Tag Archives: Natal

Makna Natal, Antara Kemuliaan dan Damai Sejahtera

Kemarin, saya agak terkejut ketika tiba-tiba ada nomor tak dikenal mengirimkan pesan masuk di HP saya. Yang membuat saya terkejut karena itu bukan semacam pesan-pesan illegal berkedok penipuan yang sudah biasa.

Pesan yang ini mengirimkan ucapan Selamat Natal. Setelah saya baca teliti, ada nama pengirimnya. Saya harus memutar otak sebentar untuk mengingat siapa nama tersebut. Ada juga fotonya dengan seragam pejabat pemerintahan, tapi agak berbeda sebab waktu kami bertemu, dia dengan tampilan kasual. Setelah saya perbesar fotonya, baru saya ingat itu adalah teman kuliah pascasarjana, yang mungkin hanya sekali bertemu waktu ujian semester.

Yang membuat saya agak terkesan dan tersentuh adalah, dia adalah pejabat daerah dan berbeda keyakinan dengan saya, dan dia tidak hanya mengirim ucapan lewat grup, tapi juga mengirim lewat jalur pribadi (japri) kepada saya, padahal kami tidak terlalu kenal.

Menyadari ketika saat ini, hal menerima ucapan selamat natal dari orang yang tidak seiman, menjadi sesuatu yang langka (dan ‘terlarang’), membuat saya agak trenyuh. Hal itu mengingatkan saya pada sebuah kejadian, tentang seorang anak tetangga yang dulunya tiap hari main ke rumah dengan anak saya, dan tiba-tiba suatu hari tidak mau lagi main ke rumah, dan bilang kepada anak saya: Aku nggak boleh lagi main sama kamu, dilarang ayah, karena kamu beda agamanya.

Sesungguhnya saya tidak mau menjadi ‘melo’ dalam urusan seperti ini. Saya hampir tertawa sendiri ketika dulu mengingat waktu jaman mahasiswa ketika kuliah di Tokyo, ada teman mahasiswa dari negara lain yang merayakan hari besar entah aliran agama apa, saya turut mengucapkan selamat sekalipun saya tidak tahu apa yang dia rayakan dan ucapan selamat apa yang harus saya ucapkan, apalagi dalam bahasa asing. Saya hanya mengucapkan: Selamat merayakan ya. Semoga bahagia.

Lalu dia mengucapkan terima kasih dan menyahut dengan berkelakar: ‘Semoga bahagia’ bukanlah ucapan yang tepat, memangnya saya mau menikah? Hahaha.

Apa yang saya praktekkan dari hal itu adalah masalah penghargaan. Saya menghargai teman saya walau saya tidak tahu apa yang dia percayai, dan bukan berarti saya ikut menyetujui apa yang dia percayai itu.  Saya hanya menghomati dia sebagai teman saya, menghargai apa yang penting baginya, dan mengharapkan yang baik baginya. Itulah alasan saya mengucapkan selamat.

Di tengah menurunnya toleransi antar umat beragama, ironisnya, kemarin lusa malah seorang teman yang atheis mengucapkan Selamat Natal kepada saya. Saya berkelakar dengan berkata: Bukannya kamu tidak percaya soal agama?

Dan dia dengan guyon membalas: Memangnya saya jadi percaya agama kamu?

Dan kami pun sama-sama tertawa ringan dalam suasana damai.

Kemarin di gereja, yang menjadi sangat berkesan bagi saya dalam khotbah Natal dari pendeta kami adalah, bahwa makna hari Natal adalah: Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi, dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepadaNya.

Dari nats Lukas 2:14 ini jelas terbaca, hanya Allah yang layak menerima kemuliaan. Bagian manusia hanyalah damai sejahtera. Awal penderitaan dan masalah manusia adalah ketika manusia juga mencari kemuliaan bagi dirinya sendiri, baik itu dalam bentuk penghargaan, pujian, penghormatan, kekuasaan, dan sebagainya.

Saya pun tidak mau mencari penghargaan dengan menunggu ucapan selamat dari orang lain yang tak ingin memberikannya. Seperti khotbah pendeta saya, kemuliaan hanya bagi Allah. Saya hanya mau damai sejahtera. Tak perlu diberi ucapan penghargaan pun saya tetap damai sejahtera.

Selamat Hari Natal. Mari damai sejahtera

Lari atau Dipulihkan?

Pernahkah Anda mengalami krisis rohani? Itu adalah saat di mana kita jauh dari Tuhan, semangat pelayanan kita tidak lagi berkobar, bahkan mungkin ada yang sampai mempertanyakan, buat apa saya melayani Tuhan? Benarkah saya dipanggil jadi Hamba Tuhan?

Ada banyak penyebab kita jatuh ke dalam krisis rohani. Mungkin karena relasi kita yang kurang baik di ladang pelayanan, mungkin hati kita tersakiti entah oleh jemaat atau hamba Tuhan, kita jatuh dalam dosa, jalan hidup yang kita pilih ditentang oleh orang-orang terdekat, mungkin pasangan kita, atau orang tua kita. Lantas, ketika berada dalam situasi seperti itu, apa solusinya?

