All posts by admin

Gempa Aceh dan Dekatnya Bayangan Kematian Mengikutiku

Gempa Aceh kemarin mengingatkanku 11 tahun yang lalu. Ya, gempa Nias 28 Maret 2005, yang berkunjung hanya dalam hitungan menit saja, telah mengubah sebagian besar hidupku dan juga teman-temanku.

Mereka yang baru saja bercanda denganku di hari yang sama, tiba-tiba sudah tidak ada lagi, ditelan reruntuhan bangunan megah buatan tangan manusia. Masih jelas tergambar di benakku kehancuran hebat saat itu.

Rumah-rumah rubuh, jalan-jalan terbelah, kebakaran menghanguskan sisa-sisa harta yang tertinggal, bau mayat di mana-mana. Aku sampai tidak mengenali lagi kota Gunungsitoli, kota kelahiranku.

Aku ingat teriak mereka yang berlumuran darah. Aku ingat tangis mereka yang memekakkan telinga.

Aku ingat ketakutan yang tergambar di setiap wajah. Bahkan aku ingat boneka berbentuk hati yang kubawa lari ke pengungsian malam itu.

Rasanya bayangan kematian begitu nyata mengejarku. Tidak ada pengungsian yang cukup aman bagiku untuk berlindung dari kematian. Aku tidak pernah tahu entah kapan kematian itu datang. Entah saat aku tidur, entah saat aku bermain, entah saat aku mandi, entah saat aku sama sekali tidak memikirkan tentang kematian.

Sesungguhnya, tanpa harus gempa pun, bayang-bayang kematian memang selalu mengikuti. Hanya mungkin sedang tidak sadar saja. Pertanyaannya, sudah siapkah apabila waktunya tiba menjemput? Sudah siapkah kita berhadapan dengan ajal?

Moi, je suis prête.

Foto: Pixabay/Angelo_Giordano

KKR di Bandung Serta Kisah Keteladanan

“KKR Pdt Dr Stephen Tong di Bandung dibubarkan ormas”, demikian terbaca di WhatsApp group yang saya ikuti. Lalu, penulis lincah dan indah Dennis Siregar menulis artikel memberitahukan bahwa ormas itu adalah “ormas abal-abal”. Jadi, bukan oleh ormas bermutu seperti NU atau Muhammadiyah.

Mengapa harus dibubarkan? Mengapa? Apakah yang membubarkan itu masih waras? Apakah mereka masih memiliki hormat kepada orang tua, kakek lemah, yang sudah berusia lebih dari 76 tahun? Apakah kita sudah kehilangan budaya Timur?

Pdt. Dr. Stephen Tong, yang saya anggap sebagai orang tua, bukan saja tua, lemah, tapi juga sakit-sakitan! Entah berapa banyak alat-alat medis, seperti cincin dimasukkan dalam tubuhnya yang membuatnya bertahan hidup! Terakhir kali saya menyaksikannya berkhotbah, saya sangat kasihan.

Mengapa kasihan? Saya menyaksikan bahwa tubuhnya sudah sangat lemah untuk berdiri di mimbar cukup lama. Sebelum naik ke mimbar, saya menyaksikannya didorong pakai kereta dorong.

Ketika melangkah ke mimbar, beliau harus dituntun. Ketika mulai berbicara, dalam tempo lima menit beliau akan batuk batuk sambil–maaf–mengeluarkan dahak! Terlihat sekali beliau berjuang untuk berbicara, mengeluarkan kata demi kata.

Lalu mengapa masih terus berkhotbah? Haruskah itu dilakukannya? Haruskah? Apa tidak banyak orang lain menggantikannya? Jawabnya, ada dan banyak. Beliau telah meluluskan banyak hamba Tuhan yang setia dan rela membayar harga, termasuk menderita.

Di situlah kakek tua tersebut sangat layak diteladani, terutama oleh jutaan kaum muda yang telah mendengar khotbahnya.

Saya sangat yakin tidak ada orang yang memaksa kakek tua Stephen Tong untuk terus berkhotbah, juga bukan karena materi. Jika uang menjadi alasannya berkhotbah, sudah lama dia dapat istirahat.

Lalu apa yang mengharuskannya? Saya sangat yakin inilah jawabannya: beban dan kerinduannya terhadap jiwa-jiwa tersesat, yang ditipu dan disesatkan iblis sehingga hidup dalam dosa!

Dia tidak rela melihat jutaan pemuda, remaja yang dirusak dan dihancurkan oleh berbagai macam dosa seperti narkoba, pornografi, sex bebas dan sejenisnya. Itu sebabnya, dalam berbagai ibadah yang dilayaninya beliau juga mengadakan sesi khusus untuk remaja, siswa-siswi.

Kerinduannya yang sedemikian besar untuk melepaskan jiwa-jiwa dari perbudakan iblis, dosa dan hawa nafsu liar membuat kakek tua itu rela berkeliling ke berbagai pelosok di seluruh Nusantara.

Dalam kondisi demikian, tidak ada yang dapat merintanginya. Beliau bahkan siap berkhotbah di tengah guyuran hujan dan angin kencang, sebagaimana dilakukannya pada ibadah KKR di Tarutung, Sibolga dan Balige pada Mei yang lalu.

Jika hujan dan angin diterobosnya untuk memberitakan kabar baik, bagaimana dengan sakit penyakit? Juga tidak mampu menghadangnya. Dalam kondisinya yang parah, beberapa kali dokter melarangnya untuk naik mimbar, berbahaya, bisa berakibat fatal! Apa yang dilakukannya? Beliau tetap naik mimbar, siap untuk mati!

Lalu mengapa kakek tua yang berhati mulia itu harus dihentikan berkhotbah? Lalu mengapa beliau sendiri bisa diadang ormas?

Pasti bukan karena takut! Inilah jawaban kakek tua, hamba Tuhan itu: Natal bukan momen bermusuhan tapi menabur cinta kasih.

Betapa indahnya kalimat itu. Betapa indahnya dan agung pengorbanannya demi kemanusiaan.
Bersama kakek tua, Pdt. Stephen Tong yang mengikuti teladan Tuhan Yesus, mari kita berdoa: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yg mrk perbuat”.

Mari terus berdoa utk yang terkasih kakek tua, Pdt. Dr. Stephen Tong bersama tim STEMI.
May God bless you and your team our dear Rev. Dr. Stephen Tong. We love you…

 

Pdt. Dr. Ir. Mangapul Sagala, MTh.

Tulisan ini juga dimuat di:

http://www.kompasiana.com/www.mangapulsagala.com/keteladanan-pdt-dr-stephen-tong_5847b4cc2c7a61df06685afb

Penulis adalah Alumnus Fakultas Teknik UI Doctor Theology dari Trinity Theological College, Singapore, Cambrige, Roma.

 

FotoL Pixabay/Hailongli72

Rumah ‘Persinggahan’ Toleransi di Tepi Danau Toba

Tiap ada peristiwa atau kejadian macam kasus intoleransi ulah segerombolan orang di Gedung Sabuga, Bandung itu, aku tak hanya bertarung mengelola emosi yang sontak mendidih di dalam diri. Juga, harus menahan kejengkelan karena di antara yang merasa minoritas dan tertindas itu tak saja menyemburkan kegeraman –yang bisa dimaklumkan– namun sebenarnya hanya luapan kesia-siaan, sebab yang namanya kemarahan dan disampaikan dalam bentuk apapun, sebenarnya takkan pernah menginspirasi pikiran dan perbuatan baik yang bermanfaat bagi insan beradab.

Lebih sial lagi, akan ada yang menyindir-nyindir sikapku yang selama ini mencoba bertahan: mengedepankan akal sehat, mendukung harmoni sosial, penekanan agar tetap menghargai kehidupan dan humanisme di tengah ketertekanan–dan gelinjang emosi. Ia atau mereka, agaknya lebih menginginkan aku agar turut seperti mereka: meluapkan kemarahan, menyampaikan sindiran, yang sebenarnya sama-sama ekspresi kebencian.

Provokasi akhirnya melahirkan agitasi; kebencian dihadapi dengan kata-kata kemarahan. Itu bukan (lagi) “kelasku,” dan kau atau kalian boleh mencibir. Tak di tahap itu lagi aku. Tetapi, kepedulianmu (bila merasa begitu), belum tentu lebih tinggi kadarnya dibanding aku, namun caraku berbeda. Dalam pelbagai hal, perlu siasat. Siasat yang lebih cerdas, dan kupilih yang menurutku (menurutku lho) lebih beradab, intelek, hingga tak harus memancing keonaran baru.

Saya, lewat catatan-catatan ringan di medsos ini, ingin merangkul sebanyaknya agar lebih banyak orang menyukai humanisme dan harmoni sosial, mementingkan kedamaian, betapapun semua itu dianggap kemustahilan. Aku percaya, gerakan-gerakan serupa riak-riak di danau itu bermakna, dan aku memang pemburu makna. Itulah bedanya kita. Tanpa bermaksud merasa seorang yang istimewa.

Saya lahir dan besar di lingkungan (terutama didikan orangtua) yang amat toleran dan sedia membagi perhatian pada orang lain. Seperti yang pernah kutuliskan di beberapa catatan, rumah kami yang sederhana (di Pangururan), merupakan persinggahan dan penginapan bagi kerabat, kawan sekampung bapak, yang beragam keyakinan-agama. Rumah kami adalah tempat singgah dan menginap para “Parbaringin,” “Parmalim,” penganut Adventis, Saksi Yehova, Muslim, bahkan yang dituduh terlibat PKI.

Tak sedikit klan Situmorang yang merantau ke Sumatera Timur jadi Muslim, dan manakala pulang ke kampung halaman (Bonapasogit), mampir atau menginap di rumah kami sebelum ke kampung asal mereka karena harus menunggu bus (motor) P.O Pulo Samosir yang jarang itu, “motor” Sidikalang-Pangururan-Mogang-Nainggolan.

Sejak dini, aku sudah terbiasa dengan keberagaman, keperbedaan, dan… tak menjadi gangguan bagi kenyamanan bathin. Kawan-kawan bermainku, para anak tentara dan polisi yang berumah di Tajur, selalu ada Muslim (biasanya orang Jawa/Jadel, Melayu, Pakpak, atau Karo). Di dekat rumah, persisnya di samping Pesanggrahan Pemda, ada masjid kecil yang diurus marga Sihombing dari Harianboho, halamannya pun tempatku bermain bersama kawan-kawan bocah. Dulu ada pohon asam jawa dan mangga, aku dan kawan-kawan senang memanjat lalu mengunyahi buah yg asem dan manis itu sambil duduk di sisi mesjid sambil berceloteh khas bocah. Indah sekali bila itu kuingat, apalagi Danau Toba yang memesona, terhampar di depan.

Masa kecilku hingga menuju remaja memang indah, terbiasa dengan panorama nan elok dan besar di satu keluarga yang meskipun bersahaja, normal dan patuh norma-norma adat, ditopang hubungan perkerabatan serta pertetanggan yang hangat dan tulus. Aku tak biasa dengan lingkungan yang disebut “keras” atau “kasar.” Kecongkakan, kesinisan, merupakan pantangan bagi kami dan kawan-kawan, juga tetangga. Kami, khususnya dengan orang-orang Pangururan, terbiasa dengan toleransi sejak dahulu kala –entahlah kini.

Aku lahir dan besar di tengah alam yang “penuh puisi,” disuguhi panorama yang tak ada bosannya ditatap, pula lingkungan yang mengindahkan sopan-santun dan norma-norma yang memantangkan pemisah-misahan manusia, siapapun dia, bahkan “bonggali” pun seperti saudara.

Barangkali, itulah yang berperan penting membekaliku dan berfaedah hingga kini: membuatku terpesona harmoni sosial dan perdamaian.

*-*

Foto: Pixabay

Kejutan di Balik Nikmatnya Daging Panggang

Pertama kali saya mengetahui Panggang Ucok dari seorang teman gereja yang merekomendasikannya. Lalu saya pergi ke restoran itu bersama teman, pas ulang tahunnya.

Kami disambut dengan ramah oleh para karyawan di sana, bahkan teman saya diberi surprise, martabak ulang tahun lengkap dengan lilinnya. Semua karyawan berkumpul untuk menyanyikan lagu selamat ulang tahun dan memberi selamat.

Suasana restoran yang beralamat di Jalan Otista Raya No. 149 Jakarta ini terasa nyaman. Seperti di rumah. Selain karena rasa kekeluargaan yang dihadirkan oleh para karyawan, layout restoran juga bikin betah. Ada buku-buku yang dipajang dan bisa kita baca, sehingga memberi kesan rileks dan intelek.

Mengenai makanan, saya menikmati daging panggangnya yang segar dan renyah, seolah baru dipotong dan langsung dipanggang. Saya paling suka bumbu riasnya, yang mengingatkan saya akan masakan khas ompung saya di kampung Toba sana.

Bumbu andalimannya juga enak sekali, seolah tanpa makan dengan daging pun bumbu itu saja sudah sangat enak.

Saya juga suka nasi gorengnya. Ada banyak bumbu yang khas yang bisa membuat lidah bergoyang, dan memberi sensasi yang tak biasa.

Martabak ulang tahun tadi, juga sungguh kaya rasa. Campuran bawang dan bahan/rempah lainnya seolah terpadu dengan seimbang. Teman saya yang ulang tahun itu sungguh menyukai dan ingin memesannya lagi.

Yang paling saya favoritkan adalah kopi botolnya (Cold ice coffee). Rasanya saya ingin meminumnya setiap hari. Ada rasa pahit kopi yang khas di dalamnya yang memberi rasa nikmat yang langka dan luar biasa. Saya bisa ketagihan meminumnya. Itu adalah kopi terenak yang saya minum, dan tak saya temukan di restoran manapun.

Yang berbeda dan khas dari restoran Panggang Ucok, adalah kerinduan pemiliknya untuk membangun hubungan emosional dengan pelanggan. Itulah yang sangat saya rasakan dan sangat saya hargai.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai menu maupun promo, kamu bisa mengunjungi akun Instagram Panggang Ucok di alamat: https://www.instagram.com/panggangucok/.

 

Bagaimana Melaporkan Hate Speech di Medsos?

Hate speech alias ujaran kebencian, hoax, dan sejenisnya, makin memprihatinkan saja akhir-akhir ini. Sebagai pengguna medsos, ada baiknya kita tak diam saja.

Jangan kuatir kamu dianggap melanggar hak kebebasan bicara. Saya sependapat dengan Karen White, Head of Public Policy Twitter untuk Eropa. Dia mengatakan: “Ada perbedaan yang jelas antara kebebasan berekspresi dan perilaku yang menghasut kekerasan dan kebencian.”

Masalahnya, tak semua tahu cara melaporkannya. Oleh sebab itu, saya mencoba mengkompilasi berbagai fitur pelaporan (report abuse) di beberapa medsos yang banyak penggunanya di Indonesia.

TWITTER
Kamu bisa melakukannya langsung melalui tweet yang bernada kebencian, atau lewat akunnya.

Di postingan:
Klik icon ••• di desktop atau ikon ^ di aplikasi iOS dan Android. Pilih “Report Tweet”. Pilih “Its abusive of harmful” lalu “Next”.

Twitter akan memintamu menambahkan informasi tentang laporanmu. Kamu juga akan diminta menambahkan cuitan lain untuk memberikan konteks lebih baik pada Twitter dalam mengevaluasi postingan itu.

Melaporkan sebuah akun:

Bukalah akunnya dan klik ikon gear (desktop dan iOS) atau ikon overflow (android). Pilih “Report”

Kemudian pilih “They’re being abusive or harmful”. Lalu klik “Next”.

Lalu hal yang sama akan ditanyakan Twitter, tentang tambahan informasi dan cuitan dari akun itu untuk memberikan konteks yang lebih baik dalam mengevaluasi permintaan kita.

FACEBOOK
Di Facebook, kamu bisa melaporkan akun, postingan, maupun page.

Akun:
Di sebelah nama pemilik akun ada kolom-kolom, pilih ikon ••• lalu “Report”. Lalu pilih “Report this profile”. Klik “Continue”. Ikuti langkah-langkah berikutnya.

Postingan:
Klik ikon “v” dan klik “Report post”. Pilih “I think it shouldn’t be on Facebook”. Lalu “Continue”. Nanti ada pilihan, apakah postingan itu vulgar (menggunakan bahasa yang kotor), bernada seksual, hate speech, mengancam atau bernada kekerasan dan bunuh diri, atau sesuatu yang lain. Pilih “It’s harassment or hate speech”. Lalu “Continue” dan ikuti langkah selanjutnya.

Page:
Untuk melaporkan Page, buka Page yang diinginkan, lalu arahkan kursor ke ikon “••• More“ Pilih Report Page. Pilih alasanmu melaporkannya. Ikuti langkah selanjutnya.

GOOGLE PLUS

Di platform ini, kamu bisa melaporkan setiap postingan, profil, atau foto, dengan mengklik ikon tiga titik berbaris vertikal. Lalu klik “Report abuse”

YOUTUBE

Di YouTube kamu bisa melaporkan channel dan video.

Channel:
Login dulu ke YouTube dengan akun Google-mu. Kemudian klik channel. Setelah itu pilih “About”.

Nanti akan ada ikon Flag (bendera) dengan tanda panah ke bawah. Klik, dan akan muncul pilihan: report user, report channel art, report channel icon, report user.
Ikuti langkah selanjutnya.

Video:
Untuk melaporkan video pilih ikon “••• More“ lalu klik “Report”. Ikuti langkah selanjutnya.

Foto: Pixabay/LoboStudioHamburg

Maaf Dariku Bukan Untuk Kau Ulang

Lagu ini memang bukanlah lagu yang lucu, tapi saya selalu menahan senyum jika mendengarnya:
Maaf dariku bukan untuk kau ulang
Sabar di dada batasnya sudah hilang

Bicara soal ‘maaf’, entah mengapa, yang pertama terlintas adalah lagu dangdut miliknya Hana Pertiwi, walau penggalan yang saya ingat hanya bagian di atas itu tadi.

Lalu, kata maaf kedua yang akan saya ingat, adalah ucapan kejam di telepon:
Maaf, sisa pulsa anda tidak mencukupi untuk panggilan ini.
Maaf, nomor yang anda tuju sedang sibuk atau berada di luar jangkauan.

Ketiga, tulisan di mesin ATM, ucapan maaf yang sangat menyakitkan ini:
Maaf, saldo tabungan anda sudah mencapai batas minimum.

Lalu, yang kemudian paling saya ingat, adalah Mpok Minah, tokoh film Bajaj Bajuri. Beliau, setiap kali mau bicara selalu diawali kata maaf.

Mpok Minah, karakter yang ikut populer dalam sinetron komedi betawi Bajaj Bajuri, perannya merupakan gambaran sosok seseorang yang takut menyinggung perasaan orang lain, dan juga takut melakukan kesalahan. Itu sebabnya dia selalu mengucapkan kata maaf. Maaf walau tak salah.

Walau sebenarnya, kata maaf itu tidak lucu, tapi kata maaf yang selalu diucapkan berulang-ulang oleh Mpok Minah pernah menjadi tren lelucon dalam pergaulan jaman itu.

Sebenarnya, seperti tertulis di buku SD anak saya, meminta maaf adalah sebuah tindakan yang sangat terpuji. Sebab, sering kali kata ini juga sulit untuk kita ucapkan, kebalikan dari Mpok Minah. Lebih sering orang yang sebenarnya bersalah tapi enggan berucap maaf. Sehingga menjadi agal lebih langka jika orang berkata maaf, walau tidak melakukan sesuatu yang salah.

Tapi saya suka karakter Mpok Minah ini. Menurut saya, Mpok Minah sering berkata maaf karena hanya ingin keadaan tidak berubah buruk karena apa yang akan dia ucapkan. Dia ingin, orang yang dia ajak bicara tetap bisa saling menerima dan mengerti, tidak berbantahan, dan menghindari masalah.

Terkadang, orang berkata maaf walau belum tentu salah. Penerima maaf pun bisa jadi adalah pihak yang salah, walau tidak menyadari atau tidak mau mengakuinya. Dunia ini memang kadang terbalik.

Dalam sebuah komunitas yang saya ikuti, hal ini pernah terjadi. Kami sedang membahas sebuah topik. Awalnya itu hanya sebuah topik ringan. Lalu, setelah banyak yang menanggapi, ada anggota yang kemudian menganggap topik ini sensitif. Hal ini memang subjektif, sebab yang lain tak merasa itu sensitif. Tapi anggota komunitas yang merasa itu sensitif itu kemudian mendesak bahwa hal seperti itu terlalu sensitif untuk dibahas. Terjadilah pro dan kontra. Demi menghindari perselisihan, si X yang mengangkat topik tadi pun segera minta maaf. Yang lainnya tak setuju jika si X minta maaf.

“Kenapa minta maaf? Kan kamu nggak salah? Itu kan pilihan,” bantah yang lain.
Tapi si X merasa itu adalah jalan keluar terbaik untuk menyelesaikan perdebatan.

Dengan bisik-bisik, Si X menjawab; Ada yang bilang, lebih baik menjadi orang baik daripada menjadi orang benar.

Untuk menghindari konflik, dia mengalah sekalipun tak salah.
Orang waras mengalah, kata orang.
Tapi si X lebih suka dengan kalimat berikut: Orang yang lebih dewasa mengalah. Sebab ‘kanak-kanak’ masih kurang bijaksana. Kita berbuat baik bukan karena orang lain baik, tapi karena kita baik. Kita melakukan kebajikan itu bukan karena orang lain juga baik pada kita, tapi sebagai hakekat diri kita sendiri. Treat people kindly not because they are kind, but because you are.

Mungkin seperti Mpok Minah, kadang orang meminta maaf duluan untuk menjaga perasaan orang lain, menghindari masalah, menjaga perdamaian, menghindari pertikaian. Akhir-akhir ini ‘dunia’ terasa semakin sensitif, dibutuhkan lebih banyak Mpok Minah-mpok Minah, yaitu orang yang mau mengalah, berucap maaf walau tak salah, demi menghidari perang dunia ketiga, hehehe.

Maka, kebalikan dari lagu Hana Pertiwi, Mpok Minah jika bernyanyi mungkin liriknya akan begini:
Maaf dariku boleh terus kau ulang.
Sabar di dada tiada batasnya.
🙂

-*-
Foto: Pixabay

Anak Sekarang Terlalu Cepat Dewasa?

