Beberapa waktu setelah Pemerintah mengumumkan wabah Covid-19 resmi masuk ke Indonesia, di media sosial seorang teman memposting sebuah gambar pelangi di langit Jakarta. Saya suka caption-nya. ‘Semoga pandemi ini segera berakhir dan kita menyongsong hari esok yang lebih baik.’
Virus Corona telah memaksa kita berdiam di rumah, menjauh dari orang lain. Kita bagai dipaksa ‘bertapa’. Tak bisa bertemu kerabat atau sahabat, tak bisa pergi ke tempat-tempat hiburan, dan setiap saat dilanda rasa kuatir. Rasanya memang tidak nyaman. Tapi mari lihat sisi lainnya.
Hari-hari pertama tinggal di rumah, masih serasa libur atau sedang cuti. Beberapa hari berikutnya mulai terasa bingung. Setiap hari, karena semua anggota di rumah, rasanya senang tapi jadi lebih lelah. Rumah tak sempat rapi, makanan harus selalu tersedia, anak-anak juga banyak PR dari sekolah.
Minggu berikutnya, para Ibu sudah mulai bingung mau memasak menu apa. Tapi Ibu-ibu Indonesia memang luar biasa. Di media sosial bertebaran gambar hasil masakan. Seorang teman pebisnis, yang saya kira mengupas bawang pun tak bisa, ternyata bisa membuat masakan yang terbilang rumit. Yang terbiasa berparfum mahal, sekarang bau bawang dan asap di dapur. Yang biasa menenteng tas bermerk, sekarang selalu memakai celemek. Luar biasa.
Bagi yang kreatif, masa karantina ini memang bisa menjadi ajang mencoba resep-resep masakan baru. Teman saya bilang, setelah dua minggu, inilah rekor terlama dalam hidup dia tiap hari memasak di rumah dan tak pernah makan di luar. Lalu teman-teman lain yang tak pernah masak, mendadak jadi chef. Dan keluhan yang paling banyak, adalah, coba tebak…
(Berat badan meningkat!)
Mereka yang suka kerajinan tangan, kini jadi kreatif membuat karya, baik jahitan, berupa masker, sulaman, taplak, kain lap, dan lainnya. Bagi yang suka berkebun, saat ini pas untuk bercocok tanam sederhana, mulai menanam benih atau menata taman/pekarangan.
Untuk mereka yang suka membaca, karantina ini menjadi waktu yang memadai untuk menghabiskan bacaan favorit. Baik itu novel atau bacaan e-book. Mereka yang suka menonton film atau drama berseri, saat ini adalah waktu yang berlimpah untuk ikut baper-ria. Bagi yang hobi main ponsel, waktu luang digunakan main tebak-tebakan dengan teman-teman di dalam grup chatting. Dari mulai tebak-tebakan gambar, hitungan, menyusun puzzle huruf, hingga tebak muka artis lawas. Yang terakhir, bikin seorang teman terpingkal-pingkal, karena ada foto Rano Karno muda yang sangat tampan, hingga anaknya tidak percaya kalau itu Rano Karno, katanya.
Teman lain tak kalah kreatif, dia membuat hand sanitizer dan menjadikannya peluang bisnis. Juga seorang kerabat yang berjiwa sosial tinggi, sibuk mengajak teman lain mengumpulkan donasi untuk membantu kalangan yang terkena dampak Covid-19.
Selama karantina ini, kita jadi punya waktu lebih untuk melakukan hal-hal yang sebelumnya tak sempat kita lakukan. Baik itu olahraga bersama keluarga, beribadah di rumah, olahraga bersama, berjemur bersama (serasa di pantai, hehehe), makan pagi-siang-malam bersama, dan bisa melakukan hobi.
Seorang teman saya bahkan sempat menggunakan waktu untuk membongkar barang-barang lama, dan menemukan buku harian, koleksi prangko waktu remaja dan surat cinta dari bekas pacar. Seru, kan, jadi bisa nostalgia. Hehehe.
Dari semua kreatifitas itu, masa karantina ini adalah waktu yang paling menyenangkan bagi mereka yang hobi tidur. Seperti lagu lucu-lucuan: Bangun tidur, tidur lagi, kalau lupa, tidur lagiiii…
Tanpa kita sadari, semua itu adalah contoh sisi positif yang tak kita duga dalam masa pandemi ini. Jika orang bijak mengatakan, penderitaan itu baik buat kita, maka inilah salah satu contohnya. Kita menderita karena kuatir wabah Covid-19, karena ruang gerak kita terbatas, atau karena kehilangan orang yang dikasihi, atau karena jadi kekurangan mata pencarian, dan lain sebagainya.
Akan tetapi jika kita pikir lagi, dengan adanya peristiwa ini, kita dituntut menjadi pribadi yang lebih baik, lebih tangguh, lebih kuat dan lebih kreatif, serta lebih bersyukur.
Bagaimana kita tidak bersyukur, kita bisa menikmati waktu lebih bersama dengan keluarga. Kita ada waktu untuk berkreasi, menemukan kemampuan lainnya dalam diri kita. Kita ada waktu untuk meneliti diri, merenung dan menyadari, arti hidup yang sesungguhnya. Bahwa tak ada yang abadi, materi bukanlah segalanya, dan keluarga adalah milik kita yang paling berharga.
Seperti pelangi yang muncul setelah badai, kita semua berdoa, semoga pandemi ini segera berakhir dan kita menyongsong hari esok yang lebih baik.