Saya ingin mengajak kita merenungkan hal ini dengan belajar dari Nabi Elia di perikop 1 Raj. 19:1-8. Pasal 19 ini merupakan kelanjutan dari pasal sebelumnya. Pasal yang menggambarkan ada begitu banyak yang dilakukan Elia:

  1. Dia menentang dan mengalahkan 450 nabi Baal
  2. Dia berdoa agar hujan turun untuk mengakhiri kekeringan.
  3. Dia berlari mendahului Ahab ke Yizreel.

Pada pasal 19 kita melihat Elia yang “berbeda”. Apakah Izebel lebih hebat dari nabi-nabi Baal? Mengapa Elia sangat takut? Ketakutan Elia terlihat sangat tidak masuk akal. Di ayat 2 diceritakan bagaimana Izebel kemudian menyuruh suruhannya, untuk mengancam Elia. Dan dampaknya sungguh mengherankan, Elia yang sebelumnya tampil luar justru ketakutan bukan main dan ia “bangkit dan pergi menyelamatkan nyawanya”. Dia pergi sampai jauh ke padang gurun berjalan seharian, lalu duduk di bawah pohon arar dan mengeluh dan ingin mati. “Ya Tuhan ambillah nyawaku sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku.” (ay 4)

Yang kita lihat saat ini adalah contoh kasus krisis rohani yang hebat, yang bahkan bisa menimpa seorang tokoh besar dalam Alkitab. Mengapa?

Kita tidak tahu ada berapa lama waktu sejak Izebel mengeluarkan Ancamannya sampai ketika Elia mengalami krisis yang hebat itu. Tapi satu hal yang berbeda adalah, tidak ada firman Allah yang datang kepadanya atau kuasa Allah hadir, seperti yang bisa kita lihat di 1 Raj. 17:2,8, 18:1,36-37, 46. Ada kemungkinan bahwa persekutuan Elia dan Tuhan sedang renggang-renggangnya. Sehingga ketika ancaman itu datang, focus Elia bukan pada TUhan tapi pada ancaman itu sendiri. Akibatnya, ketakutanlah yang datang.

Kalau Elia saja bisa mengalami krisis seperti itu, tentu kita juga bisa. Sebab Elia dan kita sebetulnya tak jauh berbeda. Sama-sama manusia. Seperti kata Yakobus di Yak. 5: 17: “Elia adalah manusia biasa sama seperti kita”.

Saya pernah berada dalam krisis rohani yang luar biasa. Mungkin di antara kita juga pernah punya pengalaman yang sama. Lantas bagaimana cara Elia keluar dari masalah itu? Kita bisa belajar setidaknya tiga hal dari Elia:

1. Berhenti berlari dan datang kepada Tuhan
Di ayat 4 disebutkan bahwa Elia kemudian berhenti dari pelariannya lalu duduk di bawah pohon arar. Di situ dia bicara kepada Tuhan. Ucapannya memang berisi keluhan. Tapi setidaknya berbeda ketika sebelumnya dia hanya berlari dan berlari, menganggap bahwa pergi jauh akan menyelesaikan persoalan.
Dalam krisis rohani kita, kita tidak boleh terus lari. Pelarian tidak akan menyelesaikan apa-apa. Kita perlu berhenti dan datang kepada Tuhan. Mungkin isi doa kita pada awalnya haya keluhan-keluhan, tapi percayalah itu lebih baik daripada kita hanya berlari dan berlari, meninggalkan gereja, meninggalkan pelayanan.

2. Fase Pemulihan
Di dalam kelelahannya dan keputusasaannya, Elia kemudian tertidur. Apa artinya tidur? Tidur adalah fase pemulihan. Ketika kita kelelahan, tidur adalah penawar yang luar biasa efektif. Pada fase tidur, denyut jantung dan pernafasan kita melambat. Pada fase tidur tubuh mulai perbaikan dan pertumbuhan jaringan kembali, kekuatan otot dan tulang dibangun kembali dengan meningkatnya pasokan darah ke otot, dan system imun atau kekebalan tubuh kita semakin diperkuat. Energi pun dipulihkan.

Apa artinya tidur dalam masa krisis ini? Ini adalah fase pemulihan kita. Kita awali dengan membereskan segala masalah. Ada banyak caranya, mulai dari memperbaiki relasi kita dengan Tuhan, kemudian mendatangi orang yang bermasalah dengan kita dan mengampuni dia, sampai mungkin kita perlu melakukan konseling bagi diri kita sendiri. Ketika diri kita sendiri sudah pulih, maka kita akan masuk kepada fase terakhir, yaitu hadirnya kekuatan baru.

3.Kekuatan Baru
Dalam kisah Elia kita mendapati bahwa Malaikat Tuhan sendiri datang dan memberikan makanan kepadanya sehingga Elia kemudian mendapatkan kekuatan baru bagi tubuhnya. Kekuatan yang memungkinkan dia berjalan 40 hari 40 malam ke Gunung Horeb, ke Gunung Allah, di mana Allah kemudian menyatakan diriNya kepada Elia. Luar biasa bukan?

Ketika segala sesuatu sudah dibereskan, relasi dengan Allah juga kembali pulih, maka kita akan mendapatkan kekuatan baru, semangat baru, dalam pelayanan kita. Bahkan mungkin kita akan mendapati sesuatu yang luar biasa terjadi dalam pelayanan kita. Amin?

Buat saya, krisis kadang-kadang perlu untuk meluruskan kembali motivasi dan pelayanan kita. Tapi memang tak semua orang mendapat hak istimewa untuk mengalami sampai sejauh Elia, yang bahkan ingin mati saja. Kalau kita menjadi salah satu di antaranya, mari kita belajar dari kisah Elia.