Seorang anak kelas 2 SD Angkasa IX Halim Perdanakusumah menceritakan kisah “Bang Maman dari Kali Pasir” dengan detail. Kisah ini termuat dalam Lembar Kerja Siswa (LKS).

Dalam kisah itu diceritakan bang Maman meminta seorang perempuan bernama Patme untuk mengaku-aku sebagai istri simpanan Salim. Tindakan itu dilakukan agar putri bang Maman yang bernama Ijah mau menceraikan Salim. Bang Maman ingin Ijah cerai dari Salim karena sang menantu sudah jatuh miskin.

Apen, sang orangtua dari murid kelas 2 ini, terkejut dan khawatir anaknya dewasa terlalu cepat. “Saya khawatir ya khawatir. Takutnya anak saya berpikir lebih dewasa dari sebelum waktunya,” ujar Apen.

Apen membandingkan dirinya saat bersekolah dulu. Istilah-istilah seperti “istri simpanan” itu adalah tabu saat itu.

“Dulu waktu zaman saya sekolah, istilah istri simpanan itu tabu untuk dibahas, tapi sekarang saya enggak tahu ya. Ya saya sih belum tahu ceritanya kaya apa,” jelas Apen.

Peristiwa ini mencerminkan kekhawatiran para orangtua terhadap gejala anak-anak terlalu cepat menjadi dewasa pada usia muda.

Karena asupan gizi yang lebih baik dan fasilitas pelayanan kesehatan yang semakin mudah dijangkai kita menjumpai anak-anak mengalami pertumbuhan badan yang lebih cepat dibandingkan zaman kita. Tubuh mereka lebih tinggi dan lebih besar dibandingkan dengan tubuh kita saat seusia itu.

Selain itu ada juga kecenderungan anak-anak sekarang lebih dini dalam memasuki masa puber. Saat ini anak-anak perempuan usia kelas 6 SD sudah mendapat menstruasi yang pertama. Anak laki-laki juga mulai memproduksi hormon progesteron lebih cepat dari zaman kita.

Secara sosial, anak-anak juga cenderung mengalami percepatan menjadi dewasa. Karena kemajuan teknologi komunikasi maka anak-anak sekarang mudah sekali mengakses informasi yang berkaitan dengan orang dewasa. Dalam pergaulan, mereka juga mulai tertarik pada lawan jenis sejak usia muda.

Ada juga anak yang terlalu cepat menjadi dewasa karena dipaksa oleh keadaan. Misalnya karena ayah meninggal, anak sulung harus mengambil alih peran ayah dalam keluarga itu. Dia tidak sempat menikmati masa anak-anak karena harus memikirkan kebutuhan keluarga agar bisa bertahan hidup.

Di sisi lain, ada anak yang dipaksa menjadi dewasa lebih cepat karena ambisi orangtua. Mereka mengikutkan anak kepada berbagai macam kegiatan agar talenta anak mengalami perkembangan secara maksimal. Misalnya, mengikutkan anak untuk mengikuti audisi bintang sinetron, kemudian anak ditekan dengan jadwal shooting yang padat.

Lalu apa yang bisa kita lakukan?

Apabila anak kita lebih cepat memasuki masa puber karena faktor gizi, tentunya kita perlu mensyukurinya. Yang perlu kita lakukan adalah memberi pendidikan seks yang benar.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas London pada tahun 2003 menunjukkan bahwa 68 persen anak-anak mencari informasi seks dari media, 66 persen bertanya kepada ibu mereka, dan hanya 34 persen anak-anak berkonsultasi dengan ayah mereka tentang hal-hal yang berbau seksual.

Berdasarkan penelitian ini, kaum ibu perlu membekali diri dengan belajar tentang seks. Banyaklah membaca buku tentang pendidikan seks.

Orangtua memang perlu memberi bekal pendidikan dan keterampilan pada anak sehingga anak kelak bisa menjadi orang yang sukses. Namun demikian hendaknya diberikan dengan takaran yang wajar. Jangan sampai masa kecil yang menyenangkan itu justru terampas oleh ambisi orangtua.

Saat ini sudah ada Undang-Undang Perlindungan Anak. Di dalamnya terdapat aturan yang mencegah agar anak-anak tidak dieksploitasi. Kita perlu mempelajari dan menyebarluaskan undang-undang ini sehingga semakin banyak orang dewasa yang menghormati hak-hak anak.

Purnawan Kristanto

Catatan: Tulisan ini dikutip sudah seizin penulis.

Laman asli tulisan ini lihat di: http://renungan.purnawan.web.id/?p=541

Penulis adalah writer | trainer | humanitarian volunteer | video & photo hobyist | jazz & classic lover | husband of priest | father of two daughters |

Santa Claus Datang ke Bekasi

You better watch out
You better not cry
You better not pout
I’m telling you why
Santa Claus is coming to town

Syair pembuka dari lagu “Santa Claus Is Coming To Town” ini terdengar jelas dari tengah Metropolitan Mall Bekasi di mana telah berdiri panggung bernuansa Natal. Saat itu sedang beraksi di “laga pembuka” para penyanyi remaja dari kelompok vokal Voice of Indonesia.

Sebanyak 12 penyanyi remaja beraksi di panggung dengan membentuk dua barisan. Mereka terdiri dari dua remaja pria yang berdiri di tengah barisan, dan sepuluh remaja putri dengan berpakaian atasan putih dengan rok merah.

Semuanya memakai topi ala Santa Claus. Waaah, Santa Claus datang ke Bekasi, setidaknya lewat syair lagu dan topi yang dikenakan para penyanyi remaja.

Mendengar lagu ini dinyanyikan dengan pengeras suara, kami sekeluarga langsung menonton dengan mencari tempat berdiri di bagian yang berhadap-hadapan dengan panggung. Kedua anakku malah langsung duduk manis di lantai.

