Tag Archives: Kristen

Akibat Dosa dan Keserakahan

Dalam hal tertentu, sesuatu yang ‘terlalu’ itu baik. Misalnya, karena Allah yang terlalu mengasihi kita, sehingga Ia merelakan Anak-Nya menjadi manusia dan mati untuk dosa-dosa kita. 

Tapi kadang, apa yang terlalu itu juga kurang baik. Contohnya makanan yang terlalu manis, kurang baik bagi kesehatan kita. 

Begitu juga dalam hal lain. Seorang yang terlalu lama berkuasa tidak bagus, akan cenderung menjadi otoriter. Seseorang yang memiliki kekuasaan yang terlalu besar, juga tidak baik. Selain otoriter, dia bisa menjadi penguasa yang lalim.

Lord Acton, seorang profesor sejarah modern di Universitas Cambridge punya adagium yang terkenal: “Power tend to corrupt and absolute power corrupt absolutely”. Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan yang absolut, pasti akan korup.

Jauh sebelum Acton bicara, Allah sudah memperingatkan bangsa Israel tentang kekuasaan yang korup dan sewenang-wenang. Melalui Nabi Mikha, Allah memperingatkan mengenai ketidakadilan sosial dan penguasa yang menyalahgunakan kekuasaannya dan merampas hak orang lain.

Pada Mikha 3: 9-12, Firman TUHAN memberikan kita contoh penguasa yang lalim, penguasa yang menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka itu penguasa yang muak terhadap keadilan dan membengkokkan segala yang lurus (ayat 9). Mereka juga mendirikan kekuasaannya dengan darah dan kelaliman (ayat 10).

Apa yang sudah lurus, malah dibengkokkan. Tatanan hidup moral rakyat yang berlandas pada Taurat TUHAN, malah dirusak. Mereka menolak dan mengabaikan hukum TUHAN yang mengatur hidup, dan yang menjadi landasaan hidup masyarakat Israel pada masa itu.

Bahkan kekuasaan didirikan dengan sampai menumpahkan darah dan perbuatan lalim. Dan bukan cuma itu yang terjadi. Di ayat 11 kita menemukan bahwa mereka yang memiliki kekuasaan hukum juga sudah suap. Kalau di zaman sekarang, otoritas hukum ini antara lain polisi, jaksa, dan hakim. Kalau ketiga otoritas ini bisa disuap, maka tidak ada lagi keadilan. Orang yang tadinya tidak bersalah bisa diputus tidak bersalah dan sebaliknya. Yang penting, wani piro?  

Lalu ada juga golongan imam atau rohaniawan yang mengajar bukan untuk mendidik orang dalam kebenaran, tetapi karena ada bayaran, seperti yang disebut di ayat 11. Begitu juga golongan nabi yang menenung atau dalam terjemahan lain “tells fortune” atau meramal, karena uang. Padahal ironisnya, para nabi ini sering berkata “Kita ini bersandar kepada TUHAN karena Bukankah TUHAN ada di tengah-tengah kita? Maka Tidak akan datang malapetaka menimpa kita!” 

Para nabi itu sebenarnya tidak lagi bersandar kepada TUHAN melainkan kepada uang. Uang dianggap bisa menentukan peruntungan dan masa depan seseorang dan bukan TUHAN!

Segala yang dilandasi karena motivasi akan uang ujung-ujungnya akan melenceng dan korup. Tidak ada lagi tempat TUHAN di sana. Ketika pemimpin agama telah dikendalikan uang, sesungguhnya mereka tidak lagi melayani TUHAN, melainkan melayani mamon, yaitu uang dan keserakahan. Matius 6:24 berkata: “Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”

Jadi, bisa kita bayangkan situasi pada waktu moralitas Israel sedang buruk-buruknya. Penguasa menjadi lalim dan otoriter, aparat hukum bisa disuap, para rohaniawan sudah dikuasai uang dan keserakahan. Bagaimana dengan rakyat? Kalau penguasa saja seperti itu, yang terjadi pada rakyat adalah: Kalau tidak ikut-ikutan menjadi lalim, ya menjadi korban kelaliman itu sendiri.

Itulah sebabnya, tidak ada jalan keluar lagi. Nabi Mikha menyampaikan pesan TUHAN yang penting di ayat 12. Dia menyatakan bahwa Sion akan dibajak seperti ladang dan Yerusalem akan menjadi timbunan puing, serta gunung bait Suci akan menjadi bukit berhutan.

Membajak ladang itu tindakan yang menghancurkan tanah yang keras agar bisa ditanami tanaman. Orang Israel yang keras hati perlu diremukkan dan dihancurkan. Maka TUHAN akan menyerahkan bangsa itu ke tangan bangsa lain. Harga diri mereka yang tinggi diruntuhkan. Mereka akan menjadi bangsa buangan, tidak punya identitas, nasibnya ditentukan oleh bangsa lain.  

Yerusalem akan menjadi timbunan puing. Ini nubuatan tentang kehancuran kota Yerusalem yang megah, yang sebelumnya menjadi pusat sosial, budaya, politik, dan agama bangsa itu, sebelum hancur pada abad 8 SM, ketika bangsa Babel datang. Kota mereka dibakar dan dihancurkan. Tak ada yang tersisa pada apa yang dulu mereka bangga-banggakan. 

Bahkan bukit Bait Allah yang dibangun oleh Raja Salomo pada abad ke-10 SM untuk menggantikan Kemah Suci, dirobohkan dan dihancurkan oleh Bangsa Babel di bawah Nebukadnezar pada tahun 586 SM. Bukit itu ditinggalkan dan menjadi semak-semak dan hutan.

Sedih sekali kalau kita bisa membayangkan keadaan pada masa itu. Semua terjadi karena dosa dan keserakahan. Firman ini memberitahu kita betapa mengerikannya dampak dosa dan keserakahan. Tidak hanya mengubah tatanan yang baik menjadi buruk, tapi pada akhirnya adalah kehancuran belaka.

Perbuatan dosa akan selalu ada ganjarannya. TUHAN kita memang penuh kasih dan pengampunan. Tapi kita perlu tahu bahwa TUHAN juga Maha Adil. Untuk setiap perbuatan jahat pasti ada ganjarannya. Jadi mari berhenti melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, sebelum semuanya menjadi terlambat, Ketika kita tidak lagi punya kesempatan untuk bertobat.

Firman TUHAN di 1 Yohanes 3:6 berkata: “Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia.” 

Seperti kata Firman TUHAN, Tetaplah di dalam Dia. Maka kita tidak akan berbuat dosa. Mari terus membangun pengertian yang benar tentang Yesus, Sang Kebenaran, yaitu dengan bergaul dengan FIrman TUHAN. Berapa kali Anda baca Alkitab dalam sehari? Apakah Alkitab menjadi kompas hidup saudara? Pengertian yang benar akan semakin menguatkan iman kita kepada-Nya.

Dan “berada di dalam yang benar” artinya kita tinggal dalam hidup yang berpatokan pada hidup Yesus sendiri. Bagaimana Yesus hidup sebagaimana yang diceritakan di dalam kitab Injil, begitulah seharusnya kita menjalani dan melakukan kehidupan kita.

Saya percaya, itu akan membantu kita lepas dari jeratan dosa. Tapi kalau jatuh lagi, bangkit lagi, berjuang lagi. Selama kita masih hidup, itu artinya kita masih diberikan kesempatan oleh TUHAN. Jangan sia-siakan, sebelum semuanya terlambat.

(Lagi-Lagi) Meramal Kiamat dan (Lagi-Lagi) Ngapusiii

Berbagai pesan, broadcast, berita, meramaikan ramalan bahwa pada 23 September 2017 Bumi akan kiamat. Tapi apa yang terjadi? Sampai sekarang, Bumi masih baik-baik saja. Bukan kali ini saja begitu.

Saya ingat pada 2012, tepatnya Desember 2012, kehebohan yang sama pernah terjadi di seluruh dunia.

Menyikapi hal itu, di rapat redaksi Harian Detik (koran digital terbitan Detikcom, yang kini sudah almarhum), kami berdiskusi tentang cover edisi pagi 21 Desember 2012. Hari itu berita soal bakal kiamatnya Bumi pada 21 Desember 2012 sedang hangat-hangatnya.

Saya mengusulkan, cover edisi pagi besok diisi gambar Bumi saja dan caption: “Kalau Anda bisa baca koran ini, berarti Bumi belum kiamat.” Sah! Cover itu pun disetujui dan keesokan harinya, semua orang bisa membacanya. Sebab kiamat belum terjadi.

Sudah banyak kali manusia, entah itu yang menamakan dirinya cendekiawan, rohaniwan, yang mendapat pencerahan, meramal soal kiamat ini. Dan berkali-kali juga ramalan itu tak benar, mendekati pun tidak.

Teranyar, itulah ramalan kiamat pada 23 September 2017. Bahwa pada tanggal itu, Bumi akan bertabrakan dengan planet Niburu. Pernyataan itu diklaim berdasarkan fakta yang terukur di langit, biblikal, dan merupakan hitung-hitungan numerologi yang akurat.

Faktanya, Bumi tak juga kiamat. Planet Niburu disebut hanya isapan jempol belaka. NASA mengklaim, tak ada benda langit apapun yang mendekati Bumi, yang berpotensi menyebabkan tubrukan hebat.

Klaim Bumi akan kiamat pada 23 September ini disebarkan oleh David Meade, seseorang yang menjuluki dirinya sendiri “Spesialis riset dan investigasi”. Terkait tak kiamatnya Bumi, Meade hanya berkata: “Begitulah tepatnya yang saya duga.” Bah!

Sekarang Meade fokus pada penanggalan baru, 15 Oktober 2017. Dia mengklaim, hari itu Bumi akan memulai fase kehancurannya atau memulai masa yang disebut “Masa kesengsaraan tujuh tahun”. Pada saat itu, Bumi akan mengalami tujuh tahun terjadinya berbagai bencana yang mendatangkan malapetaka. Benarkah? Entahlah. Kita lihat saja nanti.

Tapi saya ingat perkataan dosen saya di STT Iman Jakarta, Graham Roberts, bahwa ada satu kata yang sangat penting dalam perjalanan iman, yaitu “misteri”. Saya sangat sependapat dengan itu.

Dalam konteks memahami Firman Tuhan, ada banyak misteri yang bahkan Tuhan Yesus Kristus sendiri bilang: “Hanya Bapa yang tahu”. Yup, contohnya ya soal kiamat tadi itu. Makanya, sudahlah!

Di Matius 24:36, Yesus berkata: “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri.”

Petrus menulis di 2 Petrus 3:10, “Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap.”

Siapa yang bisa mengetahui kedatangan pencuri?

Hanya berjaga-jagalah yang bisa kita lakukan. Berjaga-jaga terhadap pencuri versi saya di rumah adalah memasang kunci pintu yang baik, tak lupa mengunci pagar, serta melepaskan anjing penjaga kami setiap malam. Gonggongannya adalah sebuah tanda yang harus saya cermati dan waspadai.

Begitupun dalam menanti-nantikan kedatangan Yesus yang kedua kali, kita diminta untuk berjaga-jaga. “Hati-hatilah dan berjaga-jagalah! Sebab kamu tidak tahu bilamanakah waktunya tiba,” kata Yesus di Markus 13:33.

Berjaga-jaga di sini adalah menjaga iman kita sampai akhir. Mungkin kita akan mati sebelum hari itu tiba, tak apa. Atau mungkin juga kita masih hidup saat Tuhan Yesus datang, haleluya!

Tapi kita akan dengan percaya diri menghadap Tuhan Yesus dan dia menyambut kita: “Marilah hai anakku yang setia, ambillah tempat yang telah Ku sediakan.” Ada amin?

 

===

Artikel ini dikutip dan diedit sedikit dari tulisan sendiri di blog: bangdeds.com.

Jadi Jimat hingga Antinuklir, Inilah Simbol-simbol Kekristenan Paling Populer

Kekristenan adalah agama yang paling populer di seluruh dunia. Ada lebih dari satu miliar orang dari seluruh dunia yang menganut agama Kristen.

Umat Kristen secara umum percaya pada salah satu simbol terpenting, yaitu Salib. Arti penting di balik Salib adalah ini merupakan pengingat akan penderitaan Kristus yang telah berkorban menderita di kayu salib.

Salib pun berubah menjadi simbol agama paling populer di dunia. Simbol palang kayu dalam kekristenan ini menjadi pusat perhatian setelah kekuasaan Kaisar Romawi Constantine. Dia memeluk agama Kristen di tahun 3000 Masehi.

Namun, simbol Salib sebenarnya ada jauh sebelum Kristus dan dijadikan motif hiasan. Salib pun kemudian menjelma menjadi simbol kekristenan pertama-tama.

Simbolisme ini sebetulnya hanya untuk dipahami oleh penganut Kristen mula-mula. Penindasan demi penindasan oleh penguasa Romawi pada zaman Gereja mula-mula membuat jemaat harus menggunakan simbol-simbol sebagai tanda komunikasi.

Baru setelah legalisasi agama Kristen di abad ke-4, lebih banyak simbol yang bisa dikenali masuk dalam penggunaan sehari-hari.

Ada lebih dari satu juta simbol dalam agama Kristen. Inilah beberapa simbol agama Kristen yang penting, bahkan sampai saat ini.

 

Salib Ankh

boldsky.com

Inilah salah satu simbol kekristenan yang juga sangat terkenal. Salib Anch atau Ankh dalam bahasa Mesir. Salib ini melambangkan mitos tentang kehidupan dan kekekalan. Ini adalah salib Mesir yang juga melambangkan kelahiran kembali dan kehidupan yang berasal dari kekuatan matahari.

Simbol Ankh adalah garis sederhana dari struktur rahim. Simbol ini bagi bangsa Mesir merupakan simbol tentang kehidupan, karena kehidupan berasal dari rahim seorang perempuan.

 

Tanduk Italia

boldsky.com

Ini adalah satu lagi simbol kekristenan yang terkenal dan sering digunakan seperti jimat perlindungan. Jimat kuno dan magis yang dipakai banyak orang Italia untuk melindungi mereka dari sesuatu yang jahat. Tanduk Italia biasa dipakai bersama dengan Salib.

 

Salib Nero

Simbol ini merupakan simbol perdamaian dalam agama Kristen. Salib Nero melambangkan hancurnya kekerasan dan terwujudnya perdamaian di dunia. Kaisar Nero pada masanya memang memburu umat Kristen, dan menyalibkan orang Kristen terbalik.

Lambnag ini dihidupkan kembali pada tahun 1960-an oleh para aktivis yang memprotes senjata nuklir.

http://thepropheticscroll.org/home/art/50-editions/general/411-edition-271.html

 

Pentagram

boldsky.com

Ini adalah simbol lain yang digunakan untuk perlindungan. Keempat elemen dasar yang hadir dalam pentagram menunjukkan angin, air, bumi dan api. Mereka membentuk semua unsur yang ada di bumi ini.

 

Salib

boldsky.com

Inilah simbol terpenting dalam agama Kristen. Simbol ini melambangkan penderitaan Kristus untuk menebus dosa umat manusia dengan darahNya sendiri.

 

Salib Anthony/Salib Tau

boldsky.com

Bentuk huruf Tau atau alfabet Twas ditafsirkan sebagai mewakili salib dari zaman dahulu. Inilah Salib yang dianggap sebagai simbol keselamatan.

 

Salib Cantebury

 

boldsky.com

Ini adalah salib yang memiliki empat lengan dengan panjang yang sama dan melebar membentuk palu di bagian luar. Salib Cantebury menjadi lambang bagi Gereja Anglikan.

 

Salib Koptik

Simbol ini telah dipengaruhi oleh salib Ankh. Salib Koptik diadopsi oleh Gnostik Kristen awal. Lingkaran di salib Koptik mewakili kasih abadi dan kekal Allah.

 

Salib Yunani

Salib ini adalah salah satu simbol manusia yang paling kuno dan telah digunakan oleh banyak agama. Salib Yunani mewakili empat bagian di dunia yaitu Utara, Timur, Selatan dan Barat.

 

Salib Rasul Petrus

Inilah salah satu simbol paling menonjol dalam iman Kristen. Dalam literatur kekristenan, Rasul Petrus meminta disalib dengan cara terbalik saat menyerahkan diri di zaman Romawi saat pemerintahan Kaisar Nero.

Permintaan ini karena Petrus merasa tidak layak disalibkan sama dengan Kristus. Salib terbalik ini menjadi pengingat bagi umat Kristen atas perjuangan jemaat mula-mula yang luar biasa.

 

Sumber: boldsky.com dan beberapa sumber lainnya

Mahasiswa Kristen Siap Mengawal Janji KPU

Komisi Pemilihan Umum (KPU) berjanji akan mengedepankan integritas dan profesionalitas dalam menjalankan sistem Pemilu. Hal ini disampaikan Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi dan Viryan saat menerima Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI), Rabu (23/8) kemarin.

“Kami bertujuh sudah berkomitmen, netralitas, profesionalisme dan integritas mutlak dipegang teguh,” ujar Pramono kepada PP GMKI di ruang sekretariat Komisi 2 DPR RI di Jakarta.

Bahkan Pramono juga mengatakan siap dikawal dan diawasi oleh mahasiswa. Menurut mereka peran GMKI dalam mengajak mahasiswa dan pemuda untuk memberi pencerdasan politik sangat dibutuhkan.

Pramono dan Viryan juga memastikan tidak akan ada belas kasihan jika ada pemangku jabatan di jajaran KPU hingga ke kabupaten/kota yang terindikasi melakukan manipulasi suara dalam proses pemilihan yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat.