Semoga pada Natal tahun ini, kita mengalami pemulihan Tuhan. Amin.

Kado Natalmu, Mewakili Isi Hatimu

Film lama, Little House on the Prairie adalah sebuah tayangan serial drama televisi Amerika, tentang keluarga Ingalls yang tinggal di sebuah pertanian di Minnesota, pada tahun 1870an.

Dalam sebuah seri dalam film Little House on the Prairie, ada sebuah kisah yang mengharukan buat saya.

Menjelang natal, keluarga Ingalls sibuk.
Mary, mendadak sibuk dengan waktu di luar rumah, untuk membantu seorang ibu tukang jahit yang sudah tua, tanpa bayaran, katanya untuk menambah pengetahuan. Belakangan ketahuan, rupanya diam-diam Mary belajar menjahit kemeja untuk hadiah natal ayahnya.

Diam-diam, Laura menjual kuda poni-nya untuk membeli kompor masak untuk ibunya. Laura menukar kudanya dengan kompor di toko ayah Nellie, Mister Nels. Nellie menginginkan kuda itu untuk hadiah natalnya.

Kompor masak besar itu dibungkus dan dikirim dengan paket besar ke rumah keluarga Ingalls malam hari sebelum Natal, dan dengan ketentuan, karena sebagai kejutan, tak boleh dibuka hingga besok paginya, di pagi hari Natal. Anak-anak sangat penasaran. Itu kado siapa, untuk siapa, dan isinya apa. Tapi tak seorangpun boleh membukanya.

Tak hanya anak-anak, rupanya ibunya, Caroline juga penasaran, tidak sabar, malamnya sampai tidak bisa tidur, ingin tahu kado besar apa isinya dan dari siapa untuk siapa. Suaminya, Charles sampai tertawa, berkata: Kamu lebih-lebih daripada anak-anak rasa penasarannya.

Yang tak diduga, ketika tiba saatnya bertukar kado natal, rupanya Charles membelikan sadel untuk kuda poni Laura. Hal ini sungguh membuat sedih. Sebab Laura sudah tak lagi memiliki kudanya.

Ibunya juga rupanya sudah menyiapkan kado natal untuk bapaknya, tetapi terpaksa diam-diam menyimpannya kembali, karena sama dengan kado yang diberikan oleh Mary pada ayahnya. Kemeja yang serupa.

Yang paling megharukan adalah ketika ibu mereka, Caroline, mengetahui kado kompor untuknya. Kuda poni Laura ditukar untuk kompor besar itu.

Hati ibu mana yang takkan meleleh melihat kejutan dan pengorbanan yang luar biasa dari seorang anak, seperti itu?

Laura yang masih sekecil itu, sadar ibu mereka butuh kompor untuk memasak bagi semua anggota keluarga. Dia mengorbankan hal yang paling disukainya untuk kepentingan semua anggota keluarga.

Sangat mengharukan melihat keluarga ini berusaha memberikan hadiah terbaik untuk keluarga, orang yang mereka kasihi. Mengorbankan tenaga, usaha, dana, bahkan hal yang paling mereka cintai,

seperti kuda poni Laura. Luar biasa semangat natal dan semangat mengasihi mereka!

Semoga kita semua memiliki semangat natal yang sama, memberikan hadiah terbaik dari diri kita untuk orang yang kita kasihi, seperti Yesus, yang lahir dan mati, dan bangkit, yang telah lebih dulu memberikan teladan dengan memberikan hadiah terbaik untuk kita, yaitu: nyawaNya.

Apa kado natal anda untuk Yesus tahun ini?

*-*

Boxing Day, Perayaan Natal ala Liga Inggris

Jika kegiatan di seluruh dunia seperti sedang rehat karena libur Natal dan Tahun Baru, kompetisi Premier League atau Liga Utama Inggris justru bergulir pada 26 Desember dan sering kali menyajikan laga-laga panas bagi para penggemar sepakbola.

Laga sehari setelah perayaan Natal ini biasa disebut dengan laga Boxing Day. Memang Boxing Day masih sangat berkaitan dengan Natal.

Publik Inggris telah mengenal Boxing Day jauh sebelum Premier League atau Liga Primer Inggris digelar. Menurut sejarah, Boxing Day dipopulerkan pada pertengahan abad ke-19, saat masa pemerintahan Ratu Victoria. Perayaan ini dikhususkan bagi para penduduk golongan bawah atau para pelayan yang selama satu tahun melayani majikan mereka.

Setelah melayani sang majikan pada hari Natal, keesokan harinya para pelayan tersebut mendapat jatah libur plus menerima berbagai hadiah yang pada saat itu umumnya berbentuk kotak persegi (box) yang diberikan majikan-majikan mereka. Hadiah tersebut beragam, bisa berupa pakaian, makanan, buah-buahan atau bahkan uang.

Karena hadiah yang diberikan juga berbentuk kotak, maka tradisi ini kemudian akrab disebut Boxing Day. Di beberapa negara, seperti Selandia Baru, Australia dan Kanada, perayaan ini juga akrab disebut Stephens Day.

Tradisi asli negara-negara asal Britania ini hingga kini masih dipertahankan. Namun seiring perkembangan zaman, tradisi ini pun bergeser, namun tetap memiliki makna yang sama.

