Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya (Yak. 5:16b).
‘Sangat besar kuasanya’ pada ayat ini sering ditafsirkan dengan pengabulan doa sesuai dengan apa yang diucapkan berdasarkan kebutuhan atau kepentingan si pendoa. Karena Allah maha kuasa maka Ia pasti dapat mengabulkan apapun permintaan si pendoa asal, pertama, yang berdoa itu orang benar, kedua, berdoanya dengan yakin.
Jadi bila ada orang kristen berdoa dan doanya tidak dikabulkan Tuhan, misalnya ketika berdoa untuk kesembuhan penyakitnya tidak terkabulkan, maka timbul pertanyaan, jangan-jangan si pendoa ada dosa-dosa tertentu yang belum beres, atau, mungkin juga si pendoa kurang yakin dalam doanya atau kurang beriman. Apakah ini tafsiran yang benar? Apakah cara menafsir seperti itu adalah tafsiran yang sehat?
Memang ayat di surat Yakobus ini bisa membawa kita kepada penafsiran seperti itu, karena setelah ayat ini diberikan contoh Elia yang berdoa menghentikan hujan, lalu hujan berhenti, lalu berdoa lagi untuk turun hujan, lalu hujan pun turun. Nah lihatlah Elia, dia berdoa dengan sungguh-sungguh dan apa yang didoakan menjadi kenyataan. (ayat 17-18).
Apalagi jika ayat ini dikaitkan dengan perkataan Yesus, “Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.” (Mar. 11:24). Maka tafsiran tentang arti ‘yakin’ dalam surat Yakobus, yakni pasti dikabulkan sesuai permintaan, seolah semakin bersinar kebenarannya. Dan kata ‘yakin’ dalam surat Yakobus disamakan dengan: ‘percayalah bahwa kamu telah menerimanya.”
Dengan pola menafsir seperti itu tidak heran bila ada seorang ibu yang anaknya sakit lalu ketika didoakan bukannya sembuh tapi malah meninggal, maka si ibu dan mungkin anaknya juga akan dihakimi sebagai orang yang kurang beriman, atau ada dosa-dosa tersembunyi yang belum dibereskan. Penghakiman yang sama akan terjadi juga pada seseorang yang ketika berdoa usahanya supaya maju, ternyata malah bangkrut. Inilah akibat cara menafsir Alkitab yang tidak sehat.
Sekarang coba kita ambil tokoh Paulus. Tiga kali ia berdoa kepada Tuhan agar gangguan Iblis dihentikan (2 Kor. 12:7-8). Dalam kasus doa Paulus ini tentu saja kita tidak akan mempertanyakan apakah dia orang benar atau bukan, karena dia adalah Rasul; kita juga tidak akan meragukan apakah dia sungguh beriman atau tidak dalam doanya. Tetapi apa jawab Tuhan kepada orang benar yang sungguh-sunguh, sampai tiga kali, dalam doanya itu? “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.”
Amat jelas bahwa Tuhan tidak mengabulkan permintaan Paulus. Tetapi hal ini bukan karena Paulus kurang benar atau kurang beriman, tetapi karena Tuhan punya rencana atau cara atau maksud yang lain bagi Paulus. Dan atas jawaban Tuhan itu, bagaimana respons Paulus? ‘Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku (2 Kor. 12: 9)’.
Jelas sekali Paulus menyesuaikan hidupnya sesuai dengan jawaban Tuhan itu. Dari kasus Paulus ini bisa kita tarik pelajaran bahwa doa itu bukanlah memaksa Tuhan menyesuaikan diri dengan kehendak atau keingin kita, tetapi kitalah yang harus menyesuaikan diri dengan pimpinan dan rencana Tuhan. Ibarat garpu tala dan gitar. Gitarlah yang harus distem sesuai dengan garpu tala, bukan sebaliknya.
Ketika kita berdoa, silahkan uangkapkan segala permohonan kita. Seperti ajaran Paulus, “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.” (Fil. 4:6). Tetapi bersikap jugalah seperti Paulus ketika Allah berkehendak lain dari apa yang kita doakan. Doa kita bukan untuk mengubah Allah, melainkan menyerahkan diri kita untuk diubah Allah. Kitalah yang harus menyelaraskan diri dengan kehendak Allah, bukan sebaliknya.
Dalam berdoa kita harus yakin, itu benar sekali. Tetapi, yakin dalam hal apa? Keyakinan Paulus bukanlah yakin bahwa Allah pasti mengikut kehendaknya, atau mengabulkan apa yang didoakannya, melainkan ia yakin bahwa apapun jawaban Allah adalah yang terbaik bagi dirinya. Itulah isi keyakinan Paulus.
Doa orang benar dan yakin sangat besar kuasanya, itu benar sekali. Paulus mengalami kuasa Tuhan yang besar itu ketika ia menyesuaian dirinya dengan jawaban Tuhan. “Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.”
Paulus meneladani Kristus dalam doanya, “…tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” (Luk. 22:42).
-*-
Foto: Pixabay