan turun ke muka bumi dan saya memaksa untuk diizinkan ke gereja walaupun akhirnya tidak diizinkan. Untuk mengalihkan perasaan saya, saya menyalakan televisi dan ada berita tentang tsunami di sana.

Peristiwa itu sangat membekas dalam ingatan saya dan saya kira itu adalah salah satu ciri khas anak-anak indigo.

Oleh sebab ketajaman panca indera yang luar biasa dari manusia indigo, mereka pun bisa melihat atau merasakan hal-hal yang tidak pada umumnya dirasakan atau dilihat oleh orang lain.

Sebenarnya apa sih ciri-ciri orang indigo? Kalau bercermin pada pengalaman sendiri, maka ciri indigo adalah sebagai berikut:

1. Memiliki daya ingat yang sangat baik dan kemampuan tajam untuk mengamati.

Jangankan peristiwa 10 atau 20 tahun yang lalu, beberapa kejadian di atas 30 tahun yang lalu pun saya masih ingat secara mendetail. Saya bertanya, bayi siapa yang ibu saya gendong dalam gendongan merah pada saat kami menuju suatu tempat. Ibu saya pun terkaget-kaget ketika saya menanyakan hal itu setelah besar, karena dia pikir saya tidak memperhatikan kejadian tersebut. Ada sebuah rahasia keluarga besar yang ia simpan rapat dari saya dan itu kemudian terbongkar.

2.Cerdas dan kreatif. Bahkan ada anak-anak indigo yang mampu berbahasa asing dengan cepat padahal dia tidak dibesarkan dalam keluarga yang berbahasa asing.

Saya bukanlah anak yang berprestasi ketika masa-masa sekolah bahkan boleh dikategorikan bodoh dan pemalas. Namun daya tangkap saya berkembang seiring berjalannya waktu dengan keinginan kuat untuk berkonsentrasi dan berdisiplin dalam belajar. Belajar bahasa asing bukanlah perkara sulit buat saya. Dua sampai tiga bahasa saya pelajari dalam waktu yang bersamaan dan nilai memuaskan selalu saya dapatkan. Sekarang saya adalah seorang guru bahasa Inggris privat dengan kemampuan mengajar sebagian besar saya olah sendiri dan semua orangtua murid puas dengan hasil bimbingan saya pada anak-anak mereka.

3. Berjiwa tua. Mempunyai rasa empati dan spiritualitas yang besar. Mempunyai keinginan melayani sesama yang besar.

Waktu saya kecil hingga remaja, ibu sering terkaget-kaget mendengar perkataan-perkataan saya yang terlontar menasihati ibu saya seperti orang dewasa. Misalnya, sewaktu saya remaja pernah bilang pada ibu, “Buat apa seorang wanita itu bekerja terlalu keras, seorang ibu seharusnya berada di rumah bersama anak-anaknya. Uang bukan segalanya.”

Sungguh tidak ada yang mengajari saya berkata seperti itu dan tidak saya dapatkan dari mana-mana. Mungkin karena itu pula ibu saya pensiun dini dari pekerjaannya…hehehe. Saya kemudian mencoba masuk ke sebuah seminari teologia karena ada keinginan kuat ingin melayani sesama. Namun pendidikan itu saya tinggalkan karena sesuatu hal, dan juga terutama karena sekolah itu tidak sesuai aspirasi saya untuk masuk ke pedalaman Papua.

4. Berpikiran di luar kotak (Out of the box).

Sering berpikir hal-hal yang tidak pada umumnya. Di luar konteks yang orang lain sedang bicarakan (berbeda).

5. Sangat sensitif dan intuitif.

Bisa merasakan bila keadaan seseorang sedang tidak baik, sakit, bersedih, dan lain-lain. Perkataan-perkataan seperti ini biasanya terlontar oleh saya: “Kamu lagi tidak enak badan ya? Kamu kayaknya lagi kurang konsentrasi, ada masalah?”

