Category Archives: Serba-Serbi

Boxing Day, Perayaan Natal ala Liga Inggris

Jika kegiatan di seluruh dunia seperti sedang rehat karena libur Natal dan Tahun Baru, kompetisi Premier League atau Liga Utama Inggris justru bergulir pada 26 Desember dan sering kali menyajikan laga-laga panas bagi para penggemar sepakbola.

Laga sehari setelah perayaan Natal ini biasa disebut dengan laga Boxing Day. Memang Boxing Day masih sangat berkaitan dengan Natal.

Publik Inggris telah mengenal Boxing Day jauh sebelum Premier League atau Liga Primer Inggris digelar. Menurut sejarah, Boxing Day dipopulerkan pada pertengahan abad ke-19, saat masa pemerintahan Ratu Victoria. Perayaan ini dikhususkan bagi para penduduk golongan bawah atau para pelayan yang selama satu tahun melayani majikan mereka.

Setelah melayani sang majikan pada hari Natal, keesokan harinya para pelayan tersebut mendapat jatah libur plus menerima berbagai hadiah yang pada saat itu umumnya berbentuk kotak persegi (box) yang diberikan majikan-majikan mereka. Hadiah tersebut beragam, bisa berupa pakaian, makanan, buah-buahan atau bahkan uang.

Karena hadiah yang diberikan juga berbentuk kotak, maka tradisi ini kemudian akrab disebut Boxing Day. Di beberapa negara, seperti Selandia Baru, Australia dan Kanada, perayaan ini juga akrab disebut Stephens Day.

Tradisi asli negara-negara asal Britania ini hingga kini masih dipertahankan. Namun seiring perkembangan zaman, tradisi ini pun bergeser, namun tetap memiliki makna yang sama.

Sebagai contoh, kini banyak gereja-gereja memanfatkan momen Boxing Day sebagai hari untuk membagikan sumbangan kepada kaum miskin. Intinya, Boxing Day menjadi hari untuk saling memberikan hadiah kepada orang lain, baik orang yang disayang, dikenal atau sebagai sikap dermawan kepada orang lain.

Di masyarakat Inggris, Boxing Day juga dirayakan dengan cara berkumpul bersama keluarga, teman, bertukar kado atau bahkan bersama-sama menyaksikan pertandingan sepakbola. Pada hari ini perkantoran umumnya diliburkan, namun pertokoan seperti mall tetap buka dan menjual barang-barang hadiah yang tentunya dengan harga diskon.

Begitu juga di sepakbola, Boxing Day memang tidak dirayakan dengan membagi-bagi hadiah secara laingsung. Akan tetapi, publik Inggris tetap menyelenggarakan pertandingan pada satu hari setelah Natal ini dengan maksud yang sama.

Setiap kontestan di Premiership umumnya bertanding untuk memberikan kado berupa kemenangan bagi para pendukungnya. Oleh karena itu pada ajang Boxing Day, kompetisi Premier League tetap bergulir. Semua tim bakal menjalani pertandingan guna mempersempahkan kado kemenangan bagi fansnya.

Klub tertua di dunia dan tertua kedua di dunia, Sheffield FC dab Hallam FC, pernah saling bertandingan pada Boxing Day. Tradisi pertandingan sepak bola pada Boxing Day kemudian dilanjutkan di Football League ketika masih memainkan 22 laga semusim pada 1888/1889 ketika Preston North End mengalahkan Derby Country 5-0 yang digelar sehari setelah Natal.

Pada Boxing Day, seluruh pertandingan Liga Premier akan dilaksanakan serempak. Ini berarti 10 pertandingan akan dihelat di hari yang sama.

Hal ini membuat Boxing Day begitu spesial di kalangan penggemar sepakbola, khususnya di Inggris. Boxing Day ibarat perayaan Natal dengan gaya khas sepakbola di Inggris.

 

Disadur dari berbagai sumber

Foto: fourfourtwo.com

Tradisi Lilin Natal dari Berbagai Belahan Dunia

Menyalakan lilin untuk sebuah peringatan saat ini memang telah menjadi umum. Saat ulang tahun, kita akan meniup lilin di atas kue tart. Saat ada peristiwa penting, seperti tragedi tertentu, kita menyalakan lilin di tanah lapang atau di lokasi kejadian peristiwa.

Saat Natal pun lilin dinyalakan. Penggunaan lilin saat Natal adalah tradisi lama. Tradisi menyalakan lilin Natal berasal dari Festival Cahaya sebagai bagian dari perayaan Yahudi atau sering disebut Hanukkah. Hanukkah pada intinya merupakan ritual menghidupkan 8 lilin Chanukah selama 8 hari festival.

Karena jemaat mula-mula dari kekristenan juga merupakan orang-orang Yahudi, adaptasi pun terjadi. Menyalakan lilin saat Natal sebenarnya lebih ditekankan sebagai menandai kelahiran Yesus Kristus yang adalah Terang Dunia.

Lilin Natal juga disimbolkan sebagai Cahaya dari Surga yang menyediakan kehangatan selama malam musim dingin. Patut diingat, hari Natal selalu jatuh pada musim dingin.

Di abad pertengahan, menyalakan lilin menjadi sebuah kewajiban untuk mewakili Kristus. Kebiasaan ini masih diikuti di sebagian besar gereja-gereja dan rumah-rumah orang Kristen sampai sekarang.

Beberapa negara di belahan dunia pun memiliki tradisi dengan makna tersendiri dalam ritual menyalakan lilin saat Natal. Inilah beberapa tradisi tersebut seperti dikutip dari boldsky.com.

Irlandia

Ayah atau ibu sebagai perwakilan rumah tangga akan menyalakan lilin besar yang dihiasi dengan daun holly. Kemudian seluruh anggota keluarga duduk bersama mengelilinginya dan berdoa untuk semua handai taulan dan orang-orang yang dikasihi, baik yang hidup dan yang telah meninggal.

 

Bangsa-bangsa Slavia

Kebanyakan keluarga-keluarga negeri bangsa-bangsa Slavia ini meletakkan lilin Natal besar di atas meja setelah lilin terswebut diberkati oleh imam di gereja. Menariknya, di Ukraina, mereka meletakkan lilin di tengah-tengah roti berbentuk melingkar dan bolong di bagian tengah.

 

Amerika Selatan

Di banyak negara di Amerika Selatan, lilin ditempatkan dalam lentera kertas dengan simbol Natal dan gambar dari budaya asli untuk dekorasi.

 

Inggris dan Prancis

Tiga lilin diletakkan bersama-sama dalam satu dasar yang menandakan Tritunggal Kudus.

 

Jerman

Lilin Natal ditaruh ke dalam sebuah tempat kemudian digantung di tiang kayu, dan ini tradisi yang telah muncul sejak Abad 17-18 Masehi.

 

Berbagai tradisi ini memiliki kesamaan makna, bagaimana pun cara menyalakannya. Cahaya lilin melambangkan kehadiran Yesus sebagai Terang Dunia. Lilin juga melambangkan iman seseorang kepada Allah sebagai sumber terang dan fakta bahwa kehidupan manusia tidak selamanya. Sama seperti lilin, pada waktunya manusia akan “selesai juga” seperti lilin yang mencair.

 

Foto: pixabay

Awal Mula Christmas Carol, dari Nyanyian Malaikat hingga Tradisi Pagan di Eropa

Tahukah kamu Christmas Carol paling pertama dilakukan itu kapan?

“Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.” Lukas 2:13-14

Itulah dia Christmas Carol paling pertama. Kelahiran Yesus ditandai dan dirayakan pertama kali dengan puji-pijian sorgawi, di mana malaikat dan bala tentara sorga bernyanyi. Jemaat Kristen mula-mula pada abad pertama melanjutkan tradisi para malaikat, yaitu membawakan puji-pujian sukacita dari rumah penduduk satu ke rumah penduduk lain.

Sampai saat ini, kekristenan di seluruh dunia masih menjalani tradisi ini, pergi dari pintu ke pintu untuk menyanyikan lagu-lagu sukacita Natal.

Sejarah mencatat, pada tahun 129 Masehi, puji-pujian yang dinyanyikan dari pintu ke pintu ini ditulis dalam bahasa Latin dan berbentuk himne, belum berupa Carol yang artinya adalah lagu-lagu kegembiraan.

Jadi Christmas Carol sendiri artinya? Secara ringkas arti sesungguhnya lagu-lagu kegembiraan tentang kelahiran Yesus Kristus dan dinyanyikan pada masa perayaan Natal atau dalam tradisi barat disebut Noel. Noel adalah masa perayaan Natal yang mengambil kurun waktu 24 Desember-6 Januari.

Bentuk paduan suara dalam Christmas Carol sebenarnya adaptasi dari kebiasaan menyanyi di Eropa ribuan tahun lalu. Saat kekristenan belum tumbuh di Eropa, tradisi pagan telah melahirkan gaya menyanyi model paduan suara, namun orang-orang menyanyikannya dengan mengelilingi sebuah batu di lapangan luas pada musim dingin.

Berdasarkan tradisi lahirnya Christmas Carol mula-mula, lagu-lagu kegembiraan Natal atau Carol ini memang tidak untuk dinyanyikan di gereja, namun di rumah-rumah. Para penyanyi yang berkeliling dari pintu ke pintu membawakan Carol dan lama-kelamaan lagu-lagu himne Latin pun tergeser sehingga wujudnya seperti Christmas Carol sekarang dan kebiasaan ini tersebar ke seluruh dunia.

Uniknya lagi, sebelum lagu-lagu kegembiraan Natal atau Carol menjadi populer, para penyanyi yang bernyanyi pintu ke pintu ini disebut kelompok penyanyi “Waits”. Mereka disebut demikian karena mereka hanya bernyanyi pada malam Natal, sambil “menunggu” Hari Natal tiba.

Para penyanyi Carol mula-mula ini mengaggap diri mereka seperti para gembala di malam hari yang menyaksikan malaikat menampakkan diri dan memuji-muji tentang kelahiran Bayi Yesus.

