DOA YANG DITOLAK

Mengapa doa ditolak? Mungkinkah itu salah satu cara yang walau menyakitkan, bisa membuat kita semakin dewasa?

Waktu sekolah dulu, teman-teman saya suka iseng mencomot makanan ketika temannya sedang berdoa. Jadi, belajar dari pengalaman, kalau mau makan, sambil berdoa, ada teman saya yang akan menutupi makanan dengan kedua telapak tangan untuk menghindari para ‘maling’ jahil itu. Tentu saja doanya jadi kurang konsentrasi. Itu memori lucu saya tentang doa yang masih berkesan.

Apa yang paling berkesan bagi anda, tentang doa? Ada teman saya yang usil yang menjawab demikian: Doa saya paling sering ditolak!

Wah. Pernahkah doa anda ditolak? Teman saya itu pasti menjawab: Pernah banget! Sering, malah!! (Hahaha).

Jaman mahasiswa, saya pernah mendoakan sesuatu, cukup lama. Akhirnya saya sedih sekali karena ternyata doa itu ditolak. Tapi rupanya, doa itu bukan ditolak, hanya diundur waktunya. Pada akhirnya, kisahnya adalah happy ending. Sampai kini hal tersebut adalah sebuah pengingat bagi saya untuk berusaha bersabar, menunggu waktu jawaban Tuhan.

Jangan salah. Seperti teman saya yang usil tadi, doa saya yang betul-betul ditolak juga banyak, dan ada yang hingga kini masih berbekas. Tapi kembali saya ingat kejadian ‘pengingat’ tadi, dan walau masih belajar iklas, tetap saja terasa berat. Mungkin memang perlu waktu.

Seorang sahabat, sejak beberapa tahun belakangan ini memiliki pergumulan berat. Akhir-akhir ini dia, jika dia kirim pesan WA ke saya, keluhannya adalah, seolah doanya tak terjawab. Atau doanya mungkin ditolak. Dia hampir menyerah. Karena sama-sama sibuk, saya dan dia hanya bisa komunikasi aktif dengan chatting. Membaca ceritanya, kadang saya ikut menangis selama chatting. Sejujurnya, saya juga ikut letih pada pergumulannya. Seolah tak ada jawaban, seolah tak ada jalan keluar. Dan itu sungguh menyesakkan dan melelahkan. Saya hanya bisa menghiburnya dengan mendorongnya bersabar dan percaya, walau mungkin saya juga tak bisa sekuat itu.

Bicara soal ditolak, memang tak ada enaknya. Ditolak itu sakit. Ya ditolak cintanya, ya ditolak lamaran kerjanya, ditolak masuk suatu kumpulan, atau ditolak proposal kenaikan gaji, dan lainnya. Ditolak itu menyakitkan. Jangankan yang ditolak jika kita yang meminta, bahkan jika yang ditolak pemberian atau sumbangan kita pun bisa bikin sakit hati.

Bagaimana dengan doa yang ditolak tadi? Teman saya bertanya: Apa yang membuat Tuhan sebegitu ‘pelit’ atau ‘kejam’ menolak doa umat ciptaanNya?

Saya ingat sekali kala masih muda dulu pernah curhat dalam doa pada Tuhan. Saya dengan jujur berdoa dan bilang padaNya: Tuhan saya benci sama itu orang, jahat banget dia sama saya, Tuhan pasti tahu. Tuhan pasti tahu juga saya saat ini nggak mau maafin dia dan saya berharap dia mendapat balasan setimpal atau lebih buruk. Saya berharap segala yang terburuk terjadi menimpanya. Tuhan, Engkau tahu isi hati saya dan itulah keinginan jujur saya. Timpakanlah segala cilaka padanya! Tapi Kau Tuhan pengasih. Kau pasti mengampuni dia. Tapi dia jahat banget, Tuhan!

Habis berdoa, saya bengong. Hah! Doa macam apa tuh! Beberapa waktu setelah itu, jika saya teringat, saya menertawakan diri sendiri. Betapa silly doa itu walaupun betapa jujurnya. Tapi Tuhan kan tidak menolak doa macam apapun. Tidak ada doa yang ditolak dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Intinya adalah pada kalimat penutup: Tapi kehendakMulah yang jadi. Amin.

Pada akhirnya saya sadar, jawaban Tuhan atas doa yang tadi itu adalah: Tugasmu adalah mengampuni. TugasKu, membalaskan dengan caraKu dan waktuKu, dan itu bukan urusanmu.

Tentang doa, analogi saya kemudian menjadi sederhana. Seperti ini. Anak saya boleh meminta apa saja. Tapi sayalah orangtua. Saya lebih tahu yang terbaik untuknya. Dia bisa minta dibelikan iphone terbaru, tapi saya bisa memberikannya hanya ponsel biasa, sebab saya tahu yang penting buat dia adalah komunikasi, bukan gaya keren-kerenan yang akan membuat dia sombong dan dibenci teman-temannya.

