Tag Archives: GMKI

Penutupan Alexis dan Komoditas Politik

Penutupan tempat hiburan dan hotel Alexis ditanggapi oleh Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Mereka mengapresiasi langkah pemerintah provinsi DKI Jakarta. “Namun kami tetap kritis melihat penutupan ini jangan hanya menjadi komoditi politik saja,” tutur Steffi Graf Gaby, Sekretaris Fungsi Penguatan Kapasitas Perempuan PP GMKI, dalam keterangannya, Rabu (8/11).

Seharusnya, Pemprov DKI tak boleh tebang pilih. Tempat hiburan lain yang diduga berisi praktik-praktik prostitusi juga tak diperpanjang izin ya. Pemprov DKI, kata Steffi, didesak untuk menindaklanjuti hal tersebut.

Menurut Steffi, prostitusi merupakan salah satu bentuk eksploitasi terhadap perempuan. Eksploitasi terjadi karena laki-laki menganggap posisi perempuan tidak setaranya dan menjadikan perempuan sebagai objek pemuas libido. Prostitusi juga berdampak pada perempuan yakni mendapatkan penularan penyakit dari laki-laki.

“Sayangnya, mantan pekerja Alexis belum diberikan solusi pekerjaan yang baik dan tepat. Kami mendapat informasi ada yang tetap bekerja di tempat lain, bahkan pindah ke provinsi lainnya,” ungkap Steffi.

Steffi meminta pemerintah untuk memberi ruang kepada pekerja hiburan agar dapat meningkatkan kapasitas dirinya. Pemerintah harus mengurangi angka pengangguran dengan membuka lapangan pekerjaan. “Karena banyak faktor yang menyebabkan perempuan-perempuan ini menjual dirinya, salah satunya adalah faktor ekonomi,” ujar Steffi.

Steffi menambahkan, praktik prostitusi juga tetap terjadi di kos-kosan dan rumah sehingga sulit diidentifikasi, terkhusus dalam mencegah penularan penyakit seksual. Masalah itu juga harus dicari solusinya, bukan sekadar memenuhi janji politik dan desakan kelompok tertentu. Steffi mengingatkan bahwa para pekerja hiburan tidak boleh dihakimi dan dianggap sebagai pekerja rendahan. Sehingga mereka tetap punya kepercayaan diri untuk alih profesi di tempat pekerjaan lainnya.

Steffi mencontohkan dalam ajaran Kristen, hal demikian juga pernah dihadapi oleh Yesus. Yesus diperhadapkan kejadian ketika ada seorang perempuan yang akan dilempari batu oleh sekelompok orang karena ketahuan menjual diri. Namun Yesus mengatakan, “Barangsiapa yang merasa tidak berdosa sejak lahir, silakan melempari perempuan ini”. Dan ternyata tidak ada satupun orang yang kemudian melempari perempuan tersebut. Ini menunjukkan bahwa setiap orang punya dosa, tidak ada yang bersih dari kesalahan dan kekhilafan.

“Dalam mendukung perjuangan hak perempuan Indonesia, GMKI telah membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Perempuan yang bertugas melakukan advokasi dan penguatan kapasitas terhadap perempuan. Pokja ini tersebar ke seluruh cabang di Indonesia dan berupaya untuk mendukung terwujudnya kesetaraan dan keadilan bagi kaum perempuan,” tutup Steffi.

Tokoh Tebuireng: Eggy Sudjana Tak Paham Sejarah

Perjalanan Parade Kebangsaan GMKI ke Jawa Timur akhirnya tiba di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, kamis (5/10) pekan lalu. Pada persinggahan kali ini, dibahas pula pernyataan kontroversial Eggy Sudjana dan berbagai topik kebangsaan lainnya.

Di sini rombongan GMKI disambut H. Lukman Hakim, Mudir bidang Pondok, Kepala Pondok Putra Ustadz Iskandar, Ustadz Ainur Rofiq, dan Ustadz Roziqi sebagai perwakilan dari Madrasah Aliyah Salafiyyah Syafi’iyyah Tebuireng.

Pada pertemuan tersebut, Alan Christian Singkali, Sekretaris Umum PP GMKI menanyakan tanggapan Pesantren Tebuireng tentang pernyataan kontroversial Eggy Sudjana yang mengatakan bahwa tidak ada ajaran selain Islam yang sesuai dengan sila pertama Pancasila.

Menanggapi pertanyaan mengenai komentar kontroversial Eggy Sudjana itu, Ustadz Ahmad Roziqi yang merupakan alumnus Universitas Al Azhar Mesir, menyampaikan bahwa orang yang mengatakan seperti itu tidak paham sejarah dan harus belajar kembali. “Bagi Pesantren Tebuireng dan NU, Indonesia dan Pancasila sudah final dan tidak bisa ditawar-tawar lagi,” ujarnya, tegas. Beliau menjelaskan bahwa Nahdlatul Ulama (NU) sudah punya Pendidikan Kader Penggerak NU (PKPNU) dengan slogannya ‘NKRI harga mati! Pancasila jaya!’.

“Ketuhanan Yang Maha Esa berarti setiap agama memaknai Tuhan sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing. Yang satu tidak bisa memaksakan ajarannya kepada yang lainnya. Sampai sekarang kita bisa hidup rukun bersama. Itu hanya pernyataan sempalan yang tidak paham sejarah,” jelas dosen Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng itu.

Mendengar jawaban tersebut, Alan Singkali, juga mengatakan bahwa setiap agama maupun keyakinan di Indonesia mengandung nilai-nilai hidup bersama yang sudah diwarisi dari pengalaman berabad-abad. Nilai-nilai inilah yang terus menerus dihidupi oleh setiap pemeluknya dalam bergaul antar sesama anak bangsa. Sehingga seluruh tatanan nilai dalam setiap agama tertuang apik dalam satuan nafas pada setiap sila dari Pancasila itu sendiri.

Dalam perbincangan lain, Lukman Hakim mengatakan pemerintah dan masyarakat harus sadar bahwa kegaduhan negara akibat radikalisme dan isu SARA salah satunya disebabkan ketimpangan sosial dan ekonomi. Ada kepentingan elit dan kelompok yang bermain di tengah kecemasan masyarakat yang berlebihan dan ketimpangan ekonomi.

“Tugas bersama baik pesantren maupun gerakan mahasiswa seperti GMKI untuk membangun ekonomi masyarakat kecil,” ujar H. Lukman Hakim. “Toko waralaba atau toko modern semakin menjamur hingga desa-desa kecil. Akibatnya warung dan pasar tradisional masyarakat sudah semakin sepi dan tergeser. Kami berharap pemerintah dapat mengontrol munculnya fenomena tersebut, jika tidak, konflik dan kesenjangan akan semakin tajam.”

Sahat Martin Philip Sinurat, Ketua Umum Pengurus Pusat GMKI sepakat bahwa pemuda dan mahasiwa harus mengembangkan ekonomi kreatif sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan pada masyarakat yang terpinggirkan. “Pemerintah juga harus membuat kebijakan yang dapat mendukung pengembangan ekonomi masyarakat ekonomi rendah. Pemerintah harus memikirkan bagaimana agar warung dan pasar tradisional dapat berkembang dan bersaing dengan toko modern, bukannya menyerahkannya pada mekanisme pasar,” ujarnya.

Diskusi ditutup dengan pemberian cinderamata dari GMKI kepada Pesantren Tebuireng. Perwakilan GMKI kemudian diajak berziarah ke makam keluarga besar Pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, yakni KH. Hasyim Ashari, KH. Wahid Hasyim dan Gus Dur.

Dalam kunjungan ke Jombang, GMKI juga disambut oleh Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jombang. Rombongan menginap di Rumah Ijo peninggalan Alm. KH. Yusuf Hasyim, yang pernah menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng.

Kunjungan ke Pesantren Tebuireng menutup rangkaian Parade Kebangsaan GMKI ke beberapa Pesantren di Jawa Timur. Sebelumnya, GMKI bersilaturahmi ke Pondok Pesatren Ngalah Pasuruan, Pondok Pesantren Al Hikam Malang, dan Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.

Mahasiswa Kristen Siap Mengawal Janji KPU

Komisi Pemilihan Umum (KPU) berjanji akan mengedepankan integritas dan profesionalitas dalam menjalankan sistem Pemilu. Hal ini disampaikan Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi dan Viryan saat menerima Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI), Rabu (23/8) kemarin.

“Kami bertujuh sudah berkomitmen, netralitas, profesionalisme dan integritas mutlak dipegang teguh,” ujar Pramono kepada PP GMKI di ruang sekretariat Komisi 2 DPR RI di Jakarta.

Bahkan Pramono juga mengatakan siap dikawal dan diawasi oleh mahasiswa. Menurut mereka peran GMKI dalam mengajak mahasiswa dan pemuda untuk memberi pencerdasan politik sangat dibutuhkan.

Pramono dan Viryan juga memastikan tidak akan ada belas kasihan jika ada pemangku jabatan di jajaran KPU hingga ke kabupaten/kota yang terindikasi melakukan manipulasi suara dalam proses pemilihan yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat.

Menurut mereka citra demokrasi di Indonesia harus menjadi panutan dunia. Untuk mengupayakan penyelenggara pemilu yang bersih, komisioner menjamin proses seleksi KPU di daerah hingga kabupaten/kota akan dilaksanakan dengan berintegritas.

Sementara itu Viryan menyampaikan bahwa pemilih pemula adalah pemuda usia 17-21 tahun. Dalam usia tersebut kebanyakan di antaranya adalah mahasiswa. “Sehingga peranan GMKI menjadi vital terutama di tengah kondisi kebebasan media sosial yang kebablasan,” katanya.

Ketua Umum PP GMKI, Sahat Sinurat menyampaikan apa yang menjadi niat dari komisioner KPU saat ini adalah langkah yang bagus dan harus diapresiasi. Iklim demokrasi yang baik harus didukung oleh penyelenggara pemilu yang bersih dan berintegritas serta masyarakat yang cerdas.

“Kami pun akan siap mengawal KPU seperti yang telah disampaikan tadi selama masa kerjanya. Serta berusaha juga untuk meningkatkan budaya demokrasi yang baik di Indonesia,” ungkap Sahat.

Pertemuan ini berlangsung cukup singkat, pada saat yang bersamaan Komisioner KPU RI sedang melakukan rapat dengan Komisi 2 DPR RI.

Pancasila Dirongrong, Ini Sikap Pemuda Kristen

Di tengah upaya untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, justru muncul berbagai tindakan yang inkonsisten terhadap Pancasila sebagai dasar negara. Hal ini telah meresahkan banyak kalangan, termasuk pemuda Kristen dan mahasiswa Kristen.

Beberapa tindakan inkonsisten itu terdeteksi di sejumlah kalangan. Seperti dijabarkan dalam keterangan resmi Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) dan Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI), di Jakarta, Selasa (30/5/2017).

1. Inkonsistensi Lembaga Negara macam lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Lembaga Negara seharusnya mampu menegakkan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Republik Indonesia. Akan tetapi, saat ini terdapat kebijakan dan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat maupun daerah yang bertentangan dengan Pancasila. Penegakan hukum tebang pilih dan diskriminatif. Lembaga negara tidak tegas menindak oknum maupun kelompok masyarakat yang melakukan ujaran kebencian, intimidasi, mengganggu kegiatan kelompok masyarakat tertentu, bahkan tindak kekerasan. Terdapat oknum-oknum penyelenggara negara yang mengeluarkan pernyataan yang diskriminatif dan menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.

2. Partai politik dan kader partai politik

Partai politik adalah instrumen utama dalam memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Namun, saat ini sikap dan komitmen partai politik dalam menjunjung tinggi Pancasila sebagai jiwa dan raga bangsa masih dipertanyakan. Partai politik tidak menjalankan fungsinya dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila terhadap kader dan simpatisannya. Partai politik tidak melakukan kontrol terhadap kader-kadernya yang menjadi bagian dari penyelenggara negara baik di pusat maupun daerah. Terdapat oknum-oknum kader partai yang membuat pernyataan dan kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

3. Lembaga keagamaan

Lembaga keagamaan memiliki peran sentral sebagai benteng penjaga moral dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila. Akan tetapi, belakangan ini lembaga-lembaga keagamaan justru terjebak dalam eksklusifitas dan ego kepentingan agama dan kelompok masing-masing. Mimbar-mimbar lembaga keagamaan justru menjauhkan pembahasan Pancasila sebagai falsafah hidup umat beragama dan berbangsa, bahkan ada yang justru menyebarkan permusuhan terhadap kelompok yang berbeda.