Inilah sekelumit sejarah mula-mula Christmas Carol. Saat ini, Christmas Carol masih terus dijalankan umat kristiani, dan berkembang menjadi pembawa sukacita saat ada jemaat gereja yang membutuhkan penghiburan di rumah-rumah, contohnya karena ada jemaat yang sakit atau jemaat yang sedang berduka.

Sumber: boldsky.com

Foto: Pixabay

Rumah ‘Persinggahan’ Toleransi di Tepi Danau Toba

Tiap ada peristiwa atau kejadian macam kasus intoleransi ulah segerombolan orang di Gedung Sabuga, Bandung itu, aku tak hanya bertarung mengelola emosi yang sontak mendidih di dalam diri. Juga, harus menahan kejengkelan karena di antara yang merasa minoritas dan tertindas itu tak saja menyemburkan kegeraman –yang bisa dimaklumkan– namun sebenarnya hanya luapan kesia-siaan, sebab yang namanya kemarahan dan disampaikan dalam bentuk apapun, sebenarnya takkan pernah menginspirasi pikiran dan perbuatan baik yang bermanfaat bagi insan beradab.

Lebih sial lagi, akan ada yang menyindir-nyindir sikapku yang selama ini mencoba bertahan: mengedepankan akal sehat, mendukung harmoni sosial, penekanan agar tetap menghargai kehidupan dan humanisme di tengah ketertekanan–dan gelinjang emosi. Ia atau mereka, agaknya lebih menginginkan aku agar turut seperti mereka: meluapkan kemarahan, menyampaikan sindiran, yang sebenarnya sama-sama ekspresi kebencian.

Provokasi akhirnya melahirkan agitasi; kebencian dihadapi dengan kata-kata kemarahan. Itu bukan (lagi) “kelasku,” dan kau atau kalian boleh mencibir. Tak di tahap itu lagi aku. Tetapi, kepedulianmu (bila merasa begitu), belum tentu lebih tinggi kadarnya dibanding aku, namun caraku berbeda. Dalam pelbagai hal, perlu siasat. Siasat yang lebih cerdas, dan kupilih yang menurutku (menurutku lho) lebih beradab, intelek, hingga tak harus memancing keonaran baru.

Saya, lewat catatan-catatan ringan di medsos ini, ingin merangkul sebanyaknya agar lebih banyak orang menyukai humanisme dan harmoni sosial, mementingkan kedamaian, betapapun semua itu dianggap kemustahilan. Aku percaya, gerakan-gerakan serupa riak-riak di danau itu bermakna, dan aku memang pemburu makna. Itulah bedanya kita. Tanpa bermaksud merasa seorang yang istimewa.

Saya lahir dan besar di lingkungan (terutama didikan orangtua) yang amat toleran dan sedia membagi perhatian pada orang lain. Seperti yang pernah kutuliskan di beberapa catatan, rumah kami yang sederhana (di Pangururan), merupakan persinggahan dan penginapan bagi kerabat, kawan sekampung bapak, yang beragam keyakinan-agama. Rumah kami adalah tempat singgah dan menginap para “Parbaringin,” “Parmalim,” penganut Adventis, Saksi Yehova, Muslim, bahkan yang dituduh terlibat PKI.

Tak sedikit klan Situmorang yang merantau ke Sumatera Timur jadi Muslim, dan manakala pulang ke kampung halaman (Bonapasogit), mampir atau menginap di rumah kami sebelum ke kampung asal mereka karena harus menunggu bus (motor) P.O Pulo Samosir yang jarang itu, “motor” Sidikalang-Pangururan-Mogang-Nainggolan.

Sejak dini, aku sudah terbiasa dengan keberagaman, keperbedaan, dan… tak menjadi gangguan bagi kenyamanan bathin. Kawan-kawan bermainku, para anak tentara dan polisi yang berumah di Tajur, selalu ada Muslim (biasanya orang Jawa/Jadel, Melayu, Pakpak, atau Karo). Di dekat rumah, persisnya di samping Pesanggrahan Pemda, ada masjid kecil yang diurus marga Sihombing dari Harianboho, halamannya pun tempatku bermain bersama kawan-kawan bocah. Dulu ada pohon asam jawa dan mangga, aku dan kawan-kawan senang memanjat lalu mengunyahi buah yg asem dan manis itu sambil duduk di sisi mesjid sambil berceloteh khas bocah. Indah sekali bila itu kuingat, apalagi Danau Toba yang memesona, terhampar di depan.

Masa kecilku hingga menuju remaja memang indah, terbiasa dengan panorama nan elok dan besar di satu keluarga yang meskipun bersahaja, normal dan patuh norma-norma adat, ditopang hubungan perkerabatan serta pertetanggan yang hangat dan tulus. Aku tak biasa dengan lingkungan yang disebut “keras” atau “kasar.” Kecongkakan, kesinisan, merupakan pantangan bagi kami dan kawan-kawan, juga tetangga. Kami, khususnya dengan orang-orang Pangururan, terbiasa dengan toleransi sejak dahulu kala –entahlah kini.

Aku lahir dan besar di tengah alam yang “penuh puisi,” disuguhi panorama yang tak ada bosannya ditatap, pula lingkungan yang mengindahkan sopan-santun dan norma-norma yang memantangkan pemisah-misahan manusia, siapapun dia, bahkan “bonggali” pun seperti saudara.

