Suatu hari, saya dan anak, sedang menunggu sopir menjemput kami untuk menuju tempat les anak saya, karena kami mampir dulu ke tempat tukang jahit yang tak ada parkirannya, jadi kami harus berjalan kembali ke jalan raya supaya mobil bisa menjemput.
Di tepi jalan, ada toko yang menjual burung dan sarang burung. Anak saya iseng melihat-lihat di toko burung itu untuk membunuh waktu sambil menunggu supir datang.
Lalu kami pun dijemput. Ketika sudah masuk mobil, saya mencium bau aneh. Saya kira mungkin ada bau apa di dalam mobil. Tapi tidak ditemukan asalnya.
Setelah keluar dari mobil, di depan lobi tempat les anak, saya juga mencium bau aneh. Saya sempat curiga ada bau pesing di taman depan tempat les. Saya menghindar bau dengan masuk menunggu di dalam. Aneh sekali, kok masih bau terus, saya pikir. Saya sempat juga curiga orang yang duduk di sebelah saya juga bau.
Ketika anak saya selesai les, kami keluar lagi dan menunggu mobil di lobi, saya mencium bau itu lagi. Akhirnya saya, curiga jangan-jangan bau itu ada pada saya, segera memeriksa dan mencium baju, tas dan sepatu saya. Tidak bau. Lalu saya suruh membalik sepatu anak saya.
Ketahuanlah bahwa bau itu berasal dari sepatu anak saya. Rupanya ada tahi burung menempel di sana. Buru-buru anak saya membersihkan sepatunya dengan air. Bau itupun hilang. Rupanya tahi burung di tepi jalan tadilah sumber bau aneh itu.
Kita mungkin pernah begitu dalam hidup ini.
Kita sibuk curiga jika bau berasal orang lain, padahal bau itu ada pada diri kita. Kita sibuk menuding orang lain padahal kita sendirilah sumber masalahnya.
Misalnya, kita sibuk menuding orang lain menistakan kita padahal hanya karena jauh di dasar lubuk hati kita sudah menyimpan kebencian pada orang itu hingga kita berharap segala yang terburuk pada orang itu, tanpa peduli apakah itu kebenaran atau kebohongan. Kita membiarkan diri kita tak berpikir jernih pada orang yang memang tidak kita sukai, entah karena dia ‘berbeda’ dari kita, walau sebenarnya orang itu tak salah.
Sebaliknya, ketika kita menyukai atau mengagumi seseorang, tak peduli orang itu jahat atau kotor atau koruptor, kita akan terus membela dan memujanya, karena kita merasa ‘sama’ dengannya.
Apakah istilah yang tepat untuk hal seperti itu? Keadilan terbalik? Standar ganda? Melihat selumbar di mata orang lain? Atau seperti kata pepatah, gajah di pelupuk mata tidak terlihat, semut di seberang lautan nampak jelas?