Sejak awal Desember, di mana-mana lagu-lagu Natal telah berkumandang. Di mana-mana, di berbagai mal dan pusat perbelanjaaan kita sudah bisa menemukan pernak-pernik perhiasan Natal dalam berbagai rupa dipajang. Tentu saja tidak ketinggalan gebyar-gebyar promosi belanja dengan iming-iming potongan harga, yang menggiurkan dan seolah memberi alasan mengapa kita begitu menanti-nantikan bonus tunjangan hari raya Natal kita.
Menarik sekali untuk memperhatikan bagaimana Natal telah menjadi sebuah peristiwa penting dalam kehidupan kita. Tidak mungkin kita melewatkan bulan Desember tanpa Natal. Namun lebih menarik lagi adalah ketika kita memperhatikan bagaimana peristiwa Natal di bulan Desember ini dimaknai dan dirayakan.
Sebenarnya apa sih Natal itu? Seorang anak kami bertanya kepada saya. Kenapa di hari Natal orang Kristen harus memasang pohon cemara di rumahnya, ada yang dari plastik, ada juga yang mencari pohon yang asli. Sampai-sampai teman saya di Jakarta yang tinggal di jalan cemara harus memasang plang di depan jalan, “tidak menyediakan pohon cemara”.
Secara etimologis kata Natal sendiri berarti “kelahiran”, saya mencoba menjawab anak kami dengan sedikit ilmiah. Tapi kemudian saya sadar, kelihatannya bukan jawaban seperti itu yang dia perlukan. Sebenarnya apa sih yang kita rayakan di hari Natal, dan mengapa harus begitu heboh? Mungkin itu pertanyaan yang lebih tepat, dan itulah yang saya ingin kita renungkan.
Sebagai orang Kristen, tentu kita harus merayakan Natal, hari kelahiran Yesus Kristus juruselamat kita. Tentu saja kita juga harus merayakannya dengan meriah, karena hari kelahiran adalah hari sukacita. Apalagi Natal adalah hari kelahiran juruselamat yang datang untuk membawa kemerdekaan bagi seluruh umat manusia, kemerdekaan dari belenggu dosa yang telah mengikat dan menyengsarakan manusia selama berabad-abad.
Kita bisa membaca di Lukas 2:8-14, bagaimana Tuhan ingin kita merayakan hari Natal yang luar biasa ini. 8 Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. 9 Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan.
10 Lalu kata malaikat itu kepada mereka: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: 11 Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. 12 Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.”
13 Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya: 14 “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.”
Kita bisa membaca di sini, Hari Natal adalah hari yang istimewa.
Beberapa petunjuk tentang itu adalah yang pertama: berita Natal itu disampaikan oleh seorang malaikat Tuhan. Yang kedua: isi beritanya berbunyi “kesukaan besar untuk seluruh bangsa (all people): hari ini telah lahir bagimu jurusalamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud”. Yang ketiga: perayaan Natal pertama diisi oleh paduan suara agung para malaikat. Wow.
Berarti Natal memang harus heboh ya? Harus ramai, meriah, dengan lagu-lagu pujian Natal, pernak-pernik hiasan berwarna merah dan hijau, hadiah-hadiah yang berlimpah ruah, pakaian baru, sepatu baru, dandanan baru, makanan yang lezat, dan sebagainya? Ho ho ho.. tunggu dulu.
Terus terang saya senang melihat semangat anak-anak ketika menyambut Natal. Kegembiraan yang terpancar di wajah mereka terlihat begitu tulus, karena itu saya tidak mau buru-buru merusak sukacita mereka dengan mengatakan Natal tidak boleh ramai-ramaian seperti itu. Natal boleh saja ramai, Natal bahkan boleh saja heboh, namun kita perlu merenungkan dalam-dalam, mengapa keramaian dan kehebohan itu dilakukan?
Coba lihat lagi Lukas 2 tadi, namun kita mundur sedikit ke cerita kelahiran Yesus, Lukas 2:6-7. Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.
Diceritakan di sini bahwa Yesus Kristus, juruselamat dunia itu dilahirkan di kota Daud yang bernama Betlehem. Namun yang menarik adalah bayi Yesus ini dibungkus dengan lampin dan dibaringkan di dalam palungan. Ada keterangan tambahan bahwa “tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan”.
In case ada yang belum tahu, lampin adalah sehelai kain yang biasa dipakai untuk lap, dan palungan adalah tempat minum ternak. Jadi bisa disimpulkan bahwa Yesus dilahirkan di kandang ternak, karena malam itu Yusuf dan Maria, kedua orangtuanya, tidak mendapat tempat di rumah penginapan.
Mengapa mereka tidak mendapat tempat? Ada yang bilang karena mereka terlambat melakukan reservasi, penginapannya sudah terlanjur penuh. Ada juga yang bilang itu karena diskriminasi, orang dari Nazaret susah diterima di penginapan. Tapi sudahlah, apapun alasannya, malam itu Yesus dilahirkan di kandang ternak, dibungkus dengan lampin dan dibaringkan di dalam palungan.
Kalau kita memperhatikan adegan ini, ini bukan adegan yang terlalu sedap untuk dipandang. Bayi di kandang ternak? Bagaimana dengan bau khas kambing domba di kandang? Tidakkah itu tidak terlalu sehat bagi sang bayi?
Dari sini saja kita sudah bisa merenungkan satu hal berharga. Ketika kita mau merayakan kelahiran Yesus, dan kita memikirkan kehebohan, keramaian, kemegahan atau kemewahan perayaannya, kita pertama-tama harus ingat dulu, bahwa Yesus tidak lahir dalam kehebohan, keramaian, kemegahan atau kemewahan seperti itu. Dia lahir dalam kesederhanaan, kalau tidak mau dikatakan: kekurangan.
Saya merasa dekorasi natal di berbagai acara belumlah seperti aslinya. Banyak yang berusaha menghadirkan gambaran kandang ternak, tempat kelahiran Yesus dengan semirip-miripnya, namun satu hal yang menjadi ciri khas kandang ternak justru tidak pernah dihadirkan dalam dekorasi Natal. Anda tahu apa itu? Itu adalah bau khas ternak. Katanya Yesus lahir di kandang hina, tapi kok malah wangi pengharum ruangan yang tercium? Kalau mau asli, harusnya “wanginya” juga disesuaikan seperti aslinya.
Yesus tidak lahir dalam kehebohan, keramaian, kemegahan atau kemewahan. Yesus lahir dalam kesederhanaan bahkan kekurangan.
Dia datang untuk membawa sukacita, damai sejahtera, kemenangan, kepada manusia yang sedang terpuruk. Manusia yang hidup dalam dosa-dosanya, yang terikat dan terbelenggu oleh persoalan-persoalan yang menindih dan menindasnya, yang tidak bisa melepaskan diri sendiri dari semua ikatan dan belenggu itu.
Manusia yang hidup dalam kegelapan yang gelap pekat, yang tersesat, tidak tahu harus melangkah ke mana, karena bahkan tidak bisa membedakan kaki kiri dan kaki kanannya. Kalau kita melihat seperti apa kehidupan keagamaan di Israel di saat Yesus hidup, kita bisa melihat hal itu nyata sekali.
Manusia hidup terikat dan terbelenggu, dan berjalan tanpa arah, karena mereka yang harusnya menjadi gembala malah mencari keuntungan untuk diri sendiri. Kepada manusia yang demikian, sesungguhnya bayi Yesus, juruselamat dunia, sang Kristus itu, hadir.
Kemudian kita bisa melihat juga, berita kelahiran Yesus ini diberitakan pertama kali oleh malaikat Tuhan. Tuhan secara khusus mengutus malaikat untuk datang ke dunia dan memberitahukan kabar sukacita ini kepada manusia.
