Dahulu sekali, ada tradisi malam tahun baru di keluarga kami, yang tak boleh kami lewatkan. Pada masa kanak-kanak itu, senyenyak apapun kami tidur, pasti dibangunkan saat jam berdentang 12 kali.
Tradisi malam tahun baru itu adalah saat kami duduk bersama dan setiap orang harus menyampaikan sesuatu. Biasanya, yang tua, akan menyampaikan pesan-pesan serta petuah pada yang muda.
Sedang yang muda? Biasanya kami akan malu-malu untuk berbicara. Jantung akan berdegup kencang menunggu giliran dalam antrean.
Setelah tiba gilirannya, nyaris tak ada kata-kata yang berloncatan dalam pikiran. Buntu! Pada saat seperti itulah, rasanya ingin sekali waktu cepat berlalu. Lalu segera menikmati berbagai penganan khas tahun baru, seperti ketupat ketan yang dipadukan dengan rendang. Enak sekali.
Semakin saya dewasa, semakin mengerti bahwa biasanya waktu-waktu itu akan lebih didominasi oleh petuah dan nasihat yang tua kepada yang muda.
Masalahnya, seingat saya, sedikit sekali yang tua itu mengevaluasi dirinya sendiri dan berbesar hati untuk meminta maaf pada yang muda untuk segala kesalahan pada tahun yang baru lampau.
Tak ada salahnya petuah. Bukankah Tuhan meminta anak-anak untuk dengar-dengaran pada orangtuanya? Tapi orangtua juga wajib menunjukkan teladan pada anak-anaknya, bukan?
Teladan orangtua adalah dengan menunjukkan integritasnya, yaitu sinkronisasi antara perkataan dan perbuatan. Kalau terlalu banyak bicara, maka jadinya omong doang alias omdo.
Ini juga otokritik pada diri saya sendiri. Seringkali sulit untuk mensinkronisasi antara perkataan dan perbuatan di hadapan anak-anak sendiri.
Kadang kita ini seperti yang apa yang dinasihatkan oleh Pengkotbah 6:11 “Karena makin banyak kata-kata, makin banyak kesia-siaan. Apakah faedahnya untuk manusia?”
Menurut saya, bukan banyaknya petuah yang dilontarkan kepada anak-anak kita yang terpenting. Tetapi banyaknya kesesuaian antara perkataan dan perbuatan yang kita teladankan, yang akan sangat berdampak besar bagi mereka.
Kepada para penatua, Petrus berkata: “Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.”
Bukan perintah yang akan menyelamatkan orang-orang yang kita kasihi, seperti anak-anak kita, atau orang-orang yang mengikuti kita. Melainkan teladan kita.
Foto: Pixabay