Sangat mudah bagi saya menilai apakah suami saya berbohong, seseorang sedang sakit, seseorang jatuh cinta atau ada relasi dengan seseorang tanpa diberitahu orang lain. Bahkan terkadang saya bisa mengetahui apabila seseorang yang saya kenal sedang atau baru memposting sesuatu di sosial media bukan karena tanda notifikasi, mengikuti saya di jalan, atau di sosial media (padahal saya tidak memberikan nomor telepon atau ID sosmed saya).

Rachel Rosalyn

Foto: Dlee/pixabay

Pengalaman Supranaturalku, Aku Ini Indigo Atau… (Tentang Indigo Bagian 1)

…? You’re my little indigo girl, indigo eyes, indigo mind… ?

-Watershed-

Usia 4-5 tahun
Tidur adalah hal yang menakutkan bagi saya di masa kanak-kanak (sekitar usia 4 atau 5 thn). Nyaris setiap malam saya melihat barang-barang berterbangan di langit-langit kamar: pakaian ayah ibu saya, barang-barang di kamar dan bahkan saya melihat ular-ular dan binatang aneh lainnya. Jika sedang beruntung, 3 peri kecil manis sebesar Peterpan atau Tinkerbell menari-nari menemani di samping tempat tidur atau seorang pria setengah badan yang (setelah besar) saya pahami memakai model rambut bangsawan dan mengenakan pakaian batik dan selalu tersenyum kepada saya.

Tiap malam saya sangat tertekan karena orangtua saya tidak mempercayai apa yang saya lihat dan memaksa saya untuk tidur dengan lampu dipadamkan.

Usia 13-14 tahun
Suatu malam, kurang lebih sewaktu saya kelas 2 SMP, saya sedang belajar di kamar dan mendengar tamu datang dan ngobrol dengan orangtua. Sejenak saya keluar kamar untuk ke kamar kecil. Sambil melewati seberang ruang tamu saya pun melemparkan senyum kepada kedua tamu yang saya lihat. Kak Vera, isteri sepupu jauh saya, dan seorang ibu tua.

Saya kembali ke kamar dan melanjutkan belajar. Setelah saya dengar tamu pulang, saya keluar kamar kembali dan bertanya pada orangtua, dengan siapakah kak Vera datang tadi. Orangtua saya mengatakan bahwa kakak itu datang sendiri tanpa didampingi siapa pun. Argumentasi pun terjadi karena saya ngotot bahwa saya melihat dua orang. Argumentasi dengan orangtua saya membuat saya merasa sangat tolol.

Usia 37 tahun
Pada suatu hari saya merasa sahabat saya akan ditipu seseorang secara finansial. Tanpa berpikir panjang saya pun menelepon dia dan menasihati dia untuk berhati-hati dalam berbisnis dan ternyata dia akan melakukan suatu transaksi. Sayang nasihat saya tidak disambut baik dan dia pun benar-benar ditipu 100 juta dan hubungan kami rusak, tidak saling berbicara selama 2 tahun.

38 tahun
Lewat petang hari sewaktu saya sedang berdoa di kamar (lampu saya matikan), saya melihat sebuah batu besar melayang di langit. Pandangan mata saya seperti bisa menembus atap rumah. Tanpa tahu apa artinya dan tidak tahu ke mana saya harus cerita, saya hanya menyimpannya di dalam hati. Dua hari kemudian diberitakan di TV bahwa ada sebuah benda angkasa (kemungkinan sisa meteor) jatuh di Duren Sawit, tidak jauh dari tempat saya tinggal.

37-40 tahun
Mendapatkan mimpi sebelum gunung Sinabung meletus. Saya juga mendapatkan mimpi sebelum pesawat German Wings jatuh di perbukitan di Perancis.

Apa yang Terjadi pada Saya?

Hal-hal seperti itu sering terjadi di dalam hidup saya dan membuat saya dilema untuk menceritakannya kepada orang lain. Saya sering jadi merasa aneh dan tolol ketika saya ceritakan kepada orang lain, karena mereka malah menyepelekan omongan saya, atau bahkan mengatakan saya sok tahu, negatif thinking, suka meramal, dan sebagainya.