Menurut mereka citra demokrasi di Indonesia harus menjadi panutan dunia. Untuk mengupayakan penyelenggara pemilu yang bersih, komisioner menjamin proses seleksi KPU di daerah hingga kabupaten/kota akan dilaksanakan dengan berintegritas.

Sementara itu Viryan menyampaikan bahwa pemilih pemula adalah pemuda usia 17-21 tahun. Dalam usia tersebut kebanyakan di antaranya adalah mahasiswa. “Sehingga peranan GMKI menjadi vital terutama di tengah kondisi kebebasan media sosial yang kebablasan,” katanya.

Ketua Umum PP GMKI, Sahat Sinurat menyampaikan apa yang menjadi niat dari komisioner KPU saat ini adalah langkah yang bagus dan harus diapresiasi. Iklim demokrasi yang baik harus didukung oleh penyelenggara pemilu yang bersih dan berintegritas serta masyarakat yang cerdas.

“Kami pun akan siap mengawal KPU seperti yang telah disampaikan tadi selama masa kerjanya. Serta berusaha juga untuk meningkatkan budaya demokrasi yang baik di Indonesia,” ungkap Sahat.

Pertemuan ini berlangsung cukup singkat, pada saat yang bersamaan Komisioner KPU RI sedang melakukan rapat dengan Komisi 2 DPR RI.

Bunuh Diri dalam Kekristenan dan Menurut Alkitab

Akhir-akhir ini kasus bunuh diri sepertinya sedang marak. Malah, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, sedang ramai orang yang mengakhiri hidupnya lalu menyiarkannya ke seluruh dunia melalui media sosial. Gile bin konyol.

Bunuh diri biasanya berkaitan dengan masalah tekanan psikis atau depresi. Akal sehat jelas tak bisa menerima tindakan bunuh diri, apapun alasannya. Tapi depresi biasanya membuat akal sehat entah ke mana.

Bagaimana bunuh diri dalam sudut pandang kekristenan dan Alkitab? Setidaknya ada tujuh orang yang disebut membunuh dirinya, seperti disebut dalam Alkitab.

Mereka adalah Simson (Hak 16:26-31), Abimelek (Hak 9:54), Saul (1 Samuel 31:4), pembawa senjata Saul (1 Samuel 31:4-6), Ahitofel (2 Samuel 17: 23), Zimri (1 Raja-Raja 16:18), dan Yudas (Matius 27:5). Berikut ini kisah mereka:

Abimelek
Abimelek adalah putra Gideon dari gundiknya di Sikhem. Selama beberapa waktu dia menjadi raja kota di Sikhem dan tercatat berbuat kejahatan dengan membunuh 70 saudara tirinya. Tapi dia mati saat hendak memperluas kekuasaannya ke Tebes. Seorang perempuan menimpakan batu ke kepala Abimelek sampai pecah. Agar tak malu karena dibunuh perempuan, Abimelek meminta bujang pembawa senjatanya untuk menikamnya sampai mati.

Simson
Setelah kekuatannya pulih, Simson membalas dendam pada orang-orang Filistin. Dia merubuhkan kuil tempatnya ditawan, sehingga ia juga ikut tewas. Tapi para ahli memperdebatkan apakah kematian Simson termasuk bunuh diri atau bukan. Sebab, dia punya tujuan dengan kematiannya, yaitu menumpas orang-orang Filistin yang telah memperdayanya.

Saul
Raja pertama Israel ini terjepit setelah pertempuran sengit di pegunungan Gilboa. Orang Filistin terus mengejar bangsa Israel dan bahkan membunuh anak-anak Saul: Yonatan, Abinadab, dan Malkisua. Saul kepergok pemanah dan dilukai sampai parah. Kalah dalam pertempuran, kehilangan seluruh anggota keluarga sangat memberatkan jiwa Saul. Dia pun meminta pembawa senjata pribadinya untuk membunuhnya. Tapi si pembawa senjata segan, sehingga Saul sendiri yang menjatuhkan dirinya ke pedang lalu tewas.

Pembawa pedang Saul
Demi melihat junjungannya tewas, pembawa pedang ini pun menjatuhkan dirinya ke atas pedangnya sendiri. Dia pun tewas. Tak ada lagi cerita mengenai sosok ini sehingga tak jelas alasannya ikut bunuh diri.

Ahitofel
Sosok ini adalah seorang penasihat Raja Daud yang disegani, berasal dari Gilo dan merupakan kakek dari Betsyeba. Tapi dalam revolusi Absalom melawan Daud, Ahitofel bersekongkol dengan putra Daud itu. Daud pun berdoa supaya nasihat Ahitofel tak berguna. Ahitofel pernah mengusulkan supaya Absalom memamerkan kekuasaan dengan mengambil semua gundik ayahnya. Dia juga mengusulkan agar menyerang Daud sebelum dia menghimpun pasukan. Tapi nasihat terakhir ini digagalkan oleh sahabat Daud, Husai. Karena nasihatnya ditolak, Ahitofel pulang ke kotanya dan gantung diri.

Zimri
Dia adalah raja kelima di kerajaan utara dan hanya memerintah selama tujuh hari. Semula dia adalah panglima pasukan kereta kerajaan Israel yang saat itu dipimpin oleh Raja Ela, anak Baesa. Dia mengadakan kudeta dan membunuh raja serta keluarganya. Tapi rakyat menolaknya dan menobatkan Omri sebagai raja. Mereka pun mengepung Zimri di Tirza. Ketakutan dan putus asa menjelang kejatuhannya, Zimri membakar istana dan ikut mati di dalamnya.

Yudas
Salah seorang dari 12 murid Yesus Kristus ini dilanda penyesalan amat sangat karena telah mengkhianati Yesus dengan imbalan uang 30 perak. Karena perbuatannya, gurunya kemudian ditangkap dan dihukum mati. Yudas melemparkan uang itu ke Bait Suci lalu pergi untuk gantung diri.

***

Kita melihat, alasan para tokoh ini bunuh diri umumnya karena kejahatannya, atau mereka dilanda penyesalan yang amat dalam dan rasa bersalah, rasa malu luar biasa, serta putus asa yang hebat.

Tapi tindakan bunuh diri, yakni sebuah tindakan yang dipilih sendiri oleh si pelaku dan dimaksudkan untuk mengakhiri hidup, adalah perbuatan yang salah dan tak seharusnya dilakukan orang Kristen.

Dalam sejarah gereja, ada perdebatan apakah bunuh diri termasuk dosa yang sangat besar dan tak terampuni atau tidak sama sekali. Dan pertanyaan yang jadi perdebatan adalah, apakah orang bunuh diri masuk surga?

Saya tak punya kapasitas untuk mengulik perdebatan itu. Tapi menurut pendapat saya pribadi, membunuh diri sama terlarangnya dengan melakukan pembunuhan, seperti pada hukum Taurat. Sebab ada unsur kesengajaan untuk menghilangkan nyawa, meski itu adalah nyawanya sendiri.

Membunuh diri sendiri juga sama artinya tak menghargai hidup kita sebagai maha karya Tuhan, yang diciptakan menurut rupaNya sendiri dan diberikan nafas kehidupan olehNya.  Jelas, Tuhan ingin kita hidup. Saat kita memilih mati, sudah pasti, perbuatan ini tak disukai Tuhan.

Ini semacam pemberontakan pada Tuhan, yang telah mengaruniakan kehidupan pada kita. Bukankah masa hidup kita ini sebetulnya Tuhan yang tentukan? Seperti dikatakan di Mazmur 31:15 “Masa hidupku ada dalam tangan-Mu..”

Agar bunuh diri ini tak sampai terjadi pada orang-orang terdekat kita, atau orang yang kita kenal, kita perlu memasang mata dan telinga. Jangan abai terhadap seseorang yang mungkin sedang mengalami tekanan hidup yang hebat, diliputi rasa bersalah, atau sedang berputus asa luar biasa.

Pedulilah dengan menyediakan telinga untuk mendengar curahan hati mereka. Tapi jangan menghakimi.

Pada Kisah Para Rasul 16, ketika gempa bumi yang hebat membuat belenggu dan pintu penjara yang dihuni rasul Paulus dan Silas terbuka, kepala penjara stres bukan main, ketakutan, dan hendak bunuh diri. Paulus tak tinggal diam dan berseru mencegah perbuatan itu.

“Bagaimana supaya aku selamat?” ujar si kepala penjara. Itulah kesempatan Paulus bercerita tentang keselamatan dan Injil Yesus Kristus. Puji Tuhan, dari tadinya ingin bunuh diri, si kepala penjara dan seisi rumahnya malah menerima Tuhan Yesus sebagai juruselamat mereka.

Kalau kamu termasuk yang berada dalam tekanan hebat dan depresi, bahkan mungkin sempat berpikir hendak bunuh diri, urungkanlah niatmu. Berserulah pada Tuhan, seperti pesan Rasul Paulus di Roma 10:13. “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan.”

Allah peduli pada kita, sehingga Dia mengaruniakan AnakNya yang Tunggal sebagai jalan keselamatan kita. Yesus peduli pada kita, sehingga Dia rela menanggung dosa-dosa kita sampai Dia mati di kayu salib. Masakan kita tak peduli pada diri sendiri yang sudah dihargai begitu rupa?

Ilustrasi Foto: Johnhain/Pixabay

Kaum Mardijkers, Komunitas “Meltingpot” Pertama di Batavia

Istilahnya Mardijkers berasal dari kata Melayu “Merdeka” (kebebasan) yang aslinya berasal dari bahasa Sansekerta, “Mahardhika.” yang berarti “kaya, sejahtera dan berkuasa”.

Setelah Malaka jatuh ke tangan Belanda pada 1641, pihak Portugis, terutama komunitas mestiços (Portugis-Asia Kristen) dibebaskan dari status budak, termasuk turunan Afrika, India atau budak Asia lainnya dari Portugis, kemudian dimukimkan ke pusat perdagangan VOC, Batavia.

Mardijkers pada umumnya adalah turunan masyarakat pribumi berasal dari wilayah yang dikuasai Portugis dan Spanyol. Mereka dari Afrika, Kepulauan Koromandel, Maldives, dan Sri Lanka di Samudera Hindia, Malabar daratan India, Myanmar hingga semenanjung Melayu.

Ada juga dari kepulauan Indonesia, seperti Banda, Ambon, Makassar, Bugis, Toraja, Bali, dll, Juga terdapat turunan Pampanga dari Pulau Luzon dan sekitarnya di Filipina.

Pihak VOC pernah menggunakan pasukan Pampanga sebagai garnisun pengaman Kota Batavia. Mereka bermarkas di Jalan Guntur sekarang.

Nama daerah kawasan Mampang pernah digunakan sebagai lintasan pasukan Pampanga menuju pusat kota. Namun pasukan Pampanga ditarik oleh Spanyol ketika terjadi konflik antara VOC dengan Spanyol dan Portugis di pada abad ke-XVII.  Banyak juga yang tetap bertahan dan mereka berbaur hingga terjadi asimilasi melalui proses perkawinan campuran.

Ketika Indonesia memperjuangkan kemerdekaan dari Belanda digunakan slogan Merdeka (“kebebasan”), memiliki akar yang sama dengan Mardijkers. Kata ini memiliki signifikansi politik yang cukup besar yang juga berkembang di Malaysia dan Singapura.

Pada masa Portugis para mardicas dan mestiços tersebar di berbagai kepulauan yang dikuasai Portugis, terutama di kepulauan Maluku, digunakan untuk melayani kepentingan para pemukim garnisun Portugis. Umumnya mereka ini didatangkan dari India.

Sementara di Sulawesi Utara, terutama di Amurang, Kema dan Manado banyak pula kaum Mardijkers didatangkan oleh Portugis dan Spanyol. Khusus di daerah Kema terdiri dari para pendayung dan pekerja kapal dari kepulauan Pasifik oleh Spanyol yang bermukim ada di sana sejak pertengahan abad ke-16.

Juga terdapat komunitas Mardijkers di Makassar hingga Nusa-Tenggara Timur, terutama pulau Flores. Tetapi sejak 1605 mereka menghilang ketika pihak Portugis dan Spanyol mulai tertarik dan berkonsentrasi di benua Amerika-Selatan, dan hanya meninggalkan nama keluarga saja.

Yang ditinggalkan adalah budaya musik khas Portugis yang menyebar di seluruh kepulauan Maluku. Posisi Portugis dan Spanyol berganti oleh Belanda menduduki Ambon dan Banda.

Pada sensus tahun 1672, pihak VOC membagi bekas budak yang dibebaskan dalam dua bagian. Yang pertama adalah “Budak Hijau” yang beragama Islam. “Budak Hijau” ini terdiri dari jumlah yang besar. Disebut demikian karena mereka berbendera hijau.

Saat VOC membebaskan budak di Makassar yang memeluk agama Islam kelompok “Budak Hijau” ini, kebanyakan mereka berasal dari Bali, Ternate, Maluku Selatan dan Batavia dikirim ke Ambon.

Disana mereka bergabung dengan kelompok non-“Budak Hijau” yang merupakan Mardijkers campuran di Ambon yang dibebaskan dan disediakan tempat khusus untuk mencari nafkah dengan berkebun dekat benteng Victoria dengan menanam padi.  Mereka juga memiliki pasar sayur mereka sendiri, yang disebut disebut “Pasar Mardikas”.

Nama ‘Mardijkers’ juga disebut Belanda Hitam (Zwarte Hollander) pada tentara yang direkrut di Ghana, Afrika, yang bertugas di tentara kolonial (KNIL) dan mendapatkan kebebasan mereka sesudahnya.

Kaum Mardijkers kebanyakan memeluk agama Roma Katolik dan rajin menghadiri gereja Portugis di Batavia. Tetapi pada akhirnya banyak dari mereka berpindah dan dibaptis oleh Gereja Reformasi Belanda menjadi Protestan.

Mereka diakui secara legal oleh VOC sebagai kelompok etnis yang terpisah, dan memisahkan diri dari pribumi.

Baca juga: Pribumi dan Nonpribumi, Warisan Kolonial yang Masih Membelenggu

Mereka menerima hak istimewa tertentu di kota, seperti hak perawatan kesehatan, tunjangan sosial bagi orang miskin dan hak atas pendidikan. Mereka umumnya melayani pihak VOC sebagai seorang tentara, pekerja dan sebagai pegawai pemerintah.

Populasi yang cukup besar di Batavia pada awal abad ke-17 adalah komunitas Mardijkers. Pada sensus penduduk tahun 1699 di Batavia, populasi Batavia berjumlah 3.679 orang Cina; 2.407 Mardijkers; 1.783 orang Eropa; 670 Campuran darah; 867 lainnya.

Selama era VOC sudah ada perkawinan yang cukup banyak dengan kaum Indo dalam sejarah pra-kolonial, yang seringkali juga keturunan Portugis. Selama era kolonial, Mardijkers berasimilasi sepenuhnya ke dalam komunitas Indo (Eurasia) dan tidak lagi terdaftar sebagai kelompok etnis yang terpisah.

Masa Peralihan
Antara abad ke-18 dan 19, Mardijkers mulai menukar kebiasaan peninggalan Portugis dan mengganti bahasa Portugis dan bahasa kreol-Portugis secara bertahap dengan bahasa Melayu Betawi, yang kemudian secara bertahap mengalami proses penyempurnaan menjadi bahasa Indonesia yang digunakan sebagai bahasa resmi.

Sungguhpun begitu banyak pula istilah-istilah Portugis digunakan ke dalam bahasa Indonesia, seperti sepatu, bendera, sekolah, dll. Sementara bahasa pergaulan atau informal tetap menggunakan dialek Mel.ayu Betawi bercampur dengan bahasa Cina dan Arab, seperti, lu, gua, ente dll.

Desa Tugu
Pada 1661 pihak VOC memberikan sebidang tanah bagi kelompok Mardijkers sebagai imbalan atas jasa yang diberikan, yakni Tugu, yang letaknya sekitar 12 km bagian timur laut dari Batavia. Tugu adalah kantong Mardijkers pertama dan sejak itupun orang Belanda menyebut mereka “Toegoenezen Mardijkers” terdiri dari 23 keluarga, mengolah tanah mereka.

Umumnya mereka adalah komunitas Nasrani berasal dari Bengal dan kepulauan Koromandels, India. Semula terdiri dari lelaki yang kemudian mempersunting gadis-gadis Bali turunan bekas budak. Mereka dibebaskan karena meninggalkan iman Katolik dan menjadi Calvinis.

Mereka tinggal di pemukiman sederhana. Sebelumya mereka menetap di distrik Roa Malaka di Batavia Lama dekat Kali Besar,

Desa Tugu berkembang menjadi benteng Portugis Mestizo, dengan menggunakan logat Portugis-India. karena terisolasi. Baru pada akhir abad kesembilan belas berhasil ditembus pengaruh bahasa Melayu dan istilah Tugu Portugis hanya diucapkan oleh orang-orang yang lebih tua.

Pada 1930 guru Sekolah Tugu, Jacob Quiko giat mengumpulkan kata-kata Portugis yang masih digunakan generasi tua. Aksen bicara Portugisnya berbeda dengan koloni Portugis Flores dan Timor.

Aksen Tugu Portugis hanya tinggal di dalam musik, seperti dalam Orkes Keroncong Samuel Quiko ataupun Keroncong Moresko. Tetapi Mardijkers Portugis di desa Tugu, sejak pertengahan abad ke-19 hidup dengan dunia budayanya dan penduduk setempat menggunakan bahasa Portugis dengan damai dan tenang menjauhi keramaian Batavia hingga akhir abad ke-XIX..