Barangkali, itulah yang berperan penting membekaliku dan berfaedah hingga kini: membuatku terpesona harmoni sosial dan perdamaian.

*-*

Foto: Pixabay

Bagaimana Melaporkan Hate Speech di Medsos?

Hate speech alias ujaran kebencian, hoax, dan sejenisnya, makin memprihatinkan saja akhir-akhir ini. Sebagai pengguna medsos, ada baiknya kita tak diam saja.

Jangan kuatir kamu dianggap melanggar hak kebebasan bicara. Saya sependapat dengan Karen White, Head of Public Policy Twitter untuk Eropa. Dia mengatakan: “Ada perbedaan yang jelas antara kebebasan berekspresi dan perilaku yang menghasut kekerasan dan kebencian.”

Masalahnya, tak semua tahu cara melaporkannya. Oleh sebab itu, saya mencoba mengkompilasi berbagai fitur pelaporan (report abuse) di beberapa medsos yang banyak penggunanya di Indonesia.

TWITTER
Kamu bisa melakukannya langsung melalui tweet yang bernada kebencian, atau lewat akunnya.

Di postingan:
Klik icon ••• di desktop atau ikon ^ di aplikasi iOS dan Android. Pilih “Report Tweet”. Pilih “Its abusive of harmful” lalu “Next”.

Twitter akan memintamu menambahkan informasi tentang laporanmu. Kamu juga akan diminta menambahkan cuitan lain untuk memberikan konteks lebih baik pada Twitter dalam mengevaluasi postingan itu.

Melaporkan sebuah akun:

Bukalah akunnya dan klik ikon gear (desktop dan iOS) atau ikon overflow (android). Pilih “Report”

Kemudian pilih “They’re being abusive or harmful”. Lalu klik “Next”.

Lalu hal yang sama akan ditanyakan Twitter, tentang tambahan informasi dan cuitan dari akun itu untuk memberikan konteks yang lebih baik dalam mengevaluasi permintaan kita.

FACEBOOK
Di Facebook, kamu bisa melaporkan akun, postingan, maupun page.

Akun:
Di sebelah nama pemilik akun ada kolom-kolom, pilih ikon ••• lalu “Report”. Lalu pilih “Report this profile”. Klik “Continue”. Ikuti langkah-langkah berikutnya.

Postingan:
Klik ikon “v” dan klik “Report post”. Pilih “I think it shouldn’t be on Facebook”. Lalu “Continue”. Nanti ada pilihan, apakah postingan itu vulgar (menggunakan bahasa yang kotor), bernada seksual, hate speech, mengancam atau bernada kekerasan dan bunuh diri, atau sesuatu yang lain. Pilih “It’s harassment or hate speech”. Lalu “Continue” dan ikuti langkah selanjutnya.

Page:
Untuk melaporkan Page, buka Page yang diinginkan, lalu arahkan kursor ke ikon “••• More“ Pilih Report Page. Pilih alasanmu melaporkannya. Ikuti langkah selanjutnya.

GOOGLE PLUS

Di platform ini, kamu bisa melaporkan setiap postingan, profil, atau foto, dengan mengklik ikon tiga titik berbaris vertikal. Lalu klik “Report abuse”

YOUTUBE

Di YouTube kamu bisa melaporkan channel dan video.

Channel:
Login dulu ke YouTube dengan akun Google-mu. Kemudian klik channel. Setelah itu pilih “About”.

Nanti akan ada ikon Flag (bendera) dengan tanda panah ke bawah. Klik, dan akan muncul pilihan: report user, report channel art, report channel icon, report user.
Ikuti langkah selanjutnya.

Video:
Untuk melaporkan video pilih ikon “••• More“ lalu klik “Report”. Ikuti langkah selanjutnya.

Foto: Pixabay/LoboStudioHamburg

St. Eustorgio, Milan : Makam 3 Orang Majus

Setiap Natal, kisah tentang kelahiran bayi Yesus yang dikunjungi oleh tiga orang majus menjadi cerita yang seragam dilantunkan di gereja di seluruh dunia.

Namun apakah orang majus itu nyata? Siapakah mereka, dimana mereka sekarang?

Pertanyaan-pertanyaan itu selalu memenuhi benak saya sampai suatu ketika calon suami saya (saat ini sudah menjadi suami) mengajak saya mengunjungi Basilica St. Eustorgio, sebuah gereja tua yang terletak di Piazza Sant’Eustorgio No.1, Milan.

Saya masih ingat, Januari 2009, hari itu awan mendung menggelayut, warna langit kelabu cenderung menyedihkan. Saya yang kala itu tengah mengunjungi Milan sebagai turis menjadi gundah, sebab cuaca kurang mendukung. Calon suami saya paham betul tidaklah nyaman berjalan-jalan di hari yang mendung.

Namun, ia mencoba menghibur saya dengan mengatakan : daripada gundah gulana karena cuaca kurang menggembirakan, mendingan kita jalan-jalan ke St. Eustorgio. Saya oke-oke saja, meskipun dalam hati bertanya-tanya memangnya ada apa di sana, nama gerejanya juga tampaknya kurang begitu “beken”.

Sambil berpayung kami berjalan kadang meloncat kecil menghindari genangan air. Kami membeli tiket kereta bawah tanah metropolitana sampai ke pusat kota Milan di Piazza Duomo.

Bersamaan dengan hentinya metropolitana, saya lihat orang-orang menghambur keluar dalam ritmik pacu jalan kaki yang sulit saya tandingi. Mereka terbiasa berjalan cepat. Keluar dari koridor bawah tanah, saya lihat orang orang mengembangkan payung, warna-warni alat pelindung tubuh dari percik air hujan itu menjadi dekorasi indah menghiasi pandangan mata sepanjang trotoar.

Hujan bulan Januari di Milan itu kejam sekali, suhu menukik sampai 3°C, calon suami saya berkata : untung saja suhu tidak turun sampai 0°C, karena pada suhu tersebut air hujan bisa berubah menjadi salju. “Oh” dalam hati, “sayang sekali, saya justru ingin melihat salju”.

Meskipun dingin menggigit, orang Milan lebih memilih berjalan kaki daripada menggunakan kendaraan pribadi. Terima kasih kepada pemerintah kota Milan bersama perusahaan daerah dan swasta yang bekerja sama membangun transportasi dalam kota serta juga kepada warga Milan yang rela menyisihkan 40% penghasilannya sebagai pagu pajak sehingga transportasi publiknya sangat memadai, nyaman, efektif dan efisien.

Dari sana kami melanjutkan perjalanan dengan trem. Tak lama, calon suami saya memencet bel untuk memberi tanda bahwa kami akan berhenti di perhentian yang akan datang. Trem tidak berhenti di sembarang tempat, ada semacam stanplat yang menandai dimana trem bisa berhenti.

Tiba di stanplat kami melompat saja, jalan sedikit kemudian oh, sebuah gereja berwarna terracotta dengan menara di belakangnya, tua namun indah. Calon suami saya kemudian menunjuk kepada menara gereja : “Kamu lihat itu di atas menara, ada semacam arah mata angin dengan hiasan bintang besar”. “Ya ya, aku bisa melihatnya, ” sahutku.

Oke, mari masuk ke dalam katanya sambil membuka pintu utama gereja. Aku turut masuk ke dalam, gelap. Beberapa berkas cahaya dari jendela di atas gedung memberikan sedikit sinar. Kulihat beberapa pengunjung tampak duduk di bangku-bangku, mereka terdiam, sunyi dalam pikiran masing-masing.

Aku berjalan agak ragu, kemudian di altar aku terpesona, sebuah salib berwarna keemasan, tampaknya memang dilapisi emas.

Ternyata bukan itu yang menjadi alasan calon suamiku membawaku ke tempat itu, ia menjentikkan tangannya padaku dan mengajakku berjalan ke arah kanan gedung. (Kebanyakan gereja di Eropa berbentuk salib, sehingga setelah gang yang panjang terhadap ruangan di sisi kiri dan sisi kanan yang juga kadang digunakan untuk misa kecil).

Ternyata di sebelah kanan ruangan terdapat sebuah bangunan aneh berwarna putih, semacam peti tetapi besar sekali. Apakah ini? Tanya saya padanya.

“Ini adalah makam tiga orang Majus, beberapa bagian tubuh ketiga orang majus ini dimakamkan di sini,” ujarnya.

Saya terpana, terharu dan tak menyangka. Di Milan ternyata ada makam tiga orang Majus! Jadi cerita Alkitab yang selalu bergaung setiap Natal di gereja itu, benar adanya, bukan fiksi, bukan sekedar kisah yang indah untuk dijadikan produksi drama di gereja.

Dalam hati saya berteriak, “Oh mereka eksis! Tiga orang tokoh pintar yang hebat, penuh dedikasi dan melakukan perjalanan jauh karena jeli melihat kuasa Tuhan saat berbicara melalui alam semesta pada dua ribu tahun lalu itu ada! Oh, saya lega sekali!”

Pada salah satu kolom terlihat semacam relief yang menggambarkan lembu yang sedang mengangkut peti mati dari batu (sarcopagus). Ahli sejarah menyebutkan, lembu tersebut dikemudikan oleh Santo Eustorgio yang membawa peti mati ketiga orang Majus tadi dari Constantinopel.

Berdasarkan literatur pada abad ke tiga setelah masehi, atau sekitar 300 tahun setelah Yesus wafat, Ratu Helena yang adalah bunda dari Kaisar Konstantin dari Konstantinopel pernah berziarah ke Yerusalem pada dan mengumpulkan tulang-belulang para orang Majus.

Kabarnya ketiga orang Majus ini turut berjalan ke Golgota dan menyaksikan penyaliban Yesus, mereka kemudian menetap disana dan meninggal di sana. Itulah mengapa Ratu Helena bisa mendapatkan tulang-belulang ketiga orang Majus.

Konstantin sang putera, kemudian menyerahkan hasil pengumpulan bundanya tersebut kepada Eustorgio saat ia berkunjung ke Konstantinopel sebelum menjabat sebagai Uskup Milan, sekitar tahun 344 Masehi.

Eustorgio kemudian membawa hadiah berupa peti mati berisi tulang-belulang tiga orang Majus dari Konstantinopel tersebut dengan menggunakan lembu. Setelah memasuki kawasan pintu Gerbang Milan yang bernama Porta Ticinese, lembu tidak dapat bergerak karena terjebak lumpur.

Eustorgio menyatakan, inilah tempat dimana Tuhan berkenan dan kemudian ia menempatkan sarcopagus dan membangun gereja di lokasi tersebut, hingga kini gereja tersebut dinamai sesuai nama sang Uskup.

Sayangnya delapan abad kemudian atau pada tahun 1164, kota Milan diserang oleh pasukan Frederick I Barbarosa dari Jerman yang merampas juga sarkopagus ketiga orang majus tersebut dan menyerahkannya kepada Rainald von Dassel di Cologne, Jerman. Semua usaha untuk mengembalikan peti mati dan kerangka ketiga orang majus tersebut gagal.

Baru pada tahun 1904, Kardinal Ferrari, archbishop Milan kemudian berhasil memboyong sebagian dari kerangka ketiga orang majus, yaitu masing masing bagian fibula (tulang di bagian betis), tibia (tulang kering) dan vertebrata (tulang punggung) yang diserahkan oleh archbishop Cologne Mgr. Fischer pada sebuah pesta epifani yang masih terus dirayakan hingga sekarang.

Keluar dari gereja tersebut, sekali lagi aku memandangi menara gereja. Di ujung menara tersebut bukan bentuk salib yang saya lihat melainkan sebentuk bidang berujung delapan, sebuah simbol yang mengingatkan kembali pada bintang yang diikuti oleh para orang majus.

Ah, suatu saat saya juga ingin ke Cologne, Jerman dan melihat juga sebagian peninggalan ketiga tokoh luar bisa tersebut.

*Referensi tambahan : Secret Milan, Massimo Polidoro, Jonglez Publishing, 2012.

Rieska Wulandari

Catatan: Tulisan ini dikutip sudah seizin penulis. Laman asli tulisan ini lihat di

http://www.kompasiana.com/rieskawulandari/st-eustorgio-milan-makam-3-orang-majus_552a6154f17e61a504d623c0

Penulis adalah lulusan jurusan jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom), Universitas Padjajaran dan menetap di Italia.

Foto: museomilano.it

Orang Indonesia Makin Kaya Saja, Ini Buktinya

Siapa bilang Indonesia secara ekonomi susah? Faktanya kekayaan rumah tangga dan pribadi di Indonesia itu naik setiap tahun.

Kekayaan rumah tangga di Indonesia tumbuh 6,4 persen pada tahun ini. Kekayaan orang per orang dewasa juga naik lho.

Fakta itu adalah hasil riset Credit Suisse Research Institute (CSRI) yang diterbitkan dalam laporan tahunan Global Wealth Report. Ini adalah tahun ketujuh CSRI melakukan riset itu.

Menarik, bahwa di saat pertumbuhan kekayaan secara global kurang begitu baik, pertumbuhan kekayaan rumah tangga di Asia Pasifik justru naik 4,5 persen.

Sejak 2013, pertumbuhan kekayaan global tak memperlihatkan angka yang memuaskan. Ini dipicu krisis finansial pada 2008. Sebelumnya, menurut laporan CSRI itu, kekayaan global bisa bertumbuh sampai dua digit.

Di balik pertumbuhan kekayaan Asia Pasifik yang menjanjikan, Indonesia juga fantastis. Kekayaan rumah tangga di Indonesia tumbuh 6,4 persen pada 2016 dengan nilai total US$1,8 triliun. Rupanya, krisis finansial dunia tak berpengaruh besar pada kekayaan di Indonesia.

Laju kekayaan rumah tangga di Indonesia sejak 2008 adalah rata-rata 5,9 persen. Diproyeksikan, kekayaan rumah tangga di Indonesia akan meningkat 7,9 persen per tahun selama lima tahun ke depan ini, dan akan mencapai US$2,6 triliun pada 2021.

Sedang kekayaan orang per orang dewasa dalam rupiah juga meningkat 6 kali lipat selama kurun waktu 2000-2016 (12,2 persen per tahun). Ini sejalan dengan pertumbuhan PDB per orang dewasa di Indonesia yang mencapai 12,3 persen antara 2000-2016.

Kalau rumah tangga Indonesia terbilang kaya, apa saja kekayaannya? 88 persen aset bruto adalah aset riil lho. Sedang utang hanya 6 persen.

Sebanyak 84 persen orang dewasa kita itu memiliki kekayaan senilai US$10.000 atau sekitar Rp130 juta. Rata-rata di dunia, hanya 74 persen orang dewasa.

Sedang yang di atas rata-rata (kita bicara soal kaum miliuner), jumlahnya juga bertumbuh pesat 13 persen. Saat ini sudah ada 112.000 miliuner di Indonesia dengan total kekayaan mereka US$500 miliar.

CSRI memprediksi, jumlah miliuner kita akan bertambah 9,1 persen per tahun dan akan mencapai 173.000 orang pada 2021.

Bagaimana CSRI menghitung kekayaan? Menurut mereka sih, kekayaan itu dihitung berdasarkan nilai aset finansial dan aset riil (berupa properti), setelah dikurangi utang.

China, Korea, dan Indonesia, adalah negara-negara di Asia Pasifik yang kekayaan penduduknya menanjak di piramida kekayaan dunia.

Foto: Pixabay/Stevepb

 

Jadilah Cerdas di Tengah Berita Palsu yang Mendera

Media sosial kita berisi banyak berita palsu. Apalagi di tengah suasana pemilihan kepala daerah yang panasnya luar biasa. Ini sungguh menyedihkan.

Banyak media abal-abal bermunculan dengan ‘berita-berita’ bombastis. Keberpihakan ditunjukkan dengan begitu telanjangnya.

Bahkan ada juga media yang bisa disebut kredibel, juga jatuh ke jurang yang sama.

Ini semua mengangkangi upaya sungguh-sungguh para wartawan di luar sana yang jujur menyampaikan berita berdasarkan fakta.

Di tengah situasi semakin sulitnya membedakan mana fakta dan mana yang bukan fakta di dunia online, menurut saya, media harus tetap berpegang pada ‘kitab suci’ jurnalisme.

Wartawan harus bekerja dengan prinsip check and recheck, cover both sides, prinsip-prinsip jurnalisme yang menjadi andalan dalam menyajikan berita.

Sebab ini adalah gerbang pertahanan para pewarta. Tak boleh ada kompromi. Apalagi dibutakan oleh nafsu mengejar traffic atau click belaka. Kredibilitas jadi taruhannya.

Berita itu Berdasarkan Fakta..

Sebagai wartawan, saya belajar banyak di media tempat saya bekerja sebelumnya. Salah satu senior di sana pernah berkata: “Berita dibangun berdasarkan fakta.”

Apa itu fakta? Fakta adalah informasi yang sudah diverifikasi. Kalau belum diverifikasi, sifatnya masih informasi belaka. Bisa benar dan bisa hanya rumor saja. Fakta pun, kalau hendak disiarkan, harus punya newsvalue atau nilai berita.

Menurut saya, media yang gemar ‘bermasturbasi’ dengan hoax atau berita palsu, sesungguhnya masih belum sampai pada fakta. Atau mungkin memang sengaja dibangun untuk mengaburkan fakta. Entahlah.

Kalau sudah begini, pembacalah yang harus cerdas dan banyak usaha. Informasi apapun yang beredar di media (apalagi yang abal-abal) dan media sosial harus dicek sebaik-baiknya.

Tak apa membandingkan informasi yang sama dari media lain, meski tak sepaham dengannya.  Karena kadang memang sebuah cerita memang bisa jadi punya nuansa yang berbeda meski mengacu pada fakta yang sama.

Ini sih memang karena sudut pandang saja.

Foto juga dengan mudah bisa dicek kebenarannya. Sekarang kan sudah ada mesin pencari yang pintar luar biasa. Cukup drag and drop foto itu di kolom pencarian. Saya cukup sering melakukan hal ini. Biasanya, foto-foto hoax bisa dengan mudah diketahui benar atau tidaknya.

Kamu cuma dimanfaatkan

Pembaca perlu menyadari adanya dugaan tentang persoalan ekonomi di balik kehadiran media penyebar berita palsu itu.

Target mereka adalah mengejar pengunjung sebanyak-banyaknya. Makin banyak pengunjungnya, makin besar trafffic-nya. Makin besar traffic-nya, patut diduga makin besar kemungkinan mendapatkan uang masuk dari pengiklannya.

Kadang mereka tak peduli pada konten yang disajikan. Itu hanyalah pemancing, perangkap, saja.

Tapi mereka ini sedang bermain-main dengan api. Dan kamu pembaca, entah sadar atau tidak, ikut ambil bagian di dalamnya.

Sebab berita palsu berpotensi besar jadi penyebab perpecahan, pertikaian, dan masalah-masalah berbahaya lainnya, ketika kamu menyebarkan berita palsu itu begitu rupa.

Sebab, penyakit pembaca yang tak acuh pada fakta adalah bahwa mereka juga tak acuh juga saat menyebarkan/men-share lagi hoax itu di lingkaran sosialnya. Lalu berita palsu itu menyebar ke mana-mana, dan seterusnya, dan seterusnya.

Waspada aturan penjeratnya

Kita punya undang-undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau biasa disebut UU ITE, yang mengatur soal hoax atau berita palsu ini.

Pada bab mengenai “Perbuatan yang Dilarang”, pasal 28 disebut begini:

(1) Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan
rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku,
agama, ras, dan antar golongan (SARA).

Penegakan undang-undang ini memang masih perlu dipertanyakan keseriusan dan kepastiannya. Meskipun begitu, kita harus tetap berhati-hati, sebab bisa jadi kita termasuk golongan yang mencicipi penjara karena tak acuh pada fakta.