Saya pun berusaha memahami dan menggali sendiri beberapa informasi yang dapat membantu saya memahami apa sebenarnya yg terjadi dalam diri saya. Berbagai perspektif saya gali, secara pandangan Kristen yang saya anut, yang disebut sebagai karunia, dan pandangan psikologi populer.

Dalam tulisan saya ini, saya ingin sedikit berbagi dari apa yang saya dapat pahami dari pandangan psikologi populer.

Pernahkah Anda mendengar istilah Indigo?

Istilah indigo sebenarnya sudah ada sejak tahun 70an tapi mulai populer sejak diterbitkannya sebuah buku mengenai hal ini pada 90-an. Beberapa definisi pun diberikan kepada orang-orang, khususnya anak-anak yang mempunyai kelebihan yang disebut indigo ini.

Beberapa definisi itu adalah:

1. Anak indigo adalah anak-anak yang diyakini memiliki kemampuan atau sifat spesial, tidak biasa atau supranatural (yang bahkan mempunyai kemampuan paranormal seperti telepati).

2. Anak indigo juga sering didiagnosa sebagai pengidap ADHD (Attention deficit Hyperactivity Disorder), yang mana anak-anak ini sulit konsentrasi, hiperaktif dan impulsif sehingga biasanya mempunyai masalah dalam tidur dan belajar tetapi bukan berarti mereka miskin intelijen. Anak indigo juga sering didiagnosa sebagai anak penderita autisme.

3. Anak indigo juga didefinisikan sebagai anak yang mempunyai Extra Sensory Perception (ESP).

Pertanyaannya, apakah saya anak indigo?

Ikuti kelanjutan tulisan soal indigo ini, yang akan disajikan secara berseri ya.

 

Rachel Rosalyn

Foto: danmo/pixabay

Mempersiapkan Anak Masuk TK

Senin ini (18/7) adalah hari pertama sekolah. Anak Anda mungkin ada yang baru masuk Taman Kanak-Kanak.

Coba cek, apakah Anda sudah melakukan hal-hal berikut ini untuk mempersiapkan anak masuk TK:

1. Ajak anak touring sekolah, terutama sebelum mendaftar.

2. Ajak anak untuk bermain di kelas yang akan sesuai umurnya pada saat itu. Lalu orang tua sebisa mungkin melihat fasilitas dan guru-gurunya. Kalau memungkinkan berbicara dengan guru kelasnya untuk mendapat kesan pertama.

3. Lakukan Free Trial untuk melihat reaksi anak, aktivitas, dan aksi guru. Catatan free trial tidak menjamin seorang anak akan suka atau tidak suka datang ke kelas. Tapi ini penting.

4. Di rumah katakan pada anak bahwa di sekolah ada banyak hal yang menyenangkan, seperti: bermain dengan teman, banyak teman, banyak mainan. Katakan segala hal yang membuat anak tertarik datang ke sekolah.

5. kalau memungkinkan jangan paksa anak memakai baju seragam. Minta izin kepada gurunya untuk memakai baju rumahan, agar ada kesan seperti di rumah.

6. kalau anak belum bisa menyesuailan dirinya dengan lingkungan yang baru dan itu ditunjukan dengan menangis, alangkah baiknya anak ditemani oleh orang tua di dalam kelas, dan lihat kondisinya siap atau tidak siap dtinggal. Orang yang dikenal oleh anak bisa juga menemaninya, kalau orang tuanya tidak sempat. Orang tua perlu menginformasikan yang penting diketahui oleh guru atau sekolah mengenai anak, seperti makanan, kebiasaan, kesehatan, karakter, dan lain-lain.

7. Ajak anak bercerita tentang aktivitas yang dilakukan pada hari itu, karena TK adalah taman bermain dan berteman banyak, maka tanyakan: Bermain apa hari ini? Bermain dengan siapa hari ini? Ibu Guru mengajak kamu main apa hari ini? Setiap hari lakukan hingga anak ada mengalami rutinitas, dan akhirnya mau bercerita dengan sendirinya.