Nama marga keluarga Mardijkers yang umum adalah De Fretes, Ferrera, De Mello, Gomes, Gonsalvo, Cordero, De Dias, De Costa, Soares, Rodrigo, De Pinto, Perreira, Lopez dan De Silva. Beberapa keluarga Mardijkers juga membawa nama Belanda seperti Willems, Michiels, Bastiaans, Pieters, Jansz, Fransz, Davidts, Thomas, Matheos dll. Nama-nama marga ini juga digunakan di Maluku, NTT dan Minahasa.

Sebagian besar dari nama-nama marga khas Mardijkers kemudian menghilang di mana-mana kecuali di Desa Tugu, dan hanya bertahan beberapa nama marga. Di kuburan di sekitar gereja nama Portugis dan Belanda seperti Rodrigues, Hein, Dinosaurus Adrian dan Chappie masih tercantum.

Yang menyedihkan situs sejarah peninggalan budaya Mardijkers di Desa Tugu cenderung musnah dan pemerintah Jakarta Utara sama sekali tidak punya kepedulian akan nilai-nilai kesejarahan.

Kendati pada masa pemerintahan Ali Sadikin ada perhatian, tetapi setelah itu dimusnahkan. Kendati demikian, kelompok Mardijkers turut mewarnai dalam sejarah Indonesia sebagai masyarakat melting-pot pertama di Asia pada abad ke-XVII.

(Dari berbagai sumber)

Harry Kawilarang

Tulisan ini dimuat seizin penulis. Laman asli tulisan ini lihat di halaman Facebook dari Harry Kawilarang

Penulis adalah wartawan senior yang pernah bekerja di Harian Sinar Harapan dan Suara Pembaruan | pemerhati sejarah Indonesia

Foto: Gereja peninggalan Portugis terletak di Kampung Kurus (Kampung Kecil), Kelurahan Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara. Gereja dibangun sejak 1678 dan merupakan pemberian dari seorang dermawan bernama Justinus van der Vinck sebagai tuan tanah di daerah Cilincing dan Pasar Senen ketika itu.

Gedung ini menggantikan gereja kedua (dari tahun 1678) yang dihancurkan pada tahun 1740 oleh gerombolan liar Cina.

Pada tahun 1737, Pendeta Van der Tydt merehab bangunan tersebut, tapi tahun 1740 bangunan gereja itu hancur habis terbakar ketika di Batavia terjadi pemberontakan Cina (Chinezenmoord).

Tahun 1747 Gereja Tugu dibangun kembali oleh pendeta Mohr dan ditahbiskan pada tanggal 29 Juli 1774, atas izin Gubernur Gendral Van Imhoff yang berkuasa di Batavia. Gereja tersebut boleh dibangun di Desa Tugu dan hingga sekarang masih dapat disaksikan “Gereja Tugu Portugis” yang lebih bergaya arsitektur gereja Belanda abad 18 M dan gaya Gereja Evora (Santome) dekat Lisabon.

Gereja Tugu kelihatan sederhana, tetapi kokoh dan rapi. Di dalamnya berisi beberapa bangku diakon antik, piring-piring logam dan mimbar tua.

Menara lonceng berasal dari tahun 1880, tetapi lonceng lama yang rusak (dari tahun 1747) konon masih tersimpan dalam rumah pendeta.
Keluarga Mardijker pada 1704 di Desa Tugu

Jangan Amnesia! Kita Punya Pancasila

Selamat hari lahir Pancasila! Pertama kali kenal Pancasila, ketika duduk di bangku SD. Tahu sila pertama sampai kelima karena diajarkan pada pelajaran PMP alias Pendidikan Moral Pancasila. Tiap hari Senin upacara bendera, dengan khusyuk pasti menyebutkan lima sila itu.

Memang seperti indoktrinasi sih, tapi mungkin kita memang perlu diingatkan berulang-ulang soal Pancasila sebagai dasar negara ini (dasar lho dasar….artinya apapun yang kita lakukan sebagai warga negara, mestinya didasari nilai-nilai luhur ini). Ini biar enggak pada amnesia bahwa kita punya Pancasila dan enggak coba-coba ganti dasar negara dengan falsafah yang lain.

Zaman saya SD, saya harus banget menghafalkan 36 butir P4. Sekarang di SD, kayaknya sih tidak sampai harus menghafalkan 36 butir P4, ya, tapi kalau saya lihat materi pelajaran anak saya, tetap kok diajarkan tentang Pancasila dan nilai-nilai pengamalannya.

Saya suka tanya pada mahasiswa-mahasiswa saya, setelah selesai baca karya sastra: paling suka bagian yang mana? Nahhh…kalau saya ditanya, sila Pancasila mana yang paling powerful untuk kamu?

Jawaban saya: sila ke-3, Persatuan Indonesia. Karena, kalau kita benar-benar menghayati sila ini, harusnya perpecahan bangsa itu enggal akan terjadi.

Saya mungkin sok idealis banget ya, tapi menurut saya, di zaman serba tidak pasti dan penuh kecurigaan sana sini dan goncang ganjing politik begini, saya merasa, yang paling kita butuhkan itu adalah harapan.

Harapan bahwa kita bisa menjadi lebih baik, maju, damai, lebih menghormati satu dengan yang lain. Kalau belum-belum sudah pesimistis, ya akhirnya, terjadilah sesuai dengan pikiran pesimistismu. Apapun itu, menyebarkan aura negatif yang bikin enggak damai itu sungguh meresahkan.

Mungkin ada yang berpikir, “ini wall gue, ini socmed gue, terserah gue mau nulis apa.” Menurut saya, tetap enggak bisa “terserah” sih, karena meskipun “wall gue, socmed gue,” yang baca kan bukan hanya yang menulis!

Dan socmed itu sudah merupakan sebuah masyarakat, di mana para penggunanya saling berinteraksi, jadi tetap kalau bicara atau mengeluarkan pendapat atau share sesuatu, harus pakai etika.

Kalau dibilang apa yang diposting di socmed itu enggak ada hubungan dengan kepribadian yang bikin postingan tersebut, menurut saya sih tidak demikian. Sedikit banyak, postingan seseorang, berbicara mengenai kepribadian, pola pikir, cara pandang orang tersebut, meski memang tidak sepenuhnya terlihat dalam setiap postingan tersebut.

Jadi, di hari peringatan lahirnya Pancasila ini, mari kita jaga esensi keberagaman bangsa tercinta ini, yang konon katanya “Bhinneka Tunggal Ika”. Kita sudah diajarkan semboyan negeri ini kan, jadi untuk apa kita masih cari semboyan lain, atau masih mengaku berbhinneka tunggal ika dan cinta Pancasila, tapi kenyataannya malah membela sekelompok SARA tertentu dan tidak menghormati yang berbeda dengan diri kita sendiri, baik dalam hal kesukuan, agama, ras, dan golongan?

Selamat memaknai kebhinnekaan dalam hidup, keragaman dalam berbangsa, dan lima sila sebagai dasar bertutur dan bertindak! Mari jadikan apa yang orang-orang sebut sebagai utopia dan sekadar angan yang mustahil menjelma nyata, dan terus berproses semakin hari semakin mendekati kenyataan!

 

Rouli Esther Pasaribu

Penulis adalah pengajar paruh waktu di Program Pascasarja Kajian Wilayah Jepang UI.

Angela Yuan: Kisah Seorang Ibu yang Hancur dan Mencari Harapan

Impian menjadi seorang ibu yang membawa anaknya kepada hidup yang sukses lenyap saat dia mendengar anaknya adalah seorang homoseksual. Suaminya tidak lagi seperti yang dia harapkan di saat mereka mulai membangun keluarga.

Anak pertamanya hidup dengan jalan hidupnya sendiri. Dan terakhir, anak yang diharapkannya menjadi kebanggaan dirinya, ternyata seorang homoseks dan pengedar narkoba pula.

Di saat hampir menyelesaikan studi doktoralnya, anak terkasihnya itu dikeluarkan dari kampus karena diketahui ia adalah seorang gay. Semua usahanya untuk membangun keluarga yang terpandang secara sosial dan ekonomi hancur di saat satu persatu semua yang dicintainya tidak lagi mencintainya.

Lalu untuk apa lagi dia hidup di saat segalanya sudah hancur? Masih adakah harapan baginya?

Sejak diumumkan bahwa akan ada KKR Kesaksian tentang seorang homoseksual dan pengedar narkoba yang menjadi dosen setelah Tuhan mengubah hidupnya, saya langsung menandai kalender untuk hadir. Yang memberi kesaksian adalah seorang penulis, pembicara dan pengajar di Moody Bible Institute: Christopher Yuan.

Sebenarnya harapan saya menghadiri KKR Kesaksian ini adalah ingin mempelajari seluk beluk seseorang yang tadinya homoseksual lalu menjadi normal kembali. Apakah mungkin? Bagaimana pemulihan yang Tuhan lakukan? Itulah tujuan saya hadir pada acara ini.

Saya berhasil mengajak suami untuk menemani saya hadir. Kapasitas Katedral Mesias – RMCI, GRII Pusat di Kemayoran, adalah 4.000-5.000 orang. Saat saya tiba, ruangan sudah hampir penuh.

Wow, ternyata seperti saya, banyak juga yang tertarik pada acara ini. Rupanya kisah pertobatan seorang Christopher Yuan cukup terkenal.

Sejak semula di gereja sudah diumumkan bahwa Christopher Yuan akan hadir bersama kedua orang tuanya–Angela dan Leon Yuan–saat akan memberi kesaksian. Sebelum dan sesudah kesaksian dibawakan, Pdt. DR. Stephen Tong memberikan pemberitaan firman Tuhan yang melengkapi kesaksian yang disampaikan.

Kurang lebih selama 3 jam berada di acara tersebut, saya tidak merasa lelah dan jenuh mendengarkan apa yang disampaikan oleh Keluarga Yuan. Mereka secara bergantian membagikan kisah hidup keluarga itu dari sejak awal dibangun lalu mulai mapan kemudian terjadi guncangan dan akhirnya hancur berantakan.

Hingga pada saat yang sangat kritis Tuhan datang menyelamatkan mereka satu persatu, dimulai dari Angela Yuan, sang ibu.

Angela adalah seorang ibu rumah tangga yang sangat mengutamakan keluarga. Ia membantu suaminya membangun usaha klinik gigi.

Leon Yuan, adalah seorang dokter gigi dengan reputasi yang baik yang memulai kariernya dari bawah bersama Angela. Setelah menikah 20 tahunan hubungan Angela dan Leon menjadi semakin renggang dan dingin. Semua yang semula berawal baik seiring bertambah tahun semakin menuju kehancuran.

Leon dan Angela memiliki 2 anak laki-laki. Christopher adalah anak bungsu yang pada mulanya sangat dekat dengan sang ibu. Hanya, saat dia mengalami pelecehan seksual di usia belasan oleh seorang laki-laki dewasa, maka dia pun mulai kehilangan orientasi seksualnya. Bibit menjadi seorang homoseksual pun sudah mulai tertanam saat itu.

Mendengarkan Angela menceritakan kehancuran hatinya saat anak yang dikasihi memilih menjadi gay, saya pun terbawa emosi. Ia merasa gagal total menjaga pernikahannya dari kehancuran.

Pada saat itu, relasinya dengan suami dan anak tertua sudah semakin renggang dari hari ke hari. Ia merasa telah gagal sebagai seorang ibu ketika Christopher memilih untuk menjadi seorang gay.

Tak terbayang jika saya mengalaminya. Saya dan suami bersama 4 anak laki-laki kami begitu dekat satu sama lain. Apa jadinya saya jika sesuatu yang saya sangat tidak harapkan terjadi pada salah satu anggota keluarga saya?

Sesuatu yang buruk, memalukan dan menghancurkan? Mungkinkah saya akan sama seperti Angela Yuan? Pada saat itu, Angela sudah memutuskan bahwa ia akan mengakhiri hidupnya.

Saya menanti-nantikan bagian dimana Tuhan masuk dalam cerita keluarga Yuan. Sebab, saat pertama memulai kesaksiannya Leon memberitahu bahwa mereka bukanlah keluarga yang mengenal Kristus. Rasa ingin tahu saya membawa saya menyimak setiap perkataan yang disampaikan Angela.

Dia menceritakan bahwa ketika dia memutuskan akan mengakhiri hidupnya, pada saat itu Tuhan memanggilnya. Melalui sebuah traktat yang diberikan seorang pendeta padanya, Tuhan berbicara padanya lewat tulisan yang ada didalam traktat itu.

Angela membaca salah satu bagian dalam traktat itu yang mengatakan bahwa Kristus sudah mati supaya mereka yang percaya padaNya tidak lagi mati.

Lalu ia bertanya-tanya, apakah Kristus juga mati baginya? Bagaimana caranya mengenal Kristus yang mau mati bagi dirinya? Lalu apakah dia masih harus mengakhiri hidupnya jika Kristus sudah mati baginya?

Semua pertanyaan-pertanyaan itu dia pikirkan dalam perjalanan akan menemui Christopher untuk terakhir kalinya sebelum ia memutuskan akan bunuh diri. Saat itu, Angela sudah ingin mati. Ia tidak sanggup hidup lagi. Ia sudah kehilangan harapan dalam hidupnya.

Angela merasa sudah tidak memiliki apa-apa lagi untuk menjadi alasannya tetap hidup. Tetapi pada saat yang sama ia mendengarkan suara Tuhan yang berkata bahwa Tuhan mengasihinya dan Tuhan juga mengasihi Christopher. Dan tidak ada yang akan dapat memisahkan kita dari kasih ALLAH, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.

Roma 8:38-39 inilah yang Tuhan pakai untuk memanggilnya. Tuhan memanggil Angela untuk menerima kasihNya. Dan inilah permulaan dari pencarian harapan Angela bagi Christpher, anaknya yang terhilang.

Sekalipun acara KKR Kesaksian ini menyoroti pertobatan seorang gay dan drug dealer yang akhirnya sekarang Tuhan pakai menjadi alatNya melayani mereka yang berada didunia yang dulu pernah dihidupi seorang Christopher Yuan, tetapi bagi saya kisah Angela Yuan, sang ibu, itulah yang saya bawa pulang dan jadikan pelajaran baru bagi hidup saya.

Siapa yang tahu jalan di depan hidup kita? Paling tidak jika saya butuh kekuatan, saya tahu ada teladan seorang ibu yang berjuang keras demi kembalinya sang anak kepada Tuhan, setelah ia sendiri Tuhan panggil untuk percaya dan mengikutiNya. Angela tidak henti-hentinya berdoa bagi Christopher dan terus membanjiri Christopher dengan surat-suratnya yang berisi firman Tuhan saat Christopher dipenjara.

Angela memberikan pelajaran pada saya bagaimana seharusnya seorang ibu berjuang dengan segenap hati dan tanpa lelah agar anaknya yang tersesat dapat kembali pulang kepada Tuhan.

Dia adalah seorang ibu yang setelah hidup didalam Tuhan, tidak melepaskan harapannya pada Kristus, dan percaya akan kasihNya melalui keselamatan yang diberikan di atas salib. Dan ibu ini ingin anak terkasihnya yang jatuh dalam kegelapan dosa mendapatkan harapan dan kasih yang sama yang sudah ia terima dari Kristus.

Tidak ada yang akan dapat memisahkan kita dari kasih ALLAH, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.

Nah, bagi pembaca Petra Online, terutama bagi para wanita, untuk menjadi seperti seorang Angela Yuan yang hidupnya Tuhan perbaharui, dapat kita mulai dari saat masih di bangku kuliah atau pun saat sudah bekerja, saat masih bujang maupun saat sudah berkeluarga. Masalahnya, sudahkah engkau memiliki kasih Kristus?

Soli Deo Gloria

(Silahkan search google untuk lebih mengenal Christopher Yuan dan Angela Yuan yang sudah menulis buku tentang kisah hidup mereka)

Inge Waluyo

Penulis adalah ibu rumah tangga yang mengajar bahasa inggris di sekolah dasar di Bintaro Jaya

Foto: www.challies.com

Menangkal Kaum Radikal, Sisihkan Minimal 3 Menit Berdoa

Rekan-rekanku sebangsa dan seperjuangan di mana pun Anda berada. Sudah baca mengenai kisah ibu dr Fiera Lovita dari RSUD Solok?

Sebagai akibat apa yang ditulisnya di status FB milik pribadinya, sekelompok kaum radikal mengintimidasi dia dan kedua anaknya yang masih kecil. Menurut berita terbaru, akibat peristiwa itu, dia dan keluarga sudah dipindahkan ke Jakarta.

Itu hanya salah satu contoh kecil di negara kita. Dalam kondisi semakin sulit seperti itu, apa yang harus kita lakukan? Banyak, jika kita mau berjuang bersama. Kita tidak boleh diam.

1. BERDOA.

Ketika umat Gereja perdana mengalami berbagai macam ancaman, Alkitab mencatat: “Berserulah mereka bersama-sama kepada Allah” (Kisah 4:24). Karena itu, turutlah berjuang menangkal kaum radikal dan intoleran. Atau istilah saya, kaum perusuh dan pengacau.

Mungkin ada benar-benar masih belum biasa berseru dan turun ke jalan. Masih ragu dan takut. Baik, sebelum Anda mendapat keberanian dari Allah, berjuanglah melalui doa. Tidak ada yang Anda takut kan ketika berdoa?

2. MOHON KEADILANNYA.

Banyak orang Kristen SALAH memahami Alkitab. Mereka hanya berdoa untuk kasih dan pengampunan Allah. Padahal, kasih dan keadilan TIDAK dapat dipisahkan.

Bahkan ketika kita menunjuk SALIB KRISTUS, di sana TIDAK hanya ada kasih dan Allah yang mengampuni umat berdosa. Akan tetapi di salib itu juga sangat nyata KEADILAN ALLAH.

