Entah apa definisi buku rohani sebab senyatanya semua buku nyaris dikonsumsi untuk mengenyangkan rohani–kecuali buku petunjuk pengoperasian hape dan mesin cuci yang kita peroleh saat beli produk.
Tapi kita bersepakat dulu sebelum teman-teman di penerbitan mengoreksinya. Buku rohani adalah buku yang percaya diri nyebut-nyebut Yesus, Gereja (G besar maupun g kecil), mengutip ayat, bahkan secara vulgar memasukkan doa-doa ke dalam naskah. Sesekali sertakan ungkapan semacam “rusa merindu air” atau “Tuhan gunung batuku” atau sebangsanya biar tone Kristen-nya makin terasa. Itu buku rohani Kristen. Sori kalau definisi saya rada urakan.
Saya sendiri baru dua kali menerbitkan naskah buku rohani, keduanya lahir di penerbit yang sama di bilangan Jalan Gunung Sahari, Jakarta. Di tempat lain, belum pernah. Sedangkan aktivitas mengedit naskah rohani sudah beberapa kali termasuk membuatkan kata pengantar buku atas nama Uskup 😀
Bukan Pendeta atau Pastor Nulis Buku Rohani?
Ya, saya awam—sama sekali bukan pastor dan pendeta–dan saya nekat menulis buku rohani. Buku pertama saya adalah kisah seorang santo yang adalah pelindung gereja saya. Lumayan, saat ada rekoleksi pengurus dewan gereja, buku saya diborong ratusan eksemplar untuk dibagikan gratis di acara itu.
Oke, balik ke pertanyaan awal: kok orang awam nulis buku rohani? Jawaban saya: ya karena non-awam tidak semua hobi nulis. Toh banyak ceruk tema yang bisa ditulis dengan lihai oleh orang awam.
Tema kisah seru menjadi aktivis gereja, misalnya. Rohaniwan sih bisa menulis hal itu dari sisi alkitabiah. Tapi awam pun boleh dan malah harus menuliskannya dari sudut pandang yang tidak mungkin bisa detail ditulis oleh rohaniwan. Soal laku yang mana–tulisan rohaniwan atau tulisan awam–ya biarlah Tuhan yang bekerja (nah … kalimat ini adalah model tulisan Kristen, bentar-bentar sebut Tuhan :D)
Contohnya, buku rohani tema “menjadi aktivis gereja”. Tema ini saya tulis dan bersaing dengan tema serupa yang ditulis oleh pastor dan diterbitkan oleh satu penerbit yang sama juga. Mana yang laku? Ya entah. Yang pasti, hari Minggu yang lalu keduanya dijual obral di pelataran parkir gereja saya. Mungkin sama-sama payah penjualannya.
Cara Nulis Buku Rohani?
Saya suka menulis kisah inspiratif, pun halnya untuk tema buku rohani. Tak susah untuk menulis kisah inspiratif yang ke-Kristen-Kristen-an. Anggap saja sedang menulis untuk tema umum dan penerbit umum. Bahkan lebih mudah. Sebab, di dalam buku rohani kita bebas secara vulgar memasukkan ayat dan sebutan Tuhan dan nabi di dalam naskah. Sebaliknya, di dalam naskah buku inspiratif untuk pembaca umum, Anda harus mencari padanan istilah yang lebih universal. Susah kan? Lha iya … nulis buku Kristen memang lebih gampang daripada bikin naskah dengan tone religiositas universal.
Sori, melantur. Kisah inspiratif paling enak ditulis dalam bentuk pointer alias kisah per kisah secara lepas. Mirip model buku serial Chicken Soup itu. Tentu ada formula rahasianya. Ini formulanya.
Pertama, awali dengan kisah seru, nakal, bikin nangis, atau bikin marah. Sukur-sukur bikin pembaca benci Anda tapi penasaran dan tetap ingin baca kisah sampai tuntas.
Kedua, masukkan opini Anda. Bahas kisah tadi dari sudut pandang Anda.
Ketiga, tutup cerita Anda dengan memasukkan aturan dan atau pandangan resmi Gereja tentang hal itu. Dah gitu.
Formula itu tentu perlu dibolak-balik dalam satu ikat naskah buku Anda. Kalau di Bab ke-1 Anda sudah pakai urutan itu, cobalah pada Bab ke-2 Anda mulai dari opini Anda.
Misalnya Anda menggugat mengapa sudah baptis di gereja ini kok tidak diakui baptisnya di gereja yang sono. Atau, mengapa di sini bebas ikut ibadat dengan kaos yukensi dan celana mepet sedangkan di tempat lain mah suka-suka. Nah itu ditulis di bagian awal tulisan. Baru setelah itu masuk ke bagian ilustrasi cerita dan ditutup dengan argumen aturan gereja.
Simpel kan? Yap. Sesimpel saya ngajarin anak saya doa di muka umum biar lancar dan ketahuan dia anak siapa.
“Nak, kalau doa itu awali dengan pujian pada Tuhan, lantas ucapkan terima kasih pada Tuhan, lanjutkan dengan permohonanmu, dan tutup dengan menyerahkan keputusan pengabulan doa pada Tuhan. Dah, gitu aja urutan doanya. Pasti jos!” 😀
Selamat nulis ….
Foto: Pixabay
Ghost dari mana ini ya….?
Kapan2, ajarin saya menyelesaikan tulisan ya…
Soalnya saya punya banyak tulisan yang belum diselesaikan. Sebagian besar bahkan belum dimulai…
dengan senang hati 😀
naskah yg mangkrak bisa kok diselesaikan maksimal 1 bulan.