Tag Archives: gadget

Lihat “Smartphone” Melulu? Jangan-jangan Kamu “Phubbing”

Suatu ketika saya bersama seorang kawan memasuki sebuah kafe di salah satu mall di Jakarta Pusat. Kami memang janjian untuk membincangkan berbagai hal sambil menunggu malam agar kemacetan Jakarta tidak parah karena orang pulang kantor.

Saat duduk, seorang pelayan memberi kami buku menu. Saya membuka-buka menu untuk memesan hidangan. Namun, teman saya ini beda. Tak berapa lama si pelayan memberi menu, kawan ini langsung bertanya,” Mbak, ada Wi-Fi?”

Mbaknya menjawab,”Ada mas.”

Temanku menimpali segera,”Passwordnya apa?”

Mbaknya, sambil siap-siap mencatat pesanan karena melihat saya sudah memberi kode akan memesan, kembali menjawab,”Pesan menu dulu, mas.” Tak lupa senyuman manis tersungging di bibir Mbaknya.

Namun temanku rupanya sudah ngebet banget ingin online malah menjawab,”Iya mbak. Kita pasti pesan kok, kan kita dah duduk di sini. Takut amat sih.” Weleh, ngegas.

Mbaknya menjawab,”Bukan mas. Password-nya itu, ‘pesan menu dulu’, tanpa spasi ya mas.”

Temanku wajahnya memerah dan hanya meluncur satu kata yang terdengar seperti lenguhan saja,”Ooooh”.

Saya tertawa. Kawan pun akhirnya tertawa. Mbaknya tertawa sambil menulis pesan.

Setelah koneksi Wi-Fi masuk di smartphone-nya…lupa pesan menu, kawanku ini. Sibuk dia dengan ketak-ketik di HP-nya itu.

Beginilah sekarang suasana yang lazim saat orang sedang berkumpul atau—apalagi—duduk sendiri di sebuah sudut kafe. Semua sibuk dengan berbagai urusan di smartphone-nya.

Istilah baru pun mengemuka. Phubbing.

Phubbing berasal dari kata phone dan snubbing, diciptakan oleh Alex Haigh, mahasiswa Australia yang magang di perusahaan periklanan terkenal McCann di Australia seperti dikutip dari kumparan.com.

Tepatnya, phubbing adalah sebuah istilah tindakan acuh tak acuh seseorang di dalam sebuah lingkungan karena lebih fokus pada gadget dari pada membangun sebuah percakapan. Silakan tinjau di laman http://stopphubbing.com/

Tak jarang, saya sendiri pun sering terjangkit gejala ini, apalagi jika kawan di hadapan saya sudah phubbing duluan.

Kitab Amsal 15:14 menuliskan, “Hati orang berpengertian mencari pengetahuan, tetapi mulut orang bebal sibuk dengan kebodohan.”

Nah, apakah kita memang sedang mencari pengetahuan saat mengecek terus-menerus smartphone kita? Sering kali yang kita lakukan malah hanya sibuk dengan hal-hal remeh yang tidak mendesak, semacam update status sendiri di Facebook, lihat status orang, update Instagram, dst.

Akibatnya, gara-gara kita mengakses media sosial di smartphone dan menjadikan kita phubbing, malah hubungan sosial kita dengan orang di depan mata malah terganggu.

Nah ini beberapa tips agar kita bisa stop phubbing seperti dikutip dari viesta education.

 

  1. Tahan diri untuk tidak update kemana kita akan pergi

Langkah pertama yang harus kita lakukan agar tidak menjadi tersangka maupun korban phubbing adalah berhenti update. Rasa selalu ingin melihat handphone saat bersama orang lain biasa terjadi setelah kita membuat status di jejaring sosial.

Biasanya, kita akan penasaran sudah berapa like yang muncul, komentar apa saja yang masuk dan sebagainya. Alhasil, kamu akan lebih tertarik untuk bermain Handphone dari pada ngobrol.

 

  1. Kumpulkan Handphone saat berkumpul

Sebuah game sederhana yang bisa kamu lakukan agar kumpul-kumpul makin seru adalah dengan mengumpulkan gadget. Buat juga aturan tambahan.