Sebagai contoh, kini banyak gereja-gereja memanfatkan momen Boxing Day sebagai hari untuk membagikan sumbangan kepada kaum miskin. Intinya, Boxing Day menjadi hari untuk saling memberikan hadiah kepada orang lain, baik orang yang disayang, dikenal atau sebagai sikap dermawan kepada orang lain.

Di masyarakat Inggris, Boxing Day juga dirayakan dengan cara berkumpul bersama keluarga, teman, bertukar kado atau bahkan bersama-sama menyaksikan pertandingan sepakbola. Pada hari ini perkantoran umumnya diliburkan, namun pertokoan seperti mall tetap buka dan menjual barang-barang hadiah yang tentunya dengan harga diskon.

Begitu juga di sepakbola, Boxing Day memang tidak dirayakan dengan membagi-bagi hadiah secara laingsung. Akan tetapi, publik Inggris tetap menyelenggarakan pertandingan pada satu hari setelah Natal ini dengan maksud yang sama.

Setiap kontestan di Premiership umumnya bertanding untuk memberikan kado berupa kemenangan bagi para pendukungnya. Oleh karena itu pada ajang Boxing Day, kompetisi Premier League tetap bergulir. Semua tim bakal menjalani pertandingan guna mempersempahkan kado kemenangan bagi fansnya.

Klub tertua di dunia dan tertua kedua di dunia, Sheffield FC dab Hallam FC, pernah saling bertandingan pada Boxing Day. Tradisi pertandingan sepak bola pada Boxing Day kemudian dilanjutkan di Football League ketika masih memainkan 22 laga semusim pada 1888/1889 ketika Preston North End mengalahkan Derby Country 5-0 yang digelar sehari setelah Natal.

Pada Boxing Day, seluruh pertandingan Liga Premier akan dilaksanakan serempak. Ini berarti 10 pertandingan akan dihelat di hari yang sama.

Hal ini membuat Boxing Day begitu spesial di kalangan penggemar sepakbola, khususnya di Inggris. Boxing Day ibarat perayaan Natal dengan gaya khas sepakbola di Inggris.

 

Disadur dari berbagai sumber

Foto: fourfourtwo.com

Antara ‘Memperanakkan’ dan ‘Melahirkan’

Rentetan panjang kata memperanakkan mendominasi pembukaan kitab Matius. Abraham memperanakkan Ishak, Ishak memperanakkan Yakub, dan seterusnya sampai Matan memperanakkan Yakub. Yakub memperanakkan Yusuf.

Dan yang menarik adalah rentetan itu tidak berlanjut dengan Yusuf memperanakkan Yesus. Melainkan ditulis sebagai berikut: ‘Yakub memperanakkan Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus.’ (1:16).

Jadi Yesus tidak diperanakkan sebagai buah kandungan suami-istri, tetapi dilahirkan Maria.

Tentu saja hal ini  bukan kekhilafan Matius sang penulisnya, melainkan ungkapan apa adanya yang dia ketahui tentang kelahiran Yesus. Ini juga pasti mengundang tanya pembaca original waktu itu. Pembaca butuh penjelasan selanjutnya.

Itu sebabnya Matius memberi penjelasan lanjutan tentang hal ini. Maka Matius menulis, ‘Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu itu ……’ (1:18-25).

Yusuf tidak memperanakkan Yesus, melainkan Yesus Kristus dilahirkan Maria. Roh Kuduslah yang membuat Maria mengandung. Itu sebabnya Kristen percaya bahwa Yesus Kristus memiliki dua natur, yaitu natur ilahi dan insani. Kristus datang kedunia ini ‘..untuk menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.’ (1:21).

Selamat Natal.

Is This Christmas Really My CHRISTmas or Only Christmas Without Christ? (Part II)

Apakah benar selama ini aku telah merayakan kelahiran-Nya? Apakah ternyata selama ini aku merayakan Natal tanpa kelahiran Sang Mesias tersebut di hatiku?

Tuhan terus mengingatkanku tentang pentingnya memiliki hubungan baik dengan Dia. Kali ini Tuhan menegurku juga lewat evaluasi kepanitiaan yang aku pegang di natal ini.

Tanpa aku sadari, ternyata selama ini aku telah mencuri kemuliaan Allah yang  telah menganugerahkan pelayanan itu kepadaku, dan aku juga kehilangan makna natal itu di dalam hatiku.

Apakah artinya natal, tanpa lahirnya Sang Juruselamat di hatiku?  Apakah natal hanya berarti kemewahan? Pohon Natal? Pernak-pernik natal? Acara Natal yang sukses dan diakui keren oleh teman-teman dari gereja/persekutuan lain? Ataukah natal hanya menjadi ajang untuk tukar kado dan pamer baju serta pernak-pernik baru? Ke mana kesederhanaan natal yang Yesus ajarkan?

Tuhan Yesus lahir di kandang domba yang hina, hanya dengan sebuah palungan dan hanya  ditemani oleh Maria dan Yusuf. Hanya sebuah kesederhanaan yang Ia bawakan dalam kelahiran Sang Mesias Yang Agung, tanpa ada baju baru, pernak-pernik, dan kemewahan.

Bahkan Ia tidak lahir dalam sebuah hotel ataupun rumah, tapi di kandang domba. Tempat yang sangat sederhana untuk kelahiran seorang Raja.