Pengunjung mal pun mulai ramai mengerubungi di depan panggung. Keadaan mulai berdesakan karena kerumunan ini juga harus memberi jalan kepada orang yang lalu-lalang.

“Pak permisi, boleh tukar posisi berdiri enggak?”

Tiba-tiba seorang ibu dengan hijab cokelat muda mencolek bahu saya. Rupanya si ibu sedang berusaha mencari posisi terbaik untuk merekam kelompok vokal yang sedang beraksi di panggung itu.

Saya pun bergeser, mempersilakan si ibu merekam gambar. “Ini ibu tahu apa tidak ya kalau kelompok vokal ini sedang menyanyi lagu-lagu bertema Natal?” Begitulah saya membatin.

“Sebentar kak, Mama lagi merekam ini buat tantemu. Mama mau kasih tahu tante … (tak terdengar jelas) pertunjukan Natal-nya sudah mulai,” kata si ibu itu ke anak perempuannya.

Hoho, saya ngaco. Ternyata si ibu tahu ini pertunjukan Natal. Dan setelah diperhatikan, kerumunan orang yang menonton panggung yang melantunkan lagu-lagu Natal itu banyak juga yang dari tampilannya bisa diduga warga muslim.

Yang sudah pasti ya para ibu berhijab. Mereka tidak beranjak dan terlihat senang-senang saja menyaksikan tembang Natal dilantunkan.

Saya tak mendengar ada nada-nada keberatan yang keluar dari pengunjung atas aksi pertunjukan Natal di tengah mal di Kota Bekasi ini. Kita tahu, Kota Bekasi beberapa kali mencuat namanya karena ribut-ribut soal pendirian gereja. Baru-baru ini, Gereja Santa Clara diprotes massa yang keberatan dengan pembangunan gereja.

Saya pribadi masih sangat meyakini bahwa toleransi umat beragama di tingkat akar rumput–baik di Kota Bekasi atau di seluruh Indonesia bahkan–sebenarnya didominasi oleh suasana baik-baik saja, tidak ada saling curiga atau benci pada yang agama berbeda.

Namun sepertinya ada sekelompok orang yang sangat ingin kita saling membenci, saling curiga, dan berusaha membuat renggang hubungan antarumat beragama. Di media sosial pun serupa. Ada segolongan orang yang memproduksi berita-berita berbumbu kecurigaan dalam hidup beragama.

Masalahnya, kalau kita ikut mengomentari–meski dengan nada kesal tingkat dewa dengan dengan berita-berita atau tulisan-tulisan hoax yang menebar kebencian itu–artinya kita pun sedang ikut “menari di gendang yang ditabuh” sekelompok orang tersebut.

Jadi, saran saya: cukup Anda cegah tampil di wall medsos Anda–Facebook memiliki opsi “tidak ingin melihat” yang sewaktu-waktu bisa diaktifkan–, disetop dengan jangan dibagikan, atau Anda abaikan saja. Jangan dikomentar-komentari, karena baik atau buruk komentar kita, tetap saja yang sedang dibicarakan konten kelas “penebar kebencian” ini.

Jadi, seperti juga kisah Santa Claus yang dinyanyikan di tengah panggung mal di Bekasi dan yang selalu menjadi simbol keceriaan dalam perayaan Natal. Semoga kita bisa melawan “virus saling curiga” dengan suka cita Natal.

Karena bagaimana pun, kehadiran bayi Yesus adalah membawa damai di Bumi. Jika damai Natal telah menyelubungi kita, tak akan ada satu berita hoax pun yang akan sanggup mengganggu kita.

 

Foto: dok pribadi

Dokter Lintas Batas: Memenuhi Panggilan Jiwa dan Kemanusiaan di Wilayah Konflik

Seorang gadis kecil berlari-lari kecil mengekor di belakang ibunya yang tergesa melintas di depan puing bangunan yang hancur dihantam bom lewat serangan udara di satu kota kecil yang mereka tinggali di Afrika. Sebentar ia berhenti, menengok ke kanan, matanya sembab dan berair, ada riak di pipinya yang berkilat disorot kamera, tangan kanannya teracung.

Sebuah kalimat berjalan tak jauh dari kakinya, tepat saat jarinya menunjuk ke mata saya yang terpana di depan layar … WHAT’S WRONG WE HAVE DONE?

Mata itu menatap penuh tanya dan harap; menyedot energi yang melesak ke dalam sorotnya. Mengingatkan pada tatap tak berdosa anak -anak Nyanga dalam Black Butterflies, juga sorot mata anak-anak dan perempuan dalam Sometimes in April.

Visualisasi penggalan kisah perjalanan James Maskalyk saat bertugas sebagai dokter Médecins Sans Frontières (MSF) di Abyei, Sudan di buku A Doctor without Borders yang saya baca beberapa tahun lalu. Buku berisi catatan-catatan James yang sebelumnya dituangkan dalam blog pribadinya Six Months in Sudan.

Apa yang dialami oleh gadis kecil dan ibunya, serupa dengan yang terjadi dan dirasakan oleh mereka yang tinggal di beberapa bagian dunia yang sehari-hari was-was karena pertikaian yang masih saja berlangsung di negaranya. Potongan film dokumenter di atas bukan di Abyei tapi Abs, Yaman Utara, saat rumah sakit yang dikelola oleh MSF terkena serangan udara pada Senin, 15 Agustus 2016 lalu.

Dr Lukman Hakim, salah seorang dokter MSF asal Indonesia yang bertugas di Abs sejak Juni 2016 mengisahkan, pk 15.00 waktu setempat ketika selasar UGD rumah sakit Abs yang selalu ramai dengan pasien dihantam bom menyebabkan 11 orang meninggal termasuk seorang staf MSF dan 19 orang luka-luka.

Dirinya hari itu sedang berada di kantor MSF, 10 km dari rumah sakit. Mereka hanya diberi waktu 3 (tiga) jam untuk mengecek kondisi di rumah sakit pasca pengeboman. Esoknya, semua staff MSF dievakuasi ke kota dan pelayanan di rumah sakit diambil alih oleh staf pemerintahan setempat.

Dalam aturan dasar Hukum Humaniter Internasional (International Humanitarian Law) disebutkan bahwa lambang palang merah harus dihormati sebagai tanda perlindungan. Karenanya dilarang menyerang petugas medis atau kendaraan atau tempat yang mengenakan lambang palang merah.

Dalam setiap misinya MSF sendiri telah memasang lambang tersebut di setiap tempat yang mudah untuk dilihat. Entah kenapa dan siapa yang telah menjatuhkan bom di atas rumah sakit di Abs sampai hari ini belum ada yang mengaku bertanggung jawab.

Atas beberapa serangan yang terjadi terhadap fasilitas medis yang dialaminya, MSF pun melancarkan protes EVEN WAR HAS RULES. Menggalakkan kampanye untuk menarik perhatian, mengajak dunia membuka mata agar menghormati hukum humaniter; mereka bekerja untuk kemanusiaan dan berada pada posisi netral untuk membantu siapapun yang membutuhkan bantuan kesehatan.

Médecins Sans Frontières (MSF)/Doctors without Borders/Dokter Lintas Batas adalah organisasi kemanusiaan medis internasional yang didirikan di Perancis pada 1971 dengan misi pertama ke Nikaragua pada 1972.

Kegiatan MSF mencakup perawatan kesehatan dasar, layanan kesehatan ibu dan anak, pembedahan, upaya menangani wabah, merehabilitasi dan mengelola rumah sakit dan klinik, vaksinasi massal, mengoperasikan pusat-pusat gizi, layanan kesehatan jiwa, serta memberikan pelatihan kepada tenaga kesehatan setempat.

MSF adalah organisasi independen yang menjalankan misinya tanpa membedakan suku, agama, ras, gender maupun pandangan politik. Tidak pula bergantung pada pendanaan pemerintah dan institusi. Pendanaan MSF 92% berasal dari donatur individu dan 7% dari donasi lembaga publik.

Staf MSF dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok besar, pekerja di lapangan dan pekerja di kantor. Mereka adalah gabungan dari tenaga medis dan juga tenaga dari berbagai disiplin ilmu yang saling menopang satu dengan yang lain. Mereka berasal dari berbagai negara yang terpanggil untuk memberikan layanan kemanusiaan dan kesehatan secara profesional.

Dr Lukman Hakim adalah salah satu tenaga medis asal Indonesia, mulai bergabung dengan MSF pada misi pertamanya di Karachi, Pakistan pada 17 Oktober 2013. Abs, Yaman menjadi tempat penugasan ketiganya di Juli 2016 setelah menyelesaikan tugas di Lamkien, Sudan Selatan.

Tak hanya terjun ke wilayah konflik, karena pada dasarnya kegiatan MSF menyediakan layananan kesehatan berkualitas yang dibutuhkan di satu daerah baik dalam situasi non-darurat maupun kondisi stabil.

Di Indonesia, MSF pun telah mengambil bagian dalam penanganan medis yang dilakukan di beberapa provinsi sejak 1995 hingga 2009 seperti membantu kegiatan tanggap darurat pasca gempa di Jambi, penanganan wabah Malaria dan kesehatan ibu anak di Papua, penanganan tuberkulosis (TBC) di Ambon, serta tanggap darurat dan rehabilitasi tsunami Aceh.

Pada kegiatan MSF & Bloggers Meet Up yang diadakan di Jakarta Sabtu (26/11/2016) lalu, Intan Febriani, Communication Manager MSF Indonesia mengatakan, ada satu kondisi di satu tempat seseorang dianggap berbahaya namun di sisi lain dia adalah pahlawan bagi kelompoknya. Dalam kondisi seperti inilah perlunya organisasi netral.

Untuk mengenal lebih dekat kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh MSF, MSF Indonesia mengajak masyarakat Indonesia untuk mengunjungi Photo Exhibition & Film Screening yang akan diadakan pada 8-16 Desember 2016 di Grand Indonesia, Jakarta. Pameran ini terbuka untuk umum dan GRATIS.

msf_no-borders

Jika kamu penasaran seperti apa keseharian staf MSF di lapangan, silakan untuk melihat keseharian Vincent Pau, seorang perawat dari Hongkong yang bergabung dengan MSF sejak 2012 lewat film dokumenter A Day on the Front Line: Doctors without Borders berikut.

Risiko akan selalu ada di mana pun kita berkegiatan. Pada salah satu tulisan dalam blog pribadinya, Dr Lukman menuliskan mimpinya yang sederhana, mengabdi di tempat-tempat yang jauh, di mana perbedaan bahasa, budaya dan adat istiadat bukanlah kendala tapi jembatan untuk memahami keberagaman.

Meski perang menakutkan, sebelum meninggalkan Abs Agustus lalu, dirinya berjanji akan kembali ke sana menyelesaikan misinya bersama MSF bila kondisi sudah memungkinkan mereka untuk masuk kembali ke Yaman. Somebody has to do it!

Setiap kita punya pilihan. Dr Lukman dan dokter-dokter lintas batas memilih untuk mengabdikan diri di wilayah konflik. Bagaimana dengan kamu? Apa yang sudah kamu lakukan untuk sesamamu? Bila pergi jauh dari rumah adalah halangan, cobalah buka mata dan lihat sekelilingmu, sudahkah kita menghargai keberagaman? saleum.

 

Laman asli tulisan ini lihat di:

https://obendon.com/2016/11/29/dokter-lintas-batas/

Foto: doctorswithoutborders.org

Siapkan 7 Hal Ini Sebelum Merayakan Natal

Minggu pertama Desember 2016 sudah lewat nih. Itu berarti Hari Natal sudah semakin dekat.
Bagi umat Kristen, Natal menjadi salah satu momen yang sangat dinanti untuk dirayakan. Lewat Natal, kita merajut silaturahmi kembali dengan keluarga besar kita yang bisa saja cuma kita temui setahun sekali.

Bagi anak-anak, Natal selalu berarti keceriaan, banyak kue, dan kado. Masa kecil kita dipenuhi dengan suka cita Natal.

Selain menghias pohon Natal, ada banyak hal yang harus dipersiapkan sedini mungkin karena ini kan momen spesial. Yuk, kita tengok, apa saja sih yang harus disiapkan dari sekarang menjelang Natal.

1. Kado Natal
Inilah yang pertama harus kita siapkan. Karena Natal itu selalu membawa sukacita, jadi wajar saja kita bersiap memberi kado spesial sebagai tanda kita mengasihi orang lain. Kado spesial mungkin perlu dipersiapkan untuk sanak saudara, terutama anak-anak kecil.

Supaya tidak lupa, alangkah baiknya Anda mendaftar siapa saja yang perlu diberikan kado pada hari Natal nanti. Satu lagi yang terpenting, jangan berburu kado Natal saat sudah dekat 25 Desember, tetapi berburulah di bulan November atau di awal Desember supaya lebih tenang dan tidak ada yang terlewat.

2. Ayo Bersihkan Rumah
Natal akan semakin nyaman jika Anda sudah siap dengan rumah yang bersih. Bersih-bersihnya lebih baik dilakukan dari jauh hari. Anda dapat memulainya dari sudut rumah yang paling jarang diakses, misalnya gudang atau sudut-sudut rumah.

Selain itu, membersihkan rumah dari jauh hari akan membuat sejumlah pernak-pernik Natal seperti pohon Natal dan semua aksesorisnya bisa enak dilihat saat diletakkan di berbagai sudut ruang.

Apalagi kalau rumah Anda akan menjadi tempat berkumpul keluarga besar, membersihkan rumah sudah jadi kewajiban supaya tamu-tamu spesial yang datang menjadi nyaman.

3. Menghias Rumah
Sudah pasti suasana dan dekorasi rumah harus berubah. Mendirikan pohon Natal saja sudah jelas-jelas akan membuat keadaan di rumah jadi beda. Sekeluarga menghias pohon Natal pasti menjadi momen yang indah.

Lalu, Anda bisa memasang lampu di pekarangan atau teras rumah. Warna-warni lampu yang menyala tentunya akan menambah semarak perayaan Natal di rumah. Warga sekitar rumah pun akan ikut merasakan sukacita Natal melihat kemeriahan pekarangan rumah Anda.

4. Belanja
Belanja kebutuhan Natal bersama orang yang kita sayang, seperti keluarga dan anak-anak tentu tidak boleh dilewatkan. Sisihkan anggaran untuk membeli pakaian dan beberapa aksesori untuk menghias rumah serta pohon Natal. Buat daftar belanja, biar kantong enggak jebol duluan dan semua hal penting terbeli.

Karena ini momen setahun sekali, pilihlah baju yang nyaman dan sesuai selera, dan sepertinya enggak perlu mahal-mahal. Yang terpenting, enak dipakai seharian nanti saat Hari Natal.

5. Menu Khusus
Nah, karena belanja merupakan salah satu hal penting dalam mempersiapkan Natal, tentu belanja menu makanan khusus untuk dihidangkan juga harus ada dalam daftar belanja Anda.

Nastar dan kastengel okelah, wajib itu. Nah, jika Anda biasa menjadi tempat berkumpul keluarga besar, menu-menu makan khusus pastilah harus disiapkan.

6. Rute Kunjungan
Karena Natal bukan sekadar perayaan, tapi juga saat tepat menjalin silaturahmi, penting buat Anda sekeluarga menentukan rute kunjungan sepulang dar gereja. “Kita ke rumah oma dulu, ke tante itu, om ini..”

Daripada berdebat sepulang dari ibadah di gereja karena belum sepakat hendak ke mana, lebih baik dibicarakan  jauh-jauh hari. Sekalian Anda mengecek apakah orang-orang yang mau dituju benar ada di rumah saat akan dikunjungi.

Buat Anda yang masih jomblo, ini dia. Cari waktu yang tepat ya buat ketemu calon mertua alias camer.

7. Rencanakan Liburan
Dan, setelah semua kemeriahan Natal kita jalani, satu hal yang wajib dipersiapkan oleh Anda dan keluarga adalah pergi berlibur. Karena ini juga menentukan dari segi anggaran, jadi Anda wajib mempersiapkan jauh-jauh hari rencana liburan Anda, tentu setelah dibagi-bagi dengan anggaran merayakan Natal.

Setelah perayaan Natal, jalan-jalan bersama keluarga merupakan salah satu kenangan yang juga tak terlupakan. Buat rencana kapan akan berangkat, di mana menginap, transportasi dan sebagainya.

Jadi, setelah “baterai energi” Anda mulai lemah karena menjalani sukacita Natal, Anda bisa menyegarkan kembali fisik dan psikis dengan berlibur bersama keluarga dengan tenang dan nyaman karena sudah direncanakan jauh hari.

Dan jangan lupa, merencanakan liburan di jauh-jauh hari terasa lebih hemat karena hotel biasanya belum menaikkan harga lebih tinggi, tiket pesawat juga belum tinggi-tinggi amat, tiket kereta tidak berebut dan banyak keuntungan lainnya.

 

Tim Penulis PO FIB UI

Foto: Pixabay