Semoga sang anak senang terus datang ke sekolah.

NATALIA TOBING

Foto: OmarMedinaFilms/Pixabay

 

Simak Panduan MOS yang Benar, Kalau Aneh Laporkan!

Tradisi perploncoan apa pun alasannya harus dihentikan! Dalam hal ini, sepakat dengan sikap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang secara resmi melarang kegiatan perploncoan di acara Masa Orientasi Sekolah (MOS) pada awal tahun ajaran baru.

Perploncoan sangat dekat dengan bullying dan bullying jelas tak bisa dibiarkan terus berkembang dan berkelanjutan, terutama di dalam lembaga pendidikan.

Menteri Pendidikan Anies Baswedan mengatakan, kegiatan MOS sebaiknya benar-benar diisi dengan acara pengenalan kegiatan sekolah dan mendekatkan pihak sekolah dengan orangtua.

Itulah sebabnya, mulai tahun ajaran yang baru mendatang, OSIS tak diizinkan lagi jadi penyelenggara MOS. Ini termasuk larangan memakai atribut-atribut yang tak logis dan aneh-aneh di tubuh siswa baru.

Penyelenggaraan MOS jadi tanggung jawab guru. “Kalaupun ada murid yang diajak, harus diseleksi dengan ketat,” kata Pak Menteri.

Aturan dan tata cara MOS yang benar sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah Bagi Siswa Baru.

Berikut panduan MOS seperti diatur oleh Permendikbud itu:

Arti MOS:
Pengenalan lingkungan sekolah adalah kegiatan pertama masuk Sekolah untuk pengenalan program, sarana dan prasarana sekolah, cara belajar, penanaman konsep pengenalan diri, dan pembinaan awal kultur Sekolah.

Tujuan MOS:
1. Membantu siswa baru beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya, antara lain terhadap aspek keamanan, fasilitas umum, dan sarana prasarana sekolah.
2. Menumbuhkan motivasi, semangat, dan cara belajar efektif sebagai siswa baru;
3. Mengembangkan interaksi positif antarsiswa dan warga sekolah lainnya
4. Menumbuhkan perilaku positif antara lain kejujuran, kemandirian, sikap saling menghargai, menghormati keanekaragaman dan persatuan, kedisplinan, hidup bersih dan sehat untuk mewujudkan siswa yang memiliki nilai integritas, etos kerja, dan semangat gotong royong.
5. Pengenalan lingkungan sekolah bagi siswa baru dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari pada minggu pertama awal tahun pelajaran.
6. Kegiatan pengenalan lingkungan sekolah dilaksanakan hanya pada hari sekolah dan jam pelajaran.
7. Kepala sekolah bertanggung jawab penuh atas perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam pengenalan lingkungan sekolah.
8. Perencanaan kegiatan pengenalan lingkungan sekolah disampaikan oleh sekolah kepada orang tua/wali pada saat lapor diri sebagai siswa baru.
9. Pengenalan lingkungan sekolah wajib berisi kegiatan yang bermanfaat, bersifat edukatif, kreatif, dan menyenangkan.
10. Evaluasi atas pelaksanaan pengenalan lingkungan sekolah wajib disampaikan kepada orang tua/wali baik secara tertulis maupun melalui pertemuan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pengenalan lingkungan sekolah berakhir.

Kalau ada yang melanggar, sanksi berat sudah disiapkan Kemendikbud. Mulai dari teguran sampai pemberhentian dan penghentian bantuan pemerintah kepada sekolah.

Masyarakat bisa membantu pemerintah mengawasi praktek MOS dengan melaporkan pelanggaran yang terjadi ke:
Nomor telepon
– 0811976929
– 021-57903020 / 021-5703303
Atau ke alamat email: laporkekerasan@kemendikbud.go.id

 

DEDDY SINAGA

Foto: OpenClipart.Vectors/Pixabay

Mengapa Engkau Meninggalkan Aku?

Judul buku: Mengapa Engkau meninggalkan aku?: pertanyaan abadi tentang Tuhan dan penderitaan
Penulis: Philip Yancey
Penerbit: BPK Gunung Mulia, 2016
Halaman: vi, 131 hlm, 21 cm
ISBN: 978-602-231-300-7
Harga: 39.000 rp.

Refleks naluriah pada manusia adalah ingin menghindari penderitaan. Namun pada suatu saat akan ditemui juga penderitaan yang tak terelakkan bahkan hal yang menakutkan seperti kejahatan dan kematian. Dalam penderitaan berat laksana lembah kekelaman itulah, umat beragama mempertanyakan kasih dan penyertaan Tuhan dalam hidup orang percaya. Hal ini yang akan dijawab dalam buku ini.

Sang penulis buku adalah seorang wartawan internasional yang menyaksikan banyak peristiwa memilukan di dunia. Beberapa adalah penembakan Sandy Hook, perang Serbia, tsunami Jepang, penderita kanker. Ia sendiri mengalami berbagai pengalaman sedih seperti sakit berat dan kehilangan figur ayah -seorang pekabar injil- pada usia muda. Berbagai peristiwa tersebut membawanya pada pencarian jawaban tentang bagaimana sikap seorang kristen menghadapi penderitaan sebagai pribadi dan komunitas jemaat.

Buku ini menggunakan bahasa yang mudah dicerna dan menyediakan banyak contoh kasus sehingga pembaca dapat mengambil hikmah dari berbagai kejadian tersebut

 

Sarwendah Palupi

Biarkanlah Kami

Saya teringat ketika saya beraktivitas bersama teman-teman yang mendampingi komunitas anak jalanan di Jombor. Perempatan Jombor selalu ramai di sore hari, dengan para pengendara yang tidak sabar lagi ingin cepat pulang ke rumah.Sejak kami memulai program kami di sana, perempatan itu menjadi makin ramai lagi dengan anak-anak dan beberapa relawan bertampang mahasiswa yang beraktifitas dengan penuh semangat. Sebenarnya saya tidak terlibat langsung dalam program-program yang langsung turun ke jalan, tapi karena ada seorang Bapak yang mengajukan permintaan kepada kami untuk berkenan mengasuh dan menyekolahkan anaknya lewat program Pengasuhan kami, saya merasa sebaiknya saya yang bertemu langsung dengannya.Ketika kemudian saya melihat mereka bersemangat mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan LSM kami di sana, saya jadi bersemangat lagi untuk lebih sering mendatangi mereka.

Kegiatan yang kami lakukan sendiri sebenarnya tidak terlalu ‘menghebohkan’. Kami cuma mengadakan les calistung (baca tulis hitung) untuk beberapa anak, yang kami antar jemput dari perempatan Jombor untuk belajar di kantor kami, 5 hari dalam seminggu. Lalu kami juga mengajak mereka berkreasi lewat kegiatan menggambar/melukis bersama, seminggu sekali. Ada juga yang membawa kotak berisi buku-buku bacaan, yang kami namai Ko-PER (Kotak Perpustakaan). Dan yang terakhir, yang mungkin sedikit unik adalah kami meminjamkan beberapa kamera analog kepada anak-anak jalanan, untuk mereka pakai mengabadikan aktifitas mereka sehari-hari. Film untuk kamera-kamera itu kami sediakan, dan kami juga akan memproses foto-foto hasil jepretan mereka.

Sore itu saya kembali ke perempatan ramai itu. Betapa senangnya melihat wajah anak-anak yang penuh senyum dan kegembiraan walau dalam segala keterbatasan. Sewaktu saya sedang berbicara dengan Bagas dan Eno, dua bocah berusia 6 tahun yang sangat lucu, tanpa sengaja mata saya tertuju kepada para pengendara yang sedang berhenti karena lampu lalu lintas menyala merah. Ada seorang Bapak yang memandang dengan tajam ke arah kami. Dari pakaiannya saya menduga dia mungkin seorang pegawai pemerintah, entah dari instansi mana. Sedikit ge-er karena ada yang memandangi, saya mencoba tersenyum. Akan tetapi Bapak itu malah semakin melotot. Kemarahan terlihat jelas di wajahnya. Dia memandangi saya tanpa berkedip sedikit pun, sampai rambut halus di tengkuk saya pun berdiri karenanya. Tetapi Bapak itu tidak memalingkan wajahnya sama sekali, matanya melotot dan penuh selidik. Entah apa yang ada di dalam pikirannya. Untungnya lampu lalu lintas berubah warna menjadi hijau, dan si Bapak pun meneruskan perjalanannya, dengan, sekali lagi, entah apa yang ada di dalam pikirannya.

Ah, saya jadi teringat adegan beberapa tahun yang lalu sewaktu kami diadili warga sebuah kelurahan yang menolak di lingkungannya ada rumah yang menampung anak-anak yang “belum jadi manusia seutuhnya”. Apakah saya masih trauma oleh peristiwa itu, sehingga menghadapi pelototan seorang Bapak di perempatan saja, saya sudah bergidik? Mudah-mudahan ini hanya masalah saya sendiri, karena bangsa ini membutuhkan lebih banyak orang yang peduli kepada sesamanya. Bangsa ini membutuhkan lebih banyak orang yang peduli bukan hanya dengan retorika kata-kata atau tindakan-tindakan seremonial. Teman-teman kami di jalanan butuh kesempatan, kesempatan untuk belajar dan kesempatan untuk sekedar bermain dan tertawa. Biarkanlah kami memberikan itu kepada mereka, Bapak.

You don’t know what it’s like to love somebody, the way I love you…

Sammy Ladh

Photo: courtesy of LSM Rumah Impian (thedreamhouse.org)

 

Tips Berkemah dengan Keluarga

Sebentar lagi libur lebaran sepekan lebih. Bila tak mudik, ayah bunda sudah punya rencana ke mana? Bagaimana kalau ayah bunda mengajak anak-anak menikmati alam bebas, berkemah misalnya?
Berdasarkan pengalaman pribadi, mengenalkan anak ke alam bebas sejak dini ada banyak manfaatnya. Anak bisa belajar mencintai alam, mendapatkan ketrampilan baru, dan kalian bisa menikmati waktu-waktu berkualitas.
Pada zaman sekarang, sebetulnya sudah banyak tempat yang menyediakan fasilitas berkemah untuk keluarga. Bagi ayah bunda yang memang belum punya perlengkapan sendiri, bisa memilih paket-paket yang disediakan. Tinggal datang bawa badan dan duit. Perlengkapan seperti tenda, sleeping bag, bahkan makan, sudah disediakan.
Saya sendiri lebih memilih untuk membeli perlengkapan berkemah sendiri. Selain bisa dipakai kapan saja, anak-anak pun akan merasa memiliki kegiatan itu.
Berikut ini beberapa tips untuk menikmati aktivitas berkemah yang seru dan bermanfaat:
Persiapkan perlengkapan berkemah
Kalau ayah bunda ingin membeli sendiri, sekarang ini sudah banyak jenis maupun kualitas perlengkapan berkemah. Tapi di beberapa bumi perkemahan sudah tersedia kok penyewaan alat-alat berkemah, jika memang ayah bunda enggan membeli sendiri. Ayah bunda tinggal mengumpulkan informasinya.
Bila ingin membeli sendiri, beberapa perlengkapan standar yang harus ayah bunda persiapkan adalah: tenda, matras, kantung tidur, jas hujan, perlengkapan memasak portable, lampu badai atau baterai, dan senter.
Saya tidak menyarankan untuk membeli perlengkapan yang sekadarnya. Tenda misalnya, jangan membeli tenda mainan seperti yang dijual di pinggir jalan itu.
Belilah tenda doom yang memiliki pelindung ganda. Selain lebih mudah memasangnya, tenda ini juga relatif aman dari curahan hujan dan terjangan angin. Memang untuk perlengkapan yang bagus ada harganya. Tapi yakinlah ayah bunda, itu layak kok untuk tujuan kegiatan berkemah keluarga tersebut.
Mencari tempat berkemah
Agak gampang-gampang susah untuk menemukan tempat berkemah yang pas dan menyenangkan bagi seluruh anggota keluarga, terutama yang memiliki anak kecil.
Saya lebih memilih camping ground yang arealnya rata, bukan yang berkontur miring atau dekat dengan sungai beraliran deras atau ngarai. Keselamatan anak, itu pertimbangan saya.
Lansekap yang rata seperti itu aman buat anak-anak yang suka bermain atau berlarian ke sana ke mari. Ingat, kita masih pada tahap awal mengenalkan alam pada mereka, bukan? Jadi biarkan mereka menyukai dulu aktivitas itu.
Pada waktunya nanti bisa dilanjutkan ke level yang lebih sulit, misalnya berkemah di lereng gunung. Atau bahkan naik gunung sekalian.
Untuk menemukan tempat yang relatif aman seperti ini, ayah bunda bisa berselancar di Internet. Atau bergabung saja ke komunitas berkemah keluarga yang mulai banyak bertebaran di dunia maya.
Saya dan keluarga punya tempat favorit di Bandung Selatan, yaitu bumi perkemahan Ranca Upas. Kawasan ini relatif datar arealnya, udaranya sejuk, dan ada banyak warung makanan kalau malas memasak sendiri.
Selain ada kolam renang air hangat, di sana juga ada penangkaran rusa. Anak-anak senang sekali memberi makan wortel muda pada rusa-rusa itu.
Tempat lain yang layak dicoba adalah bumi perkemahan Cibubur.
Aktivitas saat berkemah
Saat tiba di perkemahan, biasanya aktivitas pertama yang disukai anak-anak adalah memasang tenda dan perlengkapan kemah.
Anak-anak bisa dilibatkan dalam mengikat ujung tenda atau memasukkan tiang ke tendanya. Bisa juga diminta membersihkan bagian dalam tenda. Anak-anak akan dengan senang hati membantu. Ayah bunda cukup membimbing mereka supaya efektif.
Ajak juga mereka berkreasi dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Misalnya membuat rak piring dari dahan-dahan pepohonan di bumi perkemahan. Atau membuat jemuran. Aktivitas memasak bersama juga mengasyikkan lho.
Tak ketinggalan mengajak mereka membuat api unggun. Pada saat ini, anak-anak bisa diajak menampilkan kebolehannya, storytelling, atau sekadar bernyanyi-nyanyi bersama.
Libatkanlah anak-anak dalam semua aktivitas saat berkemah, sehingga mereka merasa memiliki kegiatan tersebut. Berkemah akan menjadi momen yang takkan terlupakan oleh mereka.
Di akhir, bersihkan sisa-sisa aktivitas berkemah
Ini penting untuk mengajarkan anak mencintai alam dan menjaga kelestariannya. Seperti pesan yang kerap didengar para pendaki gunung, jangan tinggalkan apa-apa kecuali jejak kaki. Begitu pun untuk aktivitas berkemah.
Jangan meninggalkan sampah apa pun di lokasi bekas berkemah. Lakukan ‘operasi semut’, ajak seluruh anggota keluarga untuk memungut semua sampah yang tertinggal di bekas area kemah kalian dan membuang sampah itu ke tempatnya. Periksa juga jangan sampai ada bagian-bagian tenda yang tertinggal, misalnya pasak.
Bekas-bekas cangkulan, seperti parit tenda, juga harus ditimbun kembali sampai rata. Bekas api unggun pun dibersihkan, timbun dengan tanah.
Mudah-mudahan tips-tips ini membantu ayah bunda untuk merancang dan mengadakan aktivitas berkemah yang menyenangkan bagi seluruh anggota keluarga. Selamat berlibur dan selamat berkemah.
Deddy Sinaga