Pernah juga, dulu ada doa yang dikabulkan Tuhan yang kemudian membuat saya menyesal. Ada sebuah cita-cita impian saya dan Tuhan mengabulkan doa saya untuk hal itu. Tapi ternyata impian itu tidak seperti yang saya harapkan. Apa maksud Tuhan di situ? Apa mau bilang: ‘Nih rasain permintaan lu nih!’?
Bukan. Mungkin Tuhan ingin saya belajar sesuatu dari situ. Dan betul. Saya jadi belajar, tidak semua impian atau keinginan kita baik bagi kita. Atau mungkin memang baik, walau dengan cara yang menyakitkan, yang bisa membuat kita semakin dewasa. Itu mungkin berlaku bagi pergumulan sahabat saya tadi.

Lalu seorang teman bertanya: Jadi apa resep doa yang manjur? (Manjur? Lu kira jamu! jawab teman usil tadi.) Tapi betul. Memang ada. Ada resep doa yang manjur. Doa yang pasti dikabulkan. Apa itu?

Mau doa manjur? Tinggallah di dalam Aku. Apa pun yang kau minta akan Kuberikan.

Itu tertulis dalam kitab Yohanes 15:7. Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.

Apa itu artinya tinggal dalam Tuhan? Pendeta saya menjabarkannya seperti berikut ini.

Artinya, ketahuilah hati Tuhan. Kenalilah Tuhan. Lakukanlah perintah Tuhan. Bertingkahlakulah sebagai anak Tuhan.

Anak Tuhan?

Ya. Kalau kita tinggal di dalam Tuhan, dan melakukan firman Tuhan, tak mungkin lagi kita meminta/mendoakan hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Tuhan.

Contohnya?

Tuhan tidak suka kesombongan, jadi percuma kita berdoa minta jadi millioner sebab itu mungkin akan membuat kita jadi sombong, berbuat dosa dan jadi batu sandungan. Anak Tuhan takkan minta sesuatu yang akan membuatnya tidak menaati Tuhan.
Masih bingung?

Misalnya kau anak pendeta. Kalau sudah tahu ayahmu enggak bakalan kasih kau pergi ke diskotik, untuk apa menghabiskan waktu untuk bolak-balik minta ijin ke diskotik? Sudah pasti ditolak. Tapi jika kau minta ijin pergi ke gereja, pasti dikasih langsung, malah disuruh cepat-cepat berangkat, dan mungkin diberi ongkos lebih dan uang jajan (hahaha).

Teman usil tadi pun menyimpulkan dengan asal. Kalau begitu, percuma dong berdoa minta jadi milioner, doanya bakal ditolak! Lalu saya bolehnya minta apa dong?

Kata pendeta, mintalah hikmat, kesabaran, kasih. Itu pasti manjur, pasti dikabulkan! Seratus persen manjur! Mintalah hikmat untuk bisa hidup saleh walau tak jadi milioner. Sebab tujuan hidup kita adalah untuk memuliakan Tuhan, bukan untuk menjadi milioner.

Anak saya pernah bingung karena jika dia minta uang sumbangan untuk murid yang berduka di sekolah, pasti saya kasih, dan jumlahnya pasti lebih besar dari pada uang jajannya. Kalau dia minta uang untuk beli mainan pasti saya interogasinya lama dan belum tentu dikabulkan. Dia sempat kesal.

Begitulah kadang saya melihat diri saya dalam hal jawaban doa. Apa yang kita inginkan bukan selalu yang kita butuhkan. Memang menyakitkan ketika doa kita tidak dikabulkan. Tapi Tuhan tahu yang terbaik bagi anak-anakNya. Dan seperti kata pendeta, apapun isi hati kita, tak ada salahnya menceritakan pada Tuhan. Segala curhat, ‘aib’ dan rahasia kita aman di tanganNya, tak bakalan disebarkan ke orang lain. Yakinlah! Jaman sekarang serba terbuka. Kita curhat lewat telepon bisa direkam/disadap. Curhat lewat email/surat/chatting, bisa disimpan atau di-captured dan disebar. Tak ada lagi privasi. Lalu mengapa tak kembali kepada doa, privasi tertinggi, terpercaya dan tersejahtera?

Lalu kata pendeta saya: Tapi, jangan berdoa hanya jika sedang ada permintaan lho, ya. Itu namanya egois. Memangnya kau suka jika temanmu muncul pada saat ada maunya saja? Memangnya enak kalau teman hanya telepon kalau mau minta tolong, tetangga hanya datang kalau mau pinjam uang? Memangnya enak diperlakukan begitu?

-*-

Foto: Pixabay

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *