Aku tak hendak membahas permainan Timnas/PSSI vs Thailand yang baru berakhir tadi malam, melainkan mengenai dua penyiar televisi yang menyampaikan laporan dengan suara mengganggu.
Pertama, vokal mereka kurang audible, tak enak didengar. Berisik, heboh sendiri. Seolah sedang menyiarkan pandangan mata bagi pendengar radio yang mengandalkan audio, bukan visual. Penyiar televisi padahal berbeda dengan penyiar radio, terutama bila menyiarkan pertandingan olahraga. Kekuatan media televisi terletak pada gambar, bukan ocehan penyiar/anchor/presenter, apalagi pada acara “live”.
Yang kedua, kedua penyiar itu belum mampu menempatkan diri sebagai penyiar, yang tak terlepas dari pekerjaan jurnalistik. Sebagai penyiar, walau menyiarkan pertandingan olahraga tim negara sendiri, harus tetap bersikap netral, objektif, menghindari pemihakan. Ia atau mereka mewakili kejadian atau yang tengah disiarkan/diberitakan.
Tuntutan utama dan prinsip dasar jurnalisme (yang pernah kupelajari) salah satu, pekerja pers harus mampu bersikap netral, menyampaikan apa adanya, objektif, tidak berpihak–betapapun itu mengenai negara sendiri atau etnis, agama, atau kelompok sendiri.
Penyiar olahraga tak layak pula memberi opini, sebab dia bukan pelatih atau pengamat atau penonton. Cukup menyampaikan “peristiwa” atau fakta di lapangan, tidak memberi pendapat atau saran, yang seharusnya dilakukan pemain atau tak dilakukan.
Prinsip-prinsip dasar jurnalisme liputan langsung agaknya belum kuat dipahami penyiar-penyiar olahraga (khususnya sepakbola) yang acap ditampilkan stasiun televisi domestik. Gaya dan posisi mereka masih seperti penyiar radio yang menyampaikan pandangan mata pertandingan.
Jadi teringat awak penyiar-penyiar radio RRI Medan tahun 70-an. Bila PSMS bertanding dan disiarkan, mereka siarkan dengan gaya dan semangat seperti penonton yang mendukung PSMS dan berharap tim memenangkan pertandingan. Emosi penyiar kadang tak terkendalikan. Memang tak mudah mengontrol diri bila berdiri sebagai pendukung atau supporter.
Dalam suatu siaran pandangan mata saat PSMS melawan tim Pahang, Malaysia, di Stadion Teladan Medan, pada pertengahan 70-an, dengan penuh semangat sang penyiar berkata:
“Ya, bola dikuasai Nobon, ditempel ketat pemain Pahang. Nobon langsung oper bola ke Tumsila. Dia berlari cepat mendekati gawang Pahang, ada Parlin Siagian menunggu. Tumsila mengumpan ke depan gawang, aaaa…Parlin Siagian langsung menanduk bola. Gooo…. ! Akh, p******lah! Tak gol pulak! Bola terlalu melebar ke kanan gawang Pahang! Payah kali si Parlin ini!”
Cilaka bukan? 😀 😀 😀
* Anyway selamatlah untuk timnas, semoga berlanjut kemenangan di pertandingan kedua di kandang lawan.
Foto: affsuzukicup2016.com