Kira-kira di manakah berita ini diperdengarkan? Oh, ternyata bukan di tempat yang heboh, ramai, megah, atau mewah! Malaikat Tuhan datang ke padang penggembalaan, jauh di luar kota. Di sana sedang berkumpul gembala-gembala bersahaja, yang sedang beristirahat setelah seharian menjaga ternak-ternak mereka.
Kepada orang-orang yang tidak terlalu dianggap oleh masyarakat dalam kenyataan hidup sehari-hari inilah, Tuhan mengutus malaikat untuk memberitakan “Headline News”, “Kabar Terkini” bagi seluruh umat manusia: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.” Haleluya!
Lebih dahsyat lagi ketika melihat bagaimana para malaikat mengiringi berita yang disampaikan itu dengan paduan suara agung yang memenuhi langit, memberikan hiburan gratis kepada para gembala. Wah, saya hanya bisa membayangkan kesempatan untuk mendengarkan paduan suara kelas dunia, semacam London Philarmonic atau Vienna Boys Choir, namun para gembala sederhana ini disajikan paduan suara para malaikat! Luar biasa!
Lalu bagaimana dengan Natal kita? Anak-anak kami bertanya lagi. Nah, itu dia nak. Natal adalah kabar sukacita kepada mereka yang paling terpuruk, paling butuh keselamatan, kelepasan, dan kemerdekaan.
Natal adalah berita damai sejahtera kepada mereka yang paling butuh damai. Mereka yang hidup dalam kegelisahan, kekuatiran, ketakutan, kecemasan, karena tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, karena penindasan dan ketidakadilan. Natal adalah untuk mereka yang seperti itu.
Lalu bagaimana dengan kita? Ah, bukankah kita dulu sebelum ditemukan oleh kasih karunia Allah, adalah persis seperti itu? Kita hidup untuk memenuhi keinginan daging kita, hidup mementingkan diri sendiri, dengan tidak mempedulikan orang lain, namun karena begitu besar kasih Allah kepada kita, Dia datang dan menemukan kita, dan mengajarkan kita hidup yang berarti.
Jadi, mari rayakan Natal kita tahun ini dengan mensyukuri rahmat yang telah Tuhan berikan kepada kita. Mari rayakan Natal kita dengan mengingat bahwa Yesus Kristus lahir ke dunia ini dengan begitu bersahaja, bahkan dalam kekurangan, karena Allah ingin membebaskan kita yang dalam keterpurukan dan kegelapan yang paling gelap.
Mari rayakan Natal ini dengan membawa pesan sukacita ini kepada mereka yang masih dalam keterpurukan dan kegelapan itu. Natal bukan saatnya untuk hura-hura dan menghambur-hamburkan uang untuk memuaskan ego dan keinginan daging kita.
Natal bukan saatnya untuk pamer kekayaan dan kemewahan di sana-sini. Natal adalah saatnya untuk memamerkan solidaritas dan kasih Allah yang dinyatakan dengan tidak tanggung-tanggung oleh Yesus Kristus yang lahir di kandang ternak yang hina di kota kecil Betlehem.
Natal adalah saatnya untuk memberitakan dengan lantang, solidaritas dan kasih itu, dengan mendatangi tempat-tempat terpencil seperti padang penggembalaan Effata! Natal adalah saatnya untuk membuktikan bahwa kasih itu bukan hanya sekedar slogan atau pencitraan, tetapi kasih adalah tindakan nyata, yaitu kerelaan untuk dibungkus dengan kain lampin dan terbaring di dalam palungan.
Mari, jangan biarkan Natal Anda tahun ini kehilangan makna hanya oleh gebyar diskon di pusat perbelanjaan. Mari kembali kepada sang bayi Natal yang sederhana di Betlehem itu, dan mari bergabung dengan sukacita para gembala tak bernama di padang Effata.
Mari rayakan kasih karunia Allah, sukacita besar bagi seluruh bangsa itu, dengan cara yang sesungguhnya. Tuhan begitu mengasihi kita, mari kita belajar hidup di dalam kasih-Nya. Amin.
Foto : Dekorasi Natal (Koleksi Pribadi)