Contohnya, siapa saja yang tidak tahan dan mengambil gadgednya terlebih dahulu akan mendapat sebuah hukuman.

Entah harus memberi traktiran atau apapun. Dengan begini, semua orang akan lebih fokus satu sama lain.

 

  1. Kumpul di tempat yang antimainstream

Kemungkinan lain penyebab phubbing terjadi adalah kita berkumpul di tempat yang itu-itu saja. Karena merasa bosan, banyak dari kita yang mulai membuka handphone. Bagaimana jika kita berganti lokasi?.

Kumpul bersama bukan lagi dengan judul nongkrong. Bisa saja diganti dengan travelling bersama atau melakukan sebuah kegiatan sosial. Dengan banyak beraktifitas bersama, komunikasi langsung pasti akan lebih intensif.

 

  1. Jauh-jauh dari gadget

Langkah terakhir ini memang terlihat sedikit ekstrem. Tapi meletakkan gadget jauh-jauh dari dirimu memang sangat efektif. Atau jika sedikit susah, taruh gadget dalam tas. Jangan di samping tangan.

 

Tua di Jalan? (Tips menikmati kemacetan)

Bosan deh hidup di Jakarta, tua di jalan. Begitu seorang rekan saya pernah mengeluh.

Bagaimana tidak. Dia menghabiskan sekitar enam jam tiap hari untuk perjalanan pulang-pergi ke kantor, dari Bekasi ke Jakarta, karena kemacetan. Tanpa kita sadari, Jakarta telah menempa warga yang tangguh, bisa bertahan melewati kemacetan dan polusi tinggi. Setiap hari kejadian yang sama berulang kembali, tak ada habisnya. Tak ada kapoknya! Jakarta dengan daya pukau yang luar biasa, telah membuat siapa saja rela jatuh bangun mengejarnya (seperti lagu dangdut deh).

Dan rekan saya itu tidak sendirian. Saya sendiri yang hanya perjalanan dalam kota, bisa tiga sampai empat jam di jalan untuk pulang-pergi bekerja. Itu artinya 4/24 jam atau 1/6 waktu saya terbuang di jalan tiap hari.

Empat jam terbuang di jalan? Sayang sekali. Empat jam itu bukan waktu yang sedikit. Kalau dipikir-pikir, empat jam itu juga adalah jarak tempuh Jakarta-Brebes, atau bolak-balik Jakarta-Bandung. Empat jam itu adalah separuh dari total jam kerja saya di kantor sehari. Empat jam itu dokter sudah bisa melakukan dua kali operasi bedah. Dalam empat jam saya sudah bisa melakukan satu paket komplit perawatan di salon (hehe…).

Nah, dalam kemacetan perjalanan selama empat jam, apa yang bisa kita lakukan?

  1. Membaca

Anda mungkin bisa membuka ponsel atau gadget, membaca berita terkini, mencari bacaan hiburan, informasi terbaru terkait pekerjaan, mencari bacaan tentang ide penghasilan tambahan, atau sekedar mencari resep masakan, dan sebagainya. Dalam empat jam anda bisa selesai membaca sebuah buku yang tipis. Beberapa buku atau novel tebal yang saya beli, kebanyakan habis saya baca beberapa hari dalam perjalanan ke kantor. Sebagai seorang ibu, saya tak punya waktu luang sebanyak itu di rumah. Pernah juga saya di jalan membantu PR anak saya dengan browsing internet. Teman saya bahkan tiap pagi menggunakan jam di jalan untuk membaca kitab suci dan merenungkan prinsip hidupnya.

2. Mendengarkan musik atau menonton via gadget

Bagi anda yang bisa mengakses internet, hiburan melalui media elektronik akan lumayan mengendurkan kepenatan. Favorit saya adalah mendengarkan radio yang penyiarnya humoris dan informatif. Tertawa adalah obat mujarab yang membuat sehat dan awet muda. Lagu dari radio atau youtube, atau film dari streaming bisa membuat kita lupa akan kemacetan. Teman saya penggemar drama pop, dalam empat jam bisa menonton beberapa season drama serial sekaligus!

3. Menulis

Memang tidak semua orang suka menulis. Padahal sekedar menumpahkan isi hati dalam bentuk tulisan bisa mengurangi beban psikