Setelah menonton film Bohemian Rhapsody , saya membaca di Wikipedia, bahwa tahun 2004, lagu Queen “Bohemian Rhapsody” masuk ke dalam Grammy Hall of Fame. Pada tahun 2012, lagu tersebut memuncaki daftar jajak pendapat nasional ITV di Inggris sebagai “Lagu Nomor Satu Favorit Bangsa” sepanjang lebih dari 60 tahun riwayat musik Inggris.
Luar biasa, pikir saya.
Saya sendiri masih menyimpan album kaset Queen, A Night At The Opera. Konon album itu rilis tahun 1975, dan saya belum lahir. Kaset itu sebenarnya adalah milik kakak laki-laki saya, yang umurnya lebih tua sepuluh tahun dari pada saya. Waktu saya kecil, mau tak mau saya ikut mendengarkan lagu-lagu yang kakak-kakak saya putar di rumah, sehingga saya jadi ikut tahu.
‘Love of My Life’, adalah lagu Queen yang paling mengena di hati saya. Tapi memang, lagu yang paling unik, bagi saya, adalah Bohemian Rhapsody. Setelah kuliah, saya baru sadar apa saja kata-kata dalam lirik lagu itu, sekalipun saya sering menyanyikannya sejak kecil, tak menyadari apa artinya secara menyeluruh. Bagi saya, lagu itu mengandung pilihan kosakata yang unik, tempo yang rumit, nada yang tinggi melengking dan tidak tertebak, melodi yang ekstrim, sekaligus kompleks. Tapi sangat jenius.
Ketika melihat iklan film Bohemian Rhapsody di bioskop, saya sudah ingin menonton. Saya agak terkejut, setelah minggu kedua pemutarannya, bioskop masih penuh hingga baris ke depan. Saya bahkan nyaris tidak dapat karcis.
Di dalam bioskop, saya serasa ikut masuk dalam ruangan konser langsung band Queen. Menonton film ini, membuat saya terpingkal, terharu dan terkesima. Dan terinspirasi. Film ini berhasil memancing emosi penonton. Selama menonton, saya tak tahan untuk tidak ikut bernyanyi, dan jadi menyayangkan mengapa Queen sudah tidak eksis lagi, sebab saya jadi rindu lagu-lagu mereka.
Pesan moral, yang paling mengena buat saya dari film ini, berhati-hatilah memilih orang terdekatmu.
Itu setelah saya melihat bahwa manajer Freddie Mercury, Paul Prenter, membuat Freddie jauh dari band-nya, dari Mary, dan nyaris tidak ikut konser besar Live Aid. Terlepas dari fakta apakah manajer Freddie memang betul-betul mengkhianatinya seperti di film itu atau tidak, tapi dalam film ini, sangat jelas terlihat bahwa orang terdekat kita sungguh berpengaruh dalam hidup kita. Mereka memiliki andil yang besar yang membawa kita ke arah yang kita inginkan atau tidak, ke arah lebih baik atau tidak. Itu sebabnya kita harus sungguh jeli memasukkan orang ke jaringan terdekat dalam hidup kita, sebab pergaulan kita juga menentukan jati diri kita.
Dan sering terjadi juga kemungkinan besar, bahwa orang terdekat kita potensial menjadi musuh terbesar kita, menjadi pengkhianat, seperti karakter Prenter, yang sebelumnya adalah eksekutif rekaman yang jadi selingkuhan Freddie, lalu menjadi manajer Freddie, yang di film ini, dendam dan setelah dia dipecat, membeberkan kehidupan pribadi Mercury yang sangat kelam.
Pesan moral lainnya, terlihat dari adegan ketika seorang produser besar, Foster, yang konon menyarankan agar Queen membuat album, tapi menolak lagu ‘Bohemian Rhapsody’ sebagai singel karena dianggap tidak bisa ‘dijual’. Queen tidak menyerah atas penolakan itu dan maju terus mencari produser lain, dan akhirnya lagu ‘Bohemian Rhapsody’ sukses di urutan teratas tangga lagu dunia. Hal ini menunjukkan bahwa penolakan tak lantas membuat mereka berhenti. Persistensi yang luar biasa.
Sebab seperti orang bijak berkata, jika pintu satu tertutup, kita bisa melompati jendela. Sebuah kesuksesan hanya bisa digapai dengan semangat pantang menyerah.
Itulah hal yang membuat seorang bocah imigran bernama Farrokh Bulsara, menjadi seorang legenda: Freddie Mercury, vokalis Queen, salah satu musisi paling terkenal di dunia, menjadi inspirasi yang patut kita teladani (terlepas dari pilihan gaya hidupnya). Sekalipun akhirnya dia kalah oleh penyakitnya, bukan berarti dia kalah dalam hidupnya, sebab seperti yang dia ucapkan, dia telah memenuhi takdirnya, menikmati hidup dan menjalankan impiannya.
Seorang bohemian yang hidup dalam rapsodi hidupnya.
-*-