Tapi itukan 2000 tahun yang lalu? Berbeda dengan zaman sekarang, yang serba modern dan canggih. Iya, memang benar itu 2000 tahun yang lalu, memang benar pula zaman itu berbeda dengan zaman sekarang.

Namun, apakah ada perbedaan tujuan kelahiran Yesus ke dunia ini 2000 tahun yang silam dengan sekarang? Apakah Yesus lahir 2000 tahun yang silam hanya untuk mengajarkan kesederhanaan, dan Yesus yang lahir masa kini mengajarkan kemewahan? Atau apakah Yesus lahir 2000 tahun yang silam hanya untuk diketahui orang-orang majus dan gembala, dan Yesus lahir pada masa kini agar semua orang dapat membeli baju baru, menghias rumah/gereja dengan pohon natal, dan membeli pernak-pernik lainnya?

Jawabannya adalah TIDAK. Ia lahir 2000 tahun yang silam untuk menebus dosa-dosa kita dahulu, sekarang, dan yang akan datang. TIDAK ADA YANG BERUBAH DARI TUJUAN YESUS LAHIR KEDUNIA INI 2000 TAHUN YANG LALU SAMPAI SEKARANG.

Perlu sekali bagi kita untuk terus mengingat akan rema ini. Dan tentu saja ini adalah moment yang  tepat untuk bertanya pada diri kita sendiri,“ APAKAH BENAR YESUS TELAH LAHIR DI HATIKU ATAU SELAMA INI AKU HANYA IKUT-IKUTAN MERAYAKAN  NATAL SEBAGAI TRADISI TAHUNAN?” Cobalah untuk merefleksikannya sejenak dan Tuhan akan berbicara pada kita.

Seiring dengan perkembangan zaman, makna natal pun makin kian teriris dan bahkan tergantikan maknanya dengan kebudayaan-kebudayaan serta tradisi-tradisi buatan manusia. Hal ini merupakan pengalaman yang Tuhan boleh izinkan terjadi dalam hidupku.

Begitu banyak acara natal yang ku hadiri, begitu banyak perayaan natal yang hebat dan dibelakang acara natal yang hebat itu pasti ada sebuah kepanitiaan yang menyusun rangkaian acara ini.

Kepanitiaan yang hebat pasti terdiri dari orang-orang hebat dan berkomitmen dalam pelayanannya dan aku tergabung dalam panitia yang hebat tersebut.

Beberapa hal yang aku pelajari, seberapa hebat pun kita, kita harus tetap berhati-hati terutama pada saat kita melayani Tuhan dalam sebuah acara. Karena tanpa kita sadari sering kali kita menjadi orang-orang Farisi, menganggap diri paling benar, dan menganggap semua pelayanan kita harus terlihat hebat di depan orang lain (misalnya: acara ibadah dan perayaan natal).

Kita lebih mementingkan pujian orang lain akan kehebatan acara kita, bukan pujian yang dari Tuhan, dan lebih parahnya lagi terkadang kita tidak sadar bahwa kita telah mencuri kemuliaan Tuhan dan menggantikannya dengan memuliakan diri sendiri.

Hal ini sangat rawan terjadi bagi kita para panitia dan pelayan ibadah. Dosa kesombongan yang sering kali menguasai hati manusia, untuk itulah maka setiap hari kakak rohani atau pun saudara kita yang seiman selalu mengingatkan kita untuk tetap menjaga hubungan dengan Allah, agar kita tidak terjatuh dalam dosa kesombongan itu.

Kita adalah pelayan Allah, kita melayani Allah jangan sampai kita mencuri sedikitpun kemuliaan Tuhan kita.

Selain itu, hal terpenting yang harus kita evaluasi sebelum, sewaktu, dan sesudah acara berlangsung adalah motivasi hati kita, tujuan kita melakukan ini semua. Memang penting bagi kita untuk evaluasi teknis acara kita, namun lebih penting lagi agar kita tetap mengevaluasi hati kita juga, bukan hanya hal teknis saja.

Ingat Tuhan selalu melihat hati kita. Apakah kita melakukan ini semua untuk kehebatan diri sendiri? Pengakuan orang lain? Atau kita telah melakukannya untuk Bapa sebagai ucapan syukur kita atas kasih-Nya yang besar?

Itulah sedikit pengalaman berharga yang aku pelajari.

Kembali ke pertanyaan awal lagi apakah benar selama ini aku telah merayakan kelahirannya? Apakah ternyata selama ini aku merayakan Natal tanpa kelahiran Sang Mesias tersebut di hatiku?

Jawabannya adalah YA. Selama ini aku hanya merayakan natal tanpa turut memaknai kelahirannya di hatiku. Namun, aku sungguh mengucap syukur ketika Tuhan masih mau menegurku lewat Firman dan pengalaman serta perenunganku saat bersamaNya. Aku benar merasakan kasihNya dalam natal tahun ini.  Kasihnya begitu besar dan Ia sungguh Allah yang setia!

Pada saat natal ini, tidak ada salahnya apabila kita kembali merenungkan dari sekian banyak perayaan natal yang mungkin kita hadiri, atau bahkan mungkin kita adalah salah satu panitia pelaksana acara tersebut, “ APAKAH BENAR YESUS TELAH LAHIR DI HATIKU ATAU SELAMA INI AKU HANYA IKUT-IKUTAN MERAYAKAN  NATAL SEBAGAI TRADISI TAHUNAN?”

Tidak ada salahnya untuk mengecek dan merefleksikan semua motivasi yang telah kita lakukan, dan jika memang salah, akuilah karena Dia adalah kasih dan maha Pengampun, dan kita akan beroleh pengampunan dan lebih dibentuk lagi.

Kiranya melalui perayaan natal tahun ini, kita dapat lebih memaknai pentingnya Yesus lahir dan berkuasa dalam hati kita. Bukan hanya sekadar mengejar tradisi, baju baru, pernak-pernik, atau tukaran kado dengan orang terkasih. Memang tidak ada salahnya melakukan hal seperti itu, sangat-sangat tidak salah, namun, jangan sampai makna natal sebenarnya tergantikan dengan hal seperti itu.

Tetap waspada dan berdoa, karena Iblis adalah raja penipu yang selalu punya banyak cara untuk menipu kita dan membuat hubungan kita dengan Allah menjadi buruk. Dan ingatlah untuk tetap merenungkan: “SUDAHKAH YESUS LAHIR DI HATIKU ATAU SELAMA INI AKU HANYA IKUT-IKUTAN MERAYAKAN  NATAL SEBAGAI TRADISI TAHUNAN?”

Selamat Natal Tuhan Yesus memberkati ☺

Is This Christmas Really My CHRISTmas or Only Christmas Without Christ? (Part I)

This is December ! Merry Christmas !!

Natal adalah moment yang ditunggu-tunggu oleh umat Kristiani di seluruh dunia, dan tentu saja aku termasuk dalam kumpulan orang-orang yang menantikan natal ini. Tahun 2016 ini adalah ke 20 kalinya aku merayakan natal semenjak Tuhan menghadiahkanku untuk kedua orangtuaku dan orang-orang disekelilingku.

Sama dengan tahun sebelumnya, aku merayakan natal tahun ini jauh dari keluarga inti. Aku merayakan natal bersamaan dengan abangku di kota metropolitan ini. Bagaimana rasanya merayakan natal jauh dari keluarga? Hmm, jangan tanyakan karena rasanya benar-benar membingungkan.

Baiklah, kali ini aku ga akan menceritakan tentang gimana rasanya natalan tanpa keluarga, tapi hal yang jauh lebih penting dari itu, apakah ternyata selama ini kita merayakan Natal tanpa kelahiran Sang Mesias tersebut di hati kita?

Jleeb.. ! Namun, itulah makna natal yang tahun ini aku dapatkan dari Tuhan sepanjang tahun ini. Bisa dikatakan, tahun ini adalah tahun yang cukup berat bagiku. Namun, di tengah- tengah pergumulan dalam hidupku sepanjang tahun ini, Tuhan benar-benar mengajarkanku betapa pentingnya Dia dalam hidupku, bukan hanya bagiku bahkan bagi kita semua juga.

Semua diawali ketika aku merasa baik-baik saja dengan up and down kehidupan rohaniku. Aku melayani di kampus, gereja, dan bahkan di keluargaku dengan kondisi yang up and down dalam hal keintiman dengan Tuhan (re : Saat Teduh, Doa, dan Penyembahan), dan aku merasa baik-baik saja dengan hal tersebut.

Tidak ada yang salah. Hingga akhir-akhir ini aku menyadari bahwa sebenarnya aku sedang dalam keadaan TIDAK baik-baik saja.

Terkadang dalam hidup kita,seperti dalam hidupku, kita merasa melayani Tuhan di kampus, di gereja, atau di manapun itu sudah cukup untuk menyenangkan-Nya. Namun ternyata salah besar!

Aku ditegur akan hal ini lewat Firman Tuhan yang menyapaku beberapa hari kemarin yaitu dari Kitab Yeremia 1: 16 “Maka Aku akan menjatuhkan hukuman-Ku atas mereka, karena segala kejahatan mereka, sebab mereka telah meninggalkan Aku, dengan membakar korban kepada allah lain dan sujud menyembah kepada buatan tangannya sendiri”.

Dan Yeremia  2: 11 ”Pernahkah suatu bangsa menukarkan allahnya meskipun itu sebenarnya bukan allah? Tetapi umat-Ku menukarkan Kemuliannya dengan apa yang tidak berguna”.

Ayat ini benar-benar mengingatkanku, karena terkadang tanpa kita sadari kita telah meninggalkan Allah dan membakar korban kepada allah lain (pelayanan, study, percintaan, dsb) yang merupakan buatan tangan kita sendiri.

Terkadang tanpa kita sadari, kita telah menyembah allah lain tersebut dengan cara memberikan yang terbaik, mengorbankan segala sesuatunya dan bekerja keras untuk hal itu TANPA mengingat hubungan pribadi kita dengan Tuhan yang sebenarnya, dan dari Yeremia 2 : 11 kita melihat bahwa Allah pun merasa demikian kepada kita.

Ketika membaca Yeremia 2 : 11, aku benar-benar merasa tertegur dan merasa betapa Allah kecewa terhadap diriku selama ini, terutama di saat aku merasa “baik-baik” saja dengan up and downnya hubunganku dengan Allah.

Selain itu, Allah juga menegurku lewat kepanitiaan natal yang selama ini aku pegang. Aku melakukan semua yang aku bisa untuk kepanitiaan ini, aku mengorbankan banyak hal dalam kepanitiaan ini, dan aku mengganggap ini adalah korban bakaranku untuk Allah.

Namun, ternyata kembali lagi, aku tidak mengingat betapa hubungan pribadi dengan Tuhan itu sangat-sangat penting dibanding dengan korban bakaran yang kuberikan tanpa pengenalan yang baik akan Dia.

Aku ditegur kembali lewat Firman Tuhan dalam Hosea 6: 6 “Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran”.

Ayat ini juga jelas-jelas mengingatkanku bahwa semua yang kulakukan, semua yang aku anggap pelayanan untuk Tuhan, tanpa pengenalan yang baik akan Dia bukan merupakan kesenangan bagi Allah.

Dalam hal ini aku diingatkan kembali ketika aku merasa “baik-baik saja” saat kehidupan rohaniku up and down, berarti di saat itu juga sebenarnya aku sedang TIDAK baik-baik.

Aku telah merayakan beberapa natal baik itu di kampus, ataupun di gereja dengan keadaan yang seperti itu. Refleksiku untuk diriku sendiri adalah apakah benar selama ini aku telah merayakan kelahirannya? Apakah ternyata selama ini aku merayakan Natal tanpa kelahiran Sang Mesias tersebut di hatiku?

Bunda, Kau Manusia Paling Bahagia

Saban Natal, salah satu kisah yang selalu menarik untuk jadi inspirasi hidup adalah kisah Bunda Maria. Dialah manusia paling bahagia sepanjang abad dan zaman.

Memang luar biasa, bagaimana seorang Maria nan sederhana, dipakai Tuhan untuk mengandung PuteraNya.

Saya pernah menulis lagu untuk sebuah drama rohani beberapa tahun lalu, yang terinspirasi dari nyanyian Maria di kitab Lukas 1.

Pada ayat 48, Maria bernyanyi: “…sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia…”

Yes.. Maria adalah sosok yang berbahagia. Jutaan bahkan miliaran manusia hingga abad ini telah menyatakan demikian.

Tapi siapa bilang kebahagiaan itu datang begitu mudah? Kalau kita telaah lagi kisah Maria, Natal pertama terjadi setelah pergumulan, yang saya yakin, sangat berat.

Sebagai seorang Yahudi, Maria dan tunangannya sangat tahu apa hukuman bagi mereka yang ketahuan mengandung sebelum menikah.

Kalau kita renung-renungkan, secara logis, ya sangat mungkin seorang Maria akan merasa ketakutan. Khawatir.

Anugerah Tuhan yang menitipkan inkarnasinya di tubuh manusia Maria secara logis bisa berakhir jadi aib memalukan. Bagi Maria dan seluruh keluarganya. Bahkan juga terhadap Yusuf dan keluarganya.

Tapi kenapa ketakutan dan kekhawatiran itu tak berakhir dengan hal yang tragis dan menakutkan?

Sebab ‘penitipan’ Yesus di tubuh Maria adalah karya Roh Kudus. Yesus menjalani proses dari embrio menjadi bayi dan kemudian lahir, bukan atas dasar pembuahan manusia.

Karena itulah, seluruh proses Natal, sebagaimana yang telah dinubuatkan beratus-ratus tahun sebelumnya, dikawal bener oleh Tuhan sendiri.

Itulah hal yang ingin diingatkan oleh Tuhan pada Maria, sehingga di awal sekali perjumpaan malaikat Tuhan dengan Maria, malaikat itu berkata, “Jangan takut…”

Lalu di bagian-bagian akhir Tuhan menyampaikan apa sesungguhnya yang terjadi dan mengapa itu bisa terjadi pada Maria:

Jawab malaikat itu kepadanya: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.

Memang kalau kita pikir-pikir, tipis sekali batas antara berkat dan risiko yang mungkin kita terima. Tapi itulah gunanya kita beriman, bukan? Untuk percaya, bahwa seluruh prosesnya dikawal oleh Tuhan.

Selamat Hari Natal!!

Kisah Sepatu Kebanggaan untuk Merayakan Natal

Ini sekeping kisah ketika aku mulai memasuki remaja, kelas 1 SMA, sebelum merantau. Saat mulai bercelana panjang bila ada acara “resmi,” di luar seragam sekolah.

Saat itu, bisa memiliki celana panjang dan sepatu kulit dengan hak tebal/tinggi, merupakan suatu kebanggaan. Itu barang memang termasuk sulit dimiliki masa itu karena keadaan ekonomi umumnya masyarakat di kampungku.

Akupun telah lama membujuk inong (emak) agar dibeli (kami beli di Siantar), semacam hadiah Natal–apalagi aku akan segera berurbanisasi ke Jakarta–dan juga celana panjang bermodel cutbray yang lagi trend (yang ini dijahit Amco Taylor yang saat itu paling top), macam pemain band; model yang diilhami para musikus rock Barat yang kemudian ditiru para pe-band di berbagai negara, termasuk Indonesia. Gambar atau poster pemusik (band) hampir semua bermodel cutbray dengan sepatu berhak tinggi. Saat itu sungguh keren, namun kini…amit-amit deh 😀

Malam sekitar pkl 8, aku berniat melihat acara perayaan Natal praremaja (SMP) di HKBP Pangururan (gareja bolon). Jaraknya sekitar 2 km dari rumah. Dengan mantap aku berjalan, mengenakan kemeja ketat, celana cutbray, dan sepatu macam milik pemain band itu. Ditopang tubuhku yang slim dan rada atletis :-p , rasanya mirip dengan satu pemain band Freedom, band dari kota Malang (bila tak salah), yang pernah kulihat di majalah Aktuil.

Karena sepatu berhak tinggi dan belum biasa, aku harus melangkah dengan pelan sambil menjaga keseimbangan tubuh, supaya stabil dan tak oleng macam truk kelebihan muatan 😀   Berat juga, dan tak nyaman sebenarnya. Namun, demi penampilan atau gaya, aku paksakan. Gereja masih jauh, malam lumayan terang dengan taburan gemintang di langit, udara dingin ditiupkan angin dari pegunungan dan danau.

Saat di depan rumah Farel Naibaho (ibunya kupanggil inanguda) dekat simpang empat, tiba-tiba sekawanan anjing menggonggong dan siap menerkam. Sontak aku panik dan takut. Kawanan anjing itu makin kompak dan hendak mengejar. Puk***lah!

Seketika aku balik badan dan berlari, namun karena sepatuku berhak tinggi jadi membuatku oleng dan akhirnya jatuh ke aspal jalan raya. Segera aku bangkit dng meninggalkan sebelah sepatu, lari sekencangnya ke arah rumah (Tajur). Eh, anjing-anjing lain milik orang Tangsi, ikutan pula menyalak dan mau mengejar. Aku makin kalap dan sambil berlari seperti pelari Olimpiade memegangi sebelah sepatu.

Tiba di depan rumah dengan nafas ngos-ngosan, selanjutnya terduduk di teras sambil melap keringat yang deras mengucur.

Hah-huh-hah!

Aku geram betul pada kawanan anjing sialan itu, terutama karena memikirkan nasib sebelah sepatu kebanggaan itu. Tak berani kembali ke lokasi utk mengambil karena takut diserbu lagi.

Esoknya, pagi sekali, aku ke sana mencari sebelah sepatu yg kubanggakan itu, namun tak ada. Kayaknya sudah dijadikan mainan oleh kawanan anjing-anjing kampret itu, digigit-gigit, diperebutkan, sampai acak-acakan karena bentuknya yg mungkin unik dan aneh bagi mereka: dikira kali baby-nya ikan paus. :-p

Sampai sekarang, kalo kuingat itu, dendam dan amarahku kembali membara pada anjing-anjing sialan itu. Gagal tampil modis macam pemain band, yang mestinya bisa menarik perhatian teman-teman remaja wanita dan pria, kehilangan pasangan sepatu kebanggaan pula. Sial kali kurasa. Mau nangis rasanya bila teringat. 🙁

Hahahahaha

Sederhananya Kebahagiaan Natal buat Anak-anak

Natal kali ini agak berbeda.
Biasanya anak-anak akan datang ke rumah neneknya (mertua saya) untuk mengambil kado natal. Kalau nenek dari pihak saya (ibu saya), biasanya hanya akan memberikan amplop untuk mengisi tabungan cucu-cucunya. Ibu mertua saya lebih kreatif. Jauh-jauh hari beliau sudah akan mencari bocoran kira-kira kado natal apa yang diinginkan cucu-cucunya, dan mempersiapkannya.

Sayangnya, beliau sudah tidak di dunia ini lagi. Itu yang membuat hari natal kini berbeda.

Setiap malam natal, kami akan berkumpul di rumah mertua saya. Besok siangnya, habis dari gereja, kami akan ke rumah keluarga saya.

Di malam natal, kedua anak saya akan mengumpulkan sisa-sisa lilin dari gereja dan dibawa pulang ke rumah. Bersama sepupu-sepupunya mereka akan menyalakan lilin itu di sepanjang garasi rumah mertua saya, hingga lilin itu habis meleleh. Hal itu adalah sesuatu yang sudah mereka lakukan sekian lama dan entah apa asyiknya tapi mereka sangat menikmatinya. Sementara kami para orangtua sebentar-sebentar akan datang mengecek, takut rambut atau jari mereka terbakar.

Apa yang saya lihat dari hal ini adalah, betapa simpelnya arti kebahagiaan buat anak kecil.

Betapa sederhananya kebahagiaan itu buat anak-anak.

Lihatlah, hanya lilin-lilin kecil itu saja bisa membuat mereka asyik semalaman, lupa tidur dan tertawa-tawa. Saking asyiknya, seringkali jadi sulit sekali memanggil mereka ke ruang tengah untuk berkumpul, atau ke ruang makan untuk makan malam bersama, padahal ada banyak sekali makanan dan camilan enak kesukaan mereka.

Bayangkanlah, mereka yang biasanya tak bisa lepas dari ponsel, bisa lupa segalanya hanya karena bermain lilin itu. Dan tentu saja setelah keasyikan bermain lilin itu, mereka tetap akan sulit juga untuk disuruh membersihkan bekas sisa lelehan lilin itu, hahaha.

Tapi mereka merasa momen natal adalah momen yang menggembirakan, salah satunya karena permainan lilin itu. Momen itu adalah sesuatu yang mereka nantikan. Sementara kita para orangtua mungkin saking sibuknya, atau karena telah biasa, sudah lupa momen apa yang paling kita nantikan di hari natal. Baju baru? Tidak lagi. Makanan enak? Sudah biasa. Kumpul dengan keluarga? Sering banget. Apa dong?

Apa yang paling anda nantikan di hari natal?

-*-

Foto: Pixabay