Itu sebabnya Yesus harus menerima murka Allah yang seharusnya ditimpakan kepada kita orang berdosa. Tanpa itu, kasih dan pengampunan mustahil terjadi. Mohon dibaca dan teliti Efesus 2:3-4.

Dalam Perjanjian Lama, raja-raja lalim seperti Nebukadnezar mengalami penghukuman Allah. Demikian juga, dalam PB, raja Herodes MATI mendadak karena ditampar malaikat Tuhan. Itu akibat kesombongan dan kesewenang-wenangannya (Kisah Rasul 12:23).

Mari kita doakan besok hari di Gereja dengan sungguh-sungguh agar Allah menghukum semua orang, kelompok perusuh dan pengacau di Ibukota dan di Indonesia.

3. BERSATU KITA TEGUH.

Kita sudah sangat akrab dengan istilah di atas. Karena itu, mari terus membangun kesatuan, rapatkan barisan, jangan mau dipecah-pecah.

Dalam kesatuan itu juga kita berjuang dalam doa. “DOA ORANG BENAR BILA DENGAN YAKIN DIDOAKAN, BESAR KUASANYA” (Yakobus 5:16b).

Mari kita sama-sama menyebut nama-nama orang dan kelompok itu kepada Allah yang MAHAKUASA dan MAHAADIL. Kiranya Herodes dan Nebukadnesar masa kini juga dihukum Allah. Sesungguhnya Allah TIDAK TERTIDUR. Demikianlah tertulis dalam Taurat Musa:

Aku telah MEMPERHATIKAN kesengsaraan umatKu…Aku MENGETAHUI penderitaan mereka… .(Keluaran 3:7)

4. ALLAH MEMBERI KELEPASAN.

Apa hasil perjuangan doa itu? Kita membaca: “Aku telah turun MELEPASKAN mereka…”

Mengapa mereka terlepas? Alkitab mencatat: : “SERUAN mereka telah sampai kepadaKU” (ayat 9).

Baik, mari kita berseru-seru kepada Allah kita, dan mari kita nantikan jawaban doa kita. Selamat beribadah.

Soli Deo gloria.

 

Pdt. Dr. Ir. Mangapul Sagala, MTh.

Penulis adalah Alumnus Fakultas Teknik UI Doctor Theology dari Trinity Theological College, Singapore, Cambrige, Roma.

Kisah Dihapusnya Piagam Jakarta dalam Konstitusi

Jakarta, 17 Agustus 1945. Di pagi hari, Teuku Tadjoeloedin bersama dr. Oscar Engelen mengayuh sepeda menuju Hotel Des Indes, (kini Duta Merlin Plaza).

Mereka ini baru saja mengedarkan pamflet-pamflet Proklamasi Kemerdekaan sesuai dengan cara mahasiswa Ika Daigaku (kedokteran), di Asrama Prapatan 10 dan tidak mengikuti upacara pembacaan teks proklamasi oleh Soekarno-Hatta. Tujuan kedua mereka untuk menemui utusan Indonesia-Timur.

Di tengah jalan mereka singgah sebentar di gedung Departemen Keuangan di Lapangan Banteng. Tadjoeloedin perlu menemui Mr. Wilopo.

Kemudian mereka melanjutkan perjalanan menuju ke hotel di arah Harmoni, tempat penginapan utusan-utusan PPKI daerah. Tujuan kedua mahasiswa ini untuk menanyakan mengenai masalah rencana Mukadimah yang dinilai sangat kontroversial.

Dalam Rencana Mukadimah sebagai kata Pembukaan rencana UUD 1945 yang disahkan oleh Badan Usaha Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BUPPK) pada 22 Juni 1945 terdapat sebuah kalimat yang berbunyi: “Ketuhanan dan kewajiban menjalankan Syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

Sejak saat itu di antara kalangan yang dapat mengikuti usaha BUPPK dari dekat seperti kalangan mahasiswa bertanya-tanya apa artinya kalimat itu yang termuat di dalam rencana Mukadimah. Timbul pula pertanyaan, bagaimana hal itu boleh terjadi?

Itulah tujuan Tadjoeloedin dan Engelen menemui para utusan Indonesia untuk dimintai tanggapan mereka. Selain itu akan mengundang para utusan Indonesia untuk menjadi tamu di Asrama Prapatan 10.

Setiba di depan kamar Dr. GSSJ Ratu Langie, mereka berpapasan dengan Mr Pudja dari Bali yang sedang menunggu Oom Sam Ratu Langie (sapaan akrab untuk Dr. GSSJ Ratu Langie di kalangan mahasiswa).

Ketiga mereka ini langsung terlibat dalam percakapan mengenai masalah mukadimah yang rencananya akan di undangkan dalam Konstitusi pada rapat PPKI esok hari (18 Agustus).

Mr Pudja memulai percakapan: “Saya dan utusan dari Indonesia Timur tidak setuju dengan beberapa bagian dari Konstitusi, khususnya Mukadimah. Kami tidak setuju dengan kalimat: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, juga mengenai Presiden yang harus seorang beragama Islam.”

Sedang ia berbicara, datanglah Andi Pangeran, utusan dari Sulawesi ikut bergabung dalam percakapan. Kemudian terdengar suara lantang dan nyaring dari Andi Pangeran mengatakan: “Ini tidak boleh jadi, pokoknya Konstitusi ini harus diubah.”

Suasana percakapan menjadi ramai ketika Mr. Tadjoedin Noor dari Kalimantan bergabung, dan yang terakhir inipun sepakat dengan Mr. Pudja dan Andi Pangeran. Teuku Tadjoeloedin menjelaskan: “Kami sejak semula tidak setuju dengan beberapa bagian dari isi Konstitusi, sama dengan pendapat bapak-bapak.”

Mungkin karena mendengar suara ramai diluar kamar dan mengikuti isi percakapan, Oom Sam Ratu Langie membuka pintu kamar dan langsung menimpali: “Kalau begitu kita semuanya sepaham, mari kita usahakan bersama untuk mengubah Konstitusi ini.”

Ratu Langie dan kawan-kawan pun mengatakan akan memenuhi undangan Asrama Prapatan 10 siang hari nanti. Sebelumnya di hari Minggu menjelang hari Proklamasi, para mahasiswa Ika Daigaku asal Indonesia Timur diundang makan malam dan beramah-tamah di kediaman Mr. Alex Maramis di Jalan Merdeka Timur.

Mr. Alex Maramis adalah Menteri Keuangan pertama Republik Indonesia yang menandatangani Oeang Republik Indonesia pada tahun 1945. Adik kandung Maria Walanda Maramis ini menyelesaikan pendidikannya dalam bidang hukum pada tahun 1924 di Negeri Belanda.

Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh para mahasiswa sebab so pasti akan makan enak. Terlihat di antaranya, Piet Mamahit, Oscar Engelen, Freddy Pattiasina, Yoel Therik, Wim Gerungan, Zus Ratu Langie, Stans Palilingan, Ester Wowor, Arie Supit, Hukom, Kaligis, Thiam, Djauhari M Noor, Baharoedin, Abdoerachman Noor, Ngurah Rai, Komang Makes.

Acara itu juga dihadiri kalangan pemuda seperti Willy Pesik, Frans Ompi, Bart Ratu Langie, dll dan juga kalangan orang-orang tua. Sehabis makan berlanjut dengan pertemuan.

Oscar Engelen angkat suara dan bertanya kepada Mr. Maramis: “Oom Alex, kenapa rencana Mukadimah jadi berbunyi begitu, dengan kalimat yang mewajibkan Syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya dan bagaimana sampai itu terjadi?”

Mendengar pertanyaan ini, “Oom Sam” Ratu Langie datang mendekat dan semua yang hadirpun mendekati Maramis untuk mendengar jawaban dari pertanyaan Oscar Engelen. Sambil berdiri di pintu Alex Maramis menceritakan: “Padahal sebelumnya, semua dalam rapat BUPPK agama Islam dimasukkan dalam Mukadimah sudah ditolak oleh hadirin.”

Tetapi dua minggu kemudian dalam pembukaan rapat Ketua Dr. Radjiman mengemukakan bahwa atas permintaan anggota, antara lain Abikusno dan K H Hadikoesoemo, soal agama supaya dimasukkan lagi dalam acara rapat untuk dibicarakan.

Mr. Soebardjo, Mr. Iwa Koesoema Soemantri dan Mr Alex Maramis menolak permintaan Ketua dengan alasan nanti rapat akan bertele-tele dan tugas BUPPK tak selesai pada waktunya. Tetapi Ketua meneruskan kehendaknya, hingga ketiga mereka ini yang menolak meninggalkan rapat dengan komentar bahwa Ketua tidak disiplin.

“Sewaktu ketiganya kembali ke ruang rapat, oleh Ketua diberitahukan bahwa rapat sudah setuju memasukkan dalam Mukadimah kalimat yang berbunyi: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

Maramis mengatakan “yah begitulah yang terjadi.” Mendengar penjelasan Maramis itu, Sam Ratu Langie dengan spontan bereaksi (dengan aksen bahasa logat Melayu-Manado): “Ah Alex, ini serius, ngana jangang kwa maraju. Nanti kita pi baku dapa en bicara tentang hal ini deng tamang-tamang dari Makassar” (Alex, ini serius, kamu tidak boleh acuh tak acuh. Nanti saya akan ceritera tentang hal ini kepada mereka dari Makassar.”

Djauhari Noor nyeletuk: “Wah Engelen, nanti semua orang Kristen diharuskan masuk gereja tiap hari minggu.” Yang lain pun mengomentari: “Itulah persoalannya, harus dipisahkan soal Negara dan Agama.”

Jakarta, 17 Agustus 1945. Pada siang hari sekitar jam 12.00 setelah usai upacara Proklamasi Kemerdekaan pada kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56, beberapa anggota panitia luar Jawa, terutama dari Indonesia bagian timur, yakni DR GSSJ Ratu Langie, wakil dari Sulawesi; Tadjoedin Noor dan Ir. Pangeran Noor dari Kalimantan; Mr J Latuharhary, wakil dari Maluku; Mr. I Ketut Pudja, wakil dari Bali dan Andi Pangeran dari Sulawesi.

Pembahasan berkisar mengenai rencana Undang-Undang Dasar yang akan ditetapkan sebagai konstitusi. Para mahasiswa berpendapat bahwa yang akan digunakan adalah konsep Piagam Jakarta dan rencana UUD yang telah disusun dengan mengadakan beberapa perubahan yang fundamental.

Para wakil daerah luar Jawa, terutama yang mewakili agama di luar agama Islam (Kristen, Hindu-Bali, Budha dll.) merasa keberatan apabila dalam preambule itu masih ada kalimat: “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

Karena hal ini bisa diartikan bahwa dasar negara Indonesia adalah Islam. Mereka menghendaki agar kalimat diubah menjadi: “Ketuhanan Yang Maha Esa saja.” Para utusan juga menghendaki agar beberapa pasal dalam rencana UUD, antara lain yang menyatakan bahwa Presiden harus seorang Islam, supaya juga diubah sehingga pasal 6 ayat 1 berbunyi: “Presiden ialah orang Indonesia asli.”

Menurut mereka, tujuan perubahan tersebut supaya bangsa ini tidak terpecah-belah dan untuk itu perlu dihilangkan kalimat-kalimat yang bisa mengganngu perasaan kaum Kristen atau juga agama-agama lainnya.

Usulan utusan Indonesia Timur in mendapat perhatian serius dari para mahasiswa, dan mereka segera memperoleh penyesuaian pendapat, dan masing-masing menyadari perlunya persatuan bangsa yang dilandasi oleh nilai-nilai kebinekaan.

Persoalan tersebut oleh para mahasiswa pada hari itu juga disampaikan kepada Bung Hatta melalui telepon. Bung Hatta setuju menemui delegasi mahasiswa untuk membicarakan hal itu pada sore hari.

Pada jam lima sore menerima delegasi mahasiswa dari Asrama Prapatan 10 di kediaman Bung Hatta di Jalan Diponegoro 57 untuk menyampaikan alasan perubahan yang di kemukakan oleh utusan Indonesia Timur di siang harinya. Delegasi itu terdiri dari 3 anggota mahasiswa, masing-masing Piet Mamahit, Moeljo dan Imam Slamet.

Masalah Piagam Jakarta yang dimasukkan ke dalam rencana Mukadimah sebelumnya pernah dipermasalahkan oleh Shegitada Nishijima, selaku penasehat Bukanfu (Perwakilan Panglima Angkatan Laut Jepang di Jakarta) kepada Bung Hatta. Karena menurut Nishijima (wawancara 1963 ketika berkunjung ke Jakarta) ketika dilakukan penyusunan piagam itu, tak ada orang Jepang yang hadir waktu itu.

Dari hasil pertemuan itu, Hatta memahami permasalahan utusan Indonesia Timur yang disampaikan kepada ketiga mahasiswa ini. Untuk itu, Hatta berjanji untuk meninjau kembali isi Mukadmimah itu yang akan disampaikan pada rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan besok, 18 April 1945.

Jakarta 18 Agustus 1945. Pagi itu di ruang rapat, sebelum rapat PPKI dimulai, terlihat Bung Hatta sedang berbicara khusus dengan utusan wakil Sumatra, Mr. Teuku Mohammad Hassan. Pada percakapan itu, Bung Hatta mendesak Teuku Hassan “mendekati” pendukung posisi Islam terkuat pada panitia itu, Ki Bagoes Hadikusumo pemimpin Muhammadiyah dari Yogyakarta.

Teuku Hassan adalah turunan uleebalang (bangsawan Aceh) dari Sigli, yang dikenal sebagai penganut Islam yang gigih, walau begitu Mr Teuku Hassan dikenal sangat intelektual dan luwes dalam pergaulan dengan siapapun dan fasih pula berbahasa Belanda. Pada pertemuan itu, Hassan pun menerima pandangan Hatta.

Dengan penampilannya yang berwibawa, Hassan mendekati kiyai Jawa ini dan berhasil membujuk Ki Bagus Hadikusumo untuk menerima penghapusan dari setiap penyebutan Islam dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Hassan menekankan pentingnya nilai-nilai persatuan bangsa. Untuk itu adalah sangat mutlak untuk tidak memaksa kaum minoritas Kristen (Minahasa, Batak, Ambon, Flores dan Timor) masuk dalam lingkungan Belanda yang sedang berusaha untuk datang kembali. Dengan mempertahankan ketentuan-ketentuan yang paling sedikit satu daripadanya akan menurunkan orang-orang Kristen kedalam posisi sebaga warga-negara kelas dua.

Dari hasil pertemuan itu, Teuku Hassan mengatakan: “Supaya kita jangan pecah sebagai bangsa, kami mufakat untuk menghilangkan bagian kalimat yang menusuk hati kaum Kristen itu dan menggantinya dengan ‘Ketuhanan Yang Maha Esa.’”

Para peserta pada pertemuan itu menginsyafi, bahwa semangat Piagam Jakarta tidak lenyap dengan menghilangkan perkatan “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dan menggantinya dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Mohammad Hatta pada bukunya, Memoir, mengemukakan pandangannya:

“Dalam Negara Indonesia yang kemudian menggunakan semboyan Bhineka Tunggal Ika, tiap-tiap peraturan dalam kerangka Syariah Islam, yang hanya mengenai orang Islam dapat dimajukan sebagai rencana Undang-Undang ke DPR, yang setelah diterima oleh DPR mengikat umat Islam Indonesia.

Dengan cara begitu lambat laun terdapat bagi umat Islam Indonesia suatu sistem Syariah Islam yang teratur dalam Undang-Undang, berdasarkan Qur’an dan Hadith, yang sesuai pula dengan keperluan masyarakat Islam sekarang.

Orang tidak perlu mengambil saja dari Syariat Islam yang berlaku dahulu di negeri-negeri Arab dalam abad ke-8, ke-9 atau ke-10 yang di waktu itu sesuai pula dan tidak terbagi-bagi. Apakah Indonesia merdeka yang baru saja dengan keadaan masyarakat di situ.”

Lebih lanjut Hatta mengemukakan: “Perbedaan hukum antara penduduk yang beragama Islam atau beragama Kristen akan terdapat terutama dalam bidang hukum keluarga.

Dalam bidang hukum Perdata lainnya, hukum perniagaan dan hukum pidana tidak perlu ada perbedaan. Dalam bidang-bidang ini mesti ada persatuan hukum bagi rakyat Indonesia seluruhnya. Mungkin disana sini ada pengaruh adat sedikit dalam melaksanakan hukum, tetapi tidak akan mempengaruhi pokoknya yang azasi.

Misalnya hukum yang menjadi dasar pembayaran dengan wesel atau cek sementara tidak di jalankan pada beberapa bagian di Indonesia. Tetapi itu tidak berarti, bahwa dasar perhubungan wesel dan cek tidak laku di situ.”

Usaha Teuku Hassan meyakinkan Ki Bagoes Hadikoesoemo berhasil dan setelah pandangan-pandangan ini dikemukakan antara kelima peserta itu. Sidang dibuka pada jam 09.30 untuk melakukan revisi, yakni penambahan dalam UUD 1945 dengan menghilangkan sebutan Islam pada Mukadimah, berarti menamatkan Piagam Jakarta pada Konstitusi.

 

Harry Kawilarang

Tulisan ini dimuat seizin penulis. Laman asli tulisan ini lihat di halaman Facebook dari Harry Kawilarang

Penulis adalah wartawan senior yang pernah bekerja di Harian Sinar Harapan dan Suara Pembaruan | pemerhati sejarah Indonesia

Foto
Mr Alex Maramis (kiri) bersama Dr GSSJ Sam Ratu Langie