Kisah ini sudah beberapa tahun terjadi. Saya teringat kembali karena ada kejadian serupa yang terjadi. Jadi, suatu kali di komplek sekitar tempat tinggal kami, ada seorang ibu yang menaruh tumpukan koran bekas di garasi rumahnya dan hilang begitu saja, hanya dalam hitungan jam, sebelum diangkut oleh tukang loak langganan yang sudah dipesan. Kebetulan tak ada orang di rumah.
Hal ini disampaikan ke wadah grup komplek, yang isinya ibu-ibu komplek tersebut. Yang menarik, dari sekian banyak komentar yang muncul, yang rata-rata bernada empatik, ada sebuah komentar yang agak sinis dan menyalahkan. Seorang ibu, sebutlah Nyonya X, mengatakan; Makanya Bu, sebaiknya koran bekas jangan ditaruh di depan rumah, lebih baik langsung bawa ke tempak loakan, karena selain terlihat tidak rapi di dalam komplek, juga mengundang maling.
Yang menjadi masalah dalam hal ini, komplek itu adalah komplek tertutup, sebuah hunian berkonsep taman, bertema townhouse yang hanya memiliki satu pintu masuk dan keluar, antar rumah tidak berpagar, dan ada sekuriti yang menjaga di depan komplek, sehingga tak ada tamu yang bisa masuk keluar dengan bebas. Artinya, mestinya hunian itu bebas maling. Sama halnya dengan barang seperti jemuran dan mobil di dalam garasi pun, tak harusnya mengundang maling, sebab itu harusnya adalah komplek yang aman, bebas maling. Jika koran bekas saja bisa hilang, barang lain pun bisa hilang.
Si ibu yang kehilangan koran ini merasa kurang puas dengan komentar Nyonya X, tapi dia tidak melanjutkan lagi pembahasan di dalam grup, karena dia memilih untuk tidak berdebat hanya karena masalah sepele seperti koran bekas.
Yang dia mau bahas di grup sebenarnya adalah topik keamanan, sebab bagaimana mungkin tumpukan koran sebanyak itu hilang tak bebekas dan tak ada yang tahu, bahkan para sekuriti yang selalu menjaga pagar kompleks dan meneliti siapa yang masuk dan keluar. Harga koran bekas itu tak penting bagi ibu itu. Dia hanya mau mengangkat pembicaraan soal ketidakamanan komplek, dan semua orang harus memikirkan jalan keluarnya bersama.
Setelah menyelidiki beberapa lama, ada dugaan yang mengambil koran itu adalah tukang sampah. Tapi si tukang sampah tidak mengaku dan tidak ada barang bukti. Lagipula si ibu itu sudah tak mempermasalahkan hal itu lagi, jadi dia tak lagi mau membahas hal tersebut. Dia sudah ikhlas.
Yang terjadi kemudian, adalah sebuah pelajaran berharga. Suatu sore ada pembicaraan hangat di grup. Ada maling di komplek. Ada yang kehilangan laptop dan ponsel yang ditaruh di meja kamar yang kebetulan dekat jendela.
Kebetulan, yang kehilangan ini adalah si Nyonya X.
Yang kemudian membuat si ibu (yang pernah kehilangan koran itu) ingin tertawa adalah, bagaimana dia sangat tergoda ingin berkomentar, walau tak jadi dia ucapkan: Makanya Bu, ponsel dan laptop sebaiknya jangan ditaruh di depan jendela rumah, lebih baik langsung dimasukin ke lemari, karena selain terlihat tidak rapi di atas meja, juga mengundang maling.
Kadang, orang memang tidak tahu mengucapkan hal yang tepat pada saat yang tepat.
Itu sebabnya lebih baik kita diam dalam menghadapi keadaan yang tidak kita mengerti sepenuhnya. Kadang orang memang tidak tahu tidak enaknya rasa dirugikan jika dia tidak berada di posisi yang sama. Dalam menyikapi masalah orang lain, sebaiknya memang kita lambat berkomentar, tapi cepat mendengarkan. Jangan cepat menuding, menyalahkan atau menghakimi. Sebab jika hal itu terjadi pada posisi kita, akan terasa lebih menyakitkan.
Seperti tertulis di Yakobus 1: 19, hai saudara-saudara yang kukasihi,
ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata,…
*-*