Maaf Dariku Bukan Untuk Kau Ulang

Lagu ini memang bukanlah lagu yang lucu, tapi saya selalu menahan senyum jika mendengarnya:
Maaf dariku bukan untuk kau ulang
Sabar di dada batasnya sudah hilang

Bicara soal ‘maaf’, entah mengapa, yang pertama terlintas adalah lagu dangdut miliknya Hana Pertiwi, walau penggalan yang saya ingat hanya bagian di atas itu tadi.

Lalu, kata maaf kedua yang akan saya ingat, adalah ucapan kejam di telepon:
Maaf, sisa pulsa anda tidak mencukupi untuk panggilan ini.
Maaf, nomor yang anda tuju sedang sibuk atau berada di luar jangkauan.

Ketiga, tulisan di mesin ATM, ucapan maaf yang sangat menyakitkan ini:
Maaf, saldo tabungan anda sudah mencapai batas minimum.

Lalu, yang kemudian paling saya ingat, adalah Mpok Minah, tokoh film Bajaj Bajuri. Beliau, setiap kali mau bicara selalu diawali kata maaf.

Mpok Minah, karakter yang ikut populer dalam sinetron komedi betawi Bajaj Bajuri, perannya merupakan gambaran sosok seseorang yang takut menyinggung perasaan orang lain, dan juga takut melakukan kesalahan. Itu sebabnya dia selalu mengucapkan kata maaf. Maaf walau tak salah.

Walau sebenarnya, kata maaf itu tidak lucu, tapi kata maaf yang selalu diucapkan berulang-ulang oleh Mpok Minah pernah menjadi tren lelucon dalam pergaulan jaman itu.

Sebenarnya, seperti tertulis di buku SD anak saya, meminta maaf adalah sebuah tindakan yang sangat terpuji. Sebab, sering kali kata ini juga sulit untuk kita ucapkan, kebalikan dari Mpok Minah. Lebih sering orang yang sebenarnya bersalah tapi enggan berucap maaf. Sehingga menjadi agal lebih langka jika orang berkata maaf, walau tidak melakukan sesuatu yang salah.

Tapi saya suka karakter Mpok Minah ini. Menurut saya, Mpok Minah sering berkata maaf karena hanya ingin keadaan tidak berubah buruk karena apa yang akan dia ucapkan. Dia ingin, orang yang dia ajak bicara tetap bisa saling menerima dan mengerti, tidak berbantahan, dan menghindari masalah.

Terkadang, orang berkata maaf walau belum tentu salah. Penerima maaf pun bisa jadi adalah pihak yang salah, walau tidak menyadari atau tidak mau mengakuinya. Dunia ini memang kadang terbalik.

Dalam sebuah komunitas yang saya ikuti, hal ini pernah terjadi. Kami sedang membahas sebuah topik. Awalnya itu hanya sebuah topik ringan. Lalu, setelah banyak yang menanggapi, ada anggota yang kemudian menganggap topik ini sensitif. Hal ini memang subjektif, sebab yang lain tak merasa itu sensitif. Tapi anggota komunitas yang merasa itu sensitif itu kemudian mendesak bahwa hal seperti itu terlalu sensitif untuk dibahas. Terjadilah pro dan kontra. Demi menghindari perselisihan, si X yang mengangkat topik tadi pun segera minta maaf. Yang lainnya tak setuju jika si X minta maaf.

“Kenapa minta maaf? Kan kamu nggak salah? Itu kan pilihan,” bantah yang lain.
Tapi si X merasa itu adalah jalan keluar terbaik untuk menyelesaikan perdebatan.

Dengan bisik-bisik, Si X menjawab; Ada yang bilang, lebih baik menjadi orang baik daripada menjadi orang benar.

Untuk menghindari konflik, dia mengalah sekalipun tak salah.
Orang waras mengalah, kata orang.
Tapi si X lebih suka dengan kalimat berikut: Orang yang lebih dewasa mengalah. Sebab ‘kanak-kanak’ masih kurang bijaksana. Kita berbuat baik bukan karena orang lain baik, tapi karena kita baik. Kita melakukan kebajikan itu bukan karena orang lain juga baik pada kita, tapi sebagai hakekat diri kita sendiri. Treat people kindly not because they are kind, but because you are.

Mungkin seperti Mpok Minah, kadang orang meminta maaf duluan untuk menjaga perasaan orang lain, menghindari masalah, menjaga perdamaian, menghindari pertikaian. Akhir-akhir ini ‘dunia’ terasa semakin sensitif, dibutuhkan lebih banyak Mpok Minah-mpok Minah, yaitu orang yang mau mengalah, berucap maaf walau tak salah, demi menghidari perang dunia ketiga, hehehe.

Maka, kebalikan dari lagu Hana Pertiwi, Mpok Minah jika bernyanyi mungkin liriknya akan begini:
Maaf dariku boleh terus kau ulang.
Sabar di dada tiada batasnya.
🙂

-*-
Foto: Pixabay

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *