Tragedi selalu membawa perubahan radikal dalam hidup kita, perubahan yang berhubungan dengan prinsip yang sama: KEHILANGAN. Secara teori setiap kehilangan adalah untuk kebaikan kita; namun pada praktiknya, saat itulah kita mempertanyakan keberadaan TUHAN dan bertanya pada diri sendiri: Apa yang sudah kulakukan sehingga pantas menerima hal ini?
Ada banyak cara yang dapat dilakukan ketika didera galau. Bagi yang suka berjalan, melakukan perjalanan ke tempat yang sama sekali belum pernah dikunjungi dan bertemu dengan orang-orang baru pasti akan membuat diri bersemangat dan dapat membangkitkan kembali asa yang meredup.
Bagi sebagian orang, menyepi dan mengasingkan diri di satu tempat akan membuatnya lebih mendekatkan diri pada sang Khalik dan memahami dirinya.
Bagaimana dengan perjalanan menyusuri kenangan, kembali ke satu masa yang jejaknya menyakitkan?
I learned long ago that what in order to heal my wounds, i must have the courage to face them – [Paulo Coelho]
Seorang penulis besar seperti Paulo Coelho melakukan perjalanan menyusuri masa lalu untuk berdamai dengan orang-orang yang pernah disakitinya dalam perjalanan hidupnya di satu masa. Setidaknya, ada delapan perempuan pada kehidupan sebelumnya yang harus ditemuinya untuk membereskan ganjalan yang membuatnya menggalau.
Coelho menerima tantangan dari J, sahabat dan guru spiritualnya untuk keluar dari rutinitas, melakukan perjalanan untuk menemukan siapa dirinya. Ia memutuskan melakukan perjalanan tak biasa untuk menjumpai para pembaca bukunya di kota-kota yang dilalui jalur kereta api terpanjang dunia, Trans-Siberian Railway. Sebuah perjalanan yang dimulai dari Moskow ke Vladivostok melewati 7 zona waktu dan menempuh jarak 9,288 km.
Di Moskow, Coelho berjumpa dengan Hilal; perempuan muda berbakat yang sedang galau apakah akan terus mengembangkan talentanya sebagai seorang violist atau tidak? Perempuan berdarah Turki ini banyak mendapatkan inspirasi dari buku Coelho yang dibacanya.
Karenanya, Hilal merasa perlu melakukan sesuatu sebagai balas budi dan memaksa untuk ikut serta dalam rombongan Coelho. Kisah perjalanan Coelho ini dituangkan dalam Aleph.
Aleph adalah satu titik pada Semesta yang mengandung energi supra, ketika berada pada titik tersebut; seseorang akan merasakan sensasi yang luar biasa yang tak dapat digambarkan dengan kata-kata. Orgasme Spiritual! Coelho menyusuri masa lalunya dengan masuk ke dalam Aleph, namun untuk bisa menembus batas waktu itu; Coelho memerlukan paduan energi yang ada dalam diri Hilal.
Aleph mengobok-obok rasa, membuat sedikit banyak mengerti dan memahami satu perjalanan tak biasa yang mewarnai hidup. Tentang ikatan rasa yang terjalin di antara satu masa, tentang ikatan rasa yang kuat yang terjalin antara dua orang atau lebih, ENERGI ILAHI.
Jangan khianati anugerah yang telah diberikan padamu, pahamilah apa yang terjadi dalam dirimu dan kau akan pahami apa yang terjadi dalam diri semua orang.
Terkadang TUHAN izinkan semua masalah terjadi bukan karena DIA tak mampu untuk menghalaunya, namun semua itu untuk menguji batas iman kita. Ketika sampai pada satu titik dimana asa hanya tinggal sekali tiup mati; JANGAN pernah lepaskan imanmu! TUHAN tidak pernah diam. Terkadang kita perlu melakukan hal tak biasa agar kita bisa belajar sesuatu yang baru untuk memaknai karunia yang dianugerahkanNYA bagi kita. Prosesnya mungkin dan akan sangat menyakitkan, namun bersamaNYA segala sesuatunya terasa lebih indah.
Apa yang kamu lakukan ketika sedang galau?
… aku berdoa meminta kekuatan untuk mengatasi semua tantangan, untuk menerima segala konsekuensi, dipermalukan, dihina, ditolak, dan dibenci, semua demi nama cinta yang kukira takkan pernah ada namun ternyata ada.
Dan aku sudah berada begitu dekat untuk mencapai hal itu. Aku sekarang tidur di sebelah kompartemenmu, yang ternyata kosong karena Tuhan memutuskan agar orang yang tadinya akan menempati kompartemen itu mundur pada saat terakhir. Wanita itu tidak membuat keputusan tersebut; aku yakin benar itu keputusan dari atas …
Tak ada yang terjadi secara kebetulan! Bukan secara kebetulan jika Aleph menyembul di antara buku perjalanan yang saya temukan di tumpukan buku lama tak bersampul saat hendak mencari buku bacaan di Gramedia sebulan jelang akhir 2014 lalu.
Saya bukan Coelho minded, namun dua bukunya yang dilahap dengan cepat di pertengahan dan akhir 2014 kemarin adalah bagian dari perjalanan spiritual; Aleph dan Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Menangis.
Percayalah sekalipun tidak seorang pun percaya padamu!
Aleph bukan buku perjalanan biasa. Mungkin akan menjadi sebuah bacaan yang membosankan atau malah membingungkan bagi sebagian orang. Dia adalah bacaan yang akan membawamu pada sebuah perenungan tentang makna kasih Ilahi, tentang cinta yang tak biasa, tentang pengorbanan dan berat ringannya kadar iman.
Aleph mengajak langkah menyusuri perjalanan masa kecil menjejak di sebuah bukit dan bersulang secangkir kopi hitam pada Semesta. Mengingatkan diri yang tak punya apa-apa selain bersyukur masih diberi kesempatan oleh Yang Empunya Hidup melewati 2014 meski jatuh bangun, disikat sana sini, diproses hingga berdarah-darah, dimana air mata adalah teman setia sepanjang hari dan hanya pada DIA semua pengaduan disematkan. Pun bersyukur, dituntun memasuki 2015 untuk tetap tegak teruskan langkah.
Biarlah aku mengingatMU dengan tenang dan dengan tekat kuat, bahkan saat aku sulit berkata bahwa aku mencintaiMU.
TUHAN inilah hidupku, kuserahkan padaMU
segala cita-citaku, masa depanku menjadi milikMU
Jadikan kami terangMU, di tengah keglapan dunia
membawa bangsa-bangsa kepadaMU, TUHAN ini kerinduanku
bagiMU TUHAN seluruh hidupku, pakailah TUHAN bagi kemuliaanMU
genapi seluruh rencanaMU, sampai bumi penuh kemuliaanMU
Sarat dengan pesan moral dan spiritual, pula diperlukan kepekaan untuk menyelami setiap pesan yang tertuang lewat untaian katanya. Carilah tempat perhentian yang ‘kan membuat hati teduh dan pikiran tenang. Buku adalah racun! Membaca akan membuatmu haus, bijaklah dalam memilih dan meneguk pelepas dahagamu; selamat menggapai orgasme spiritualmu, saleum.
Olive Bendon
Catatan: Tulisan ini dikutip sudah seizin penulis. Laman asli tulisan ini lihat di:
Penulis adalah Travel Blogger | Old Grave Lover | Citizen Journalism | Volunteer for The War Graves Photographic Project
Foto: Olive Bendon