Minggu pagi, 26 Desember 2004. Beberapa saat sebelum tsunami Aceh terjadi, saya terbaring sakit di kamar. Sekonyong-konyong saya menangis keras-keras dan berteriak-teriak pada suami, bukan karena rasa sakit tapi rasa tertekan yang amat sangat.
Saya mengatakan pada suami seperti ada sesuatu yang terjadi. Saya merasakan seperti Tuhan turun ke muka bumi dan saya memaksa untuk diizinkan ke gereja walaupun akhirnya tidak diizinkan. Untuk mengalihkan perasaan saya, saya menyalakan televisi dan ada berita tentang tsunami di sana.
Peristiwa itu sangat membekas dalam ingatan saya dan saya kira itu adalah salah satu ciri khas anak-anak indigo.
Oleh sebab ketajaman panca indera yang luar biasa dari manusia indigo, mereka pun bisa melihat atau merasakan hal-hal yang tidak pada umumnya dirasakan atau dilihat oleh orang lain.
Sebenarnya apa sih ciri-ciri orang indigo? Kalau bercermin pada pengalaman sendiri, maka ciri indigo adalah sebagai berikut:
1. Memiliki daya ingat yang sangat baik dan kemampuan tajam untuk mengamati.
Jangankan peristiwa 10 atau 20 tahun yang lalu, beberapa kejadian di atas 30 tahun yang lalu pun saya masih ingat secara mendetail. Saya bertanya, bayi siapa yang ibu saya gendong dalam gendongan merah pada saat kami menuju suatu tempat. Ibu saya pun terkaget-kaget ketika saya menanyakan hal itu setelah besar, karena dia pikir saya tidak memperhatikan kejadian tersebut. Ada sebuah rahasia keluarga besar yang ia simpan rapat dari saya dan itu kemudian terbongkar.
2.Cerdas dan kreatif. Bahkan ada anak-anak indigo yang mampu berbahasa asing dengan cepat padahal dia tidak dibesarkan dalam keluarga yang berbahasa asing.
Saya bukanlah anak yang berprestasi ketika masa-masa sekolah bahkan boleh dikategorikan bodoh dan pemalas. Namun daya tangkap saya berkembang seiring berjalannya waktu dengan keinginan kuat untuk berkonsentrasi dan berdisiplin dalam belajar. Belajar bahasa asing bukanlah perkara sulit buat saya. Dua sampai tiga bahasa saya pelajari dalam waktu yang bersamaan dan nilai memuaskan selalu saya dapatkan. Sekarang saya adalah seorang guru bahasa Inggris privat dengan kemampuan mengajar sebagian besar saya olah sendiri dan semua orangtua murid puas dengan hasil bimbingan saya pada anak-anak mereka.
3. Berjiwa tua. Mempunyai rasa empati dan spiritualitas yang besar. Mempunyai keinginan melayani sesama yang besar.
Waktu saya kecil hingga remaja, ibu sering terkaget-kaget mendengar perkataan-perkataan saya yang terlontar menasihati ibu saya seperti orang dewasa. Misalnya, sewaktu saya remaja pernah bilang pada ibu, “Buat apa seorang wanita itu bekerja terlalu keras, seorang ibu seharusnya berada di rumah bersama anak-anaknya. Uang bukan segalanya.”
Sungguh tidak ada yang mengajari saya berkata seperti itu dan tidak saya dapatkan dari mana-mana. Mungkin karena itu pula ibu saya pensiun dini dari pekerjaannya…hehehe. Saya kemudian mencoba masuk ke sebuah seminari teologia karena ada keinginan kuat ingin melayani sesama. Namun pendidikan itu saya tinggalkan karena sesuatu hal, dan juga terutama karena sekolah itu tidak sesuai aspirasi saya untuk masuk ke pedalaman Papua.
4. Berpikiran di luar kotak (Out of the box).
Sering berpikir hal-hal yang tidak pada umumnya. Di luar konteks yang orang lain sedang bicarakan (berbeda).
5. Sangat sensitif dan intuitif.
Bisa merasakan bila keadaan seseorang sedang tidak baik, sakit, bersedih, dan lain-lain. Perkataan-perkataan seperti ini biasanya terlontar oleh saya: “Kamu lagi tidak enak badan ya? Kamu kayaknya lagi kurang konsentrasi, ada masalah?”
Sangat mudah bagi saya menilai apakah suami saya berbohong, seseorang sedang sakit, seseorang jatuh cinta atau ada relasi dengan seseorang tanpa diberitahu orang lain. Bahkan terkadang saya bisa mengetahui apabila seseorang yang saya kenal sedang atau baru memposting sesuatu di sosial media bukan karena tanda notifikasi, mengikuti saya di jalan, atau di sosial media (padahal saya tidak memberikan nomor telepon atau ID sosmed saya).
Rachel Rosalyn
Foto: Dlee/pixabay