Foto: Pixabay/Mattysimpson

Ini Makanan yang Bisa Usir Ngantuk Selain “Ngopi”

Rasa kantuk sering kali datang tanpa diharapkan. Bisa ketika akhir pekan, ketika kita sedang siap-siap menonton tayangan sepakbola. Pertandingan sudah mau mulai, eh ngantuk malah mendera.

Rasa ngantuk juga bisa datang, entah di tengah kerja, atau saat berkendara. Apalagi jika kita habis melewati weekend seru bersama keluarga, hari Senin bisa-bisa tenaga kita belum pulih, dan ngantuk pun datang di saat kerja.

Kalau mau instan, alias berefek cepat buat mengusir ngantuk, tentu saja minum kopi jadi jawabannya. Masalahnya, nggak semua orang punya selera buat minum kopi, apalagi yang punya gangguan lambung, sudah pasti bakalan menjauhi menyeruput kopi.

Nah, ini ada beberapa panganan yang bisa mengatasi rasa ngantuk. Beberapa menu malah bisa kamu bawa dan makan di mana saja dan kapan saja.

Yogurt
Nggak susah bawa sekotak kecil yogurt ke mana-mana, dan sangat mudah dikonsumsi. Tinggal disendok, dan hap. Kandungan gula dan protein di dalam yogurt akan membuat tubuhmu jadi segar kembali dan mengusir rasa kantuk.

Kacang dan Biji-bjian
Kacang kenari, almond, dan kismis yang kaya dengan omega 3 serta lemak tentu bakalan memberikan energi untuk kamu. Ditambah lagi, usaha kita buat gigit-gigit kacang atau biji-bijan, dijamin ngantuk langsung hilang.

Bayam
Banyak yang percaya bayam justru bikin kita cepat mengantuk. Ternyata nggak juga tuh, zat besi yang terkandung di dalam bayam akan mengurangi rasa ngantuk kamu.

Telur
Kalau kamu bisa mengonsumsi telur mentah ya bagus, tapi dimasak pun bisa kok efeknya. Telur akan merangsang hormon norefineprin yang membuat detak jantung meningkat sehingga kamu menjadi tidak ngantuk.

Vitamin C
Vitamin C dari jus jambu atau jeruk rasanya cukup praktis. Vitamin C mengandung karnitin yang fungsinya untuk mengurangi kelelahan dan membuat kamu segar kembali.

Realitas Pernikahan yang Tak Terungkap di Media Sosial

Banyak pasangan yang ‘memamerkan’ indahnya pernikahan atau hubungan mereka di media sosial. Tapi realitas biasanya tak sesempurna gambaran yang terlihat di postingan-postingan itu.

Jay Hill, seorang penulis dan psikolog bercerita, setidaknya ada beberapa realitas pernikahan yang takkan banyak kamu temukan di media sosial. Ini dia:

Adu pendapat, itu seni…

Saat kita tinggal bersama pasangan kita, berhari-hari, berbulan, bahkan bertahun-tahun, adu argumentasi takkan terelakkan. Tak peduli betapa kamu sangat mengasihi pasanganmu. Kadang-kadang, hal yang sepele, konyol, bisa membuat suami meninggikan suara dan sebaliknya. Biasanya, argumentasi-argumentasi kecil akan berakhir dan dilupakan dalam waktu singkat. Pasangan mudah jatuh dalam perdebatan kalau kalian sama-sama tak mau kalah. Bahkan, siapa yang harusnya membuang sampah pun bisa jadi perdebatan sengit.

Tidur dan mendengkur…

Apa lagi yang lebih romantis ketimbang saat kamu tertidur di samping pasangan pada akhir hari yang panjang dan melelahkan. Tapi pada foto-foto yang kelihatan romantis itu pasti ada hal-hal lain yang takkan bisa tergambarkan. Misalnya suara dengkuran berisik pasanganmu, atau bahkan suara dengkuranmu sendiri. Dan selama bertahun-tahun, kalian sudah terbiasa dengan keberisikan itu.

Maunya sih ngobrol dulu…

Teorinya, masa menjelang tidur, kamu dan pasangan menciptakan waktu berkualitas dengan ngobrol apa saja di atas tempat tidur, mulai dari hal-hal remeh sampai yang serius. Faktanya, kalian berdua sudah terlalu capai dengan pekerjaan atau mengurus rumah tangga. Ketika sampai di atas ranjang, dorongan untuk tidur lebih besar ketimbang ngobrol.

Bebersih rumah…

Mungkin ada yang nge-posting tentang kegiatan gotong royong bareng pasangan membersihkan kamar atau rumah. Faktanya, tak sehari-hari seperti itu dan kebanyakan pasangan tak begitu. Apalagi pasangan yang sama-sama bekerja. Kalau tak ada asisten rumah tangga, maka yang terjadi adalah: sesampainya di rumah, dorongan terbesar adalah untuk merebahkan badan dan istirahat, ‘berdamai’ dengan rumah yang berantakan. Sampai akhirnya, pada satu titik, salah satunya memaksa diri bangun dan mengambil sapu atau vacuum cleaner.

Foto: Pixabay/Unsplash