4. Organisasi masyarakat

Organisasi Masyarakat (Ormas) seharusnya menjadi tempat pembinaan masyarakat dalam menghayati Pancasila sebagai falsafah hidup dan perekat keutuhan bangsa dan negara. Sayangnya, ada sebagian organisasi masyarakat yang justru mengeluarkan ujaran kebencian, intimidasi, mengganggu kegiatan kelompok masyarakat tertentu, bahkan melakukan tindakan-tindakan kekerasan karena alasan perbedaan dan mengakibatkan kegaduhan di tengah masyarakat. Terdapat juga organisasi masyarakat yang asas dan prakteknya secara terang-terangan bertentangan bahkan menolak Pancasila.

5. Lembaga Pendidikan (Sekolah dan Perguruan Tinggi)

Lembaga pendidikan seharusnya mampu mencerdaskan kehidupan bangsa dan menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila. Namun, belakangan ini lembaga pendidikan kurang mengajarkan Pancasila sebagai aliran darah dan detak jantung kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Terdapat oknum penyelenggara pendidikan yang justru mengajarkan kebencian dan permusuhan terhadap kelompok masyarakat tertentu. Di beberapa sekolah dan perguruan tinggi, paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila justru berkembang dalam aktivitas organisasi dan kehidupan sehari-hari pelajar dan mahasiswa.

6. Polri dan TNI

Polri dan TNI adalah alat negara dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan bangsa dan negara serta menegakkan hukum yang berdasarkan Pancasila dan NKRI. Apresiasi diberikan kepada Polri dan TNI yang senantiasa berjuang untuk menjaga keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Akan tetapi Polri dan TNI harus lebih tegas dalam melakukan tindakan terhadap pelaku yang mengancam pertahanan, keamanan dan ketertiban. Masih maraknya kasus-kasusujaran kebencian, tindakan kekerasan, intimidasi, ancaman-ancaman, ataupun gangguan kegiatan yang dilakukan kelompok tertentu yang belum ditindak dengan tegas oleh aparat yang berwewenang. Tindakan pencegahan seharusnya dapat dilakukan sebagai upaya meminimalisir dampak yang lebih besar di tengah masyarakat.

Melihat inkonsistensi di banyak sisi itu,  Pengurus Pusat GMKI dan Dewan Pimpinan Pusat GAMKI menyatakan:

1. Menegaskan bahwa empat konsensus dasar bangsa (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika) dan Sumpah Pemuda (Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa) adalah final dan tidak bisa diganggu-gugat.

2. Mendesak lembaga-lembaga negara, partai politik dan kader partai politik, lembaga keagamaan, organisasi kemasyarakatan, lembaga pendidikan, serta TNI dan Polri untuk konsisten dan berkomitmen menanamkan dan menegakkan Pancasila sebagai Ideologi Negara, Falsafah Hidup, dan Perekat Keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia.

3. Mendesak lembaga negara (Presiden dan DPR RI) menegaskan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang harus dituangkan dalam peraturan perundang-undangan berikut sanksi administrasi dan pidana, termasuk di dalamnya melakukan revisi terhadap Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

4. Mengecam manuver politik yang dilakukan oknum pejabat dan para elit politik yang menyebabkan perpecahan di tengah masyarakat dan kami mendesak untuk segera menghentikannya. Dalam kaitan dengan itu, mahasiswa dan pemuda harus menjadi barisan terdepan dalam menjaga persatuan, perdamaian dan kerukunan masyarakat dan bangsa berdasarkan Pancasila.

5. Bila hal tersebut di atas tidak dilakukan segera, maka keruntuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila sudah di depan mata dan negara kebangsaan Indonesia sebagai hasil konsensus bersama para pendiri bangsa tinggal menjadi sejarah.

Pernyataan sikap ini ditandatangani Sahat M. P Sinurat selaku Ketua Umum PP GMKI dan Alan C. Singkali sebagai Sekretaris Umum. Juga ditandatangani Ketua Umum DPP GAMKI Michael Wattimena dan Sekretaris Umum DPP GMKI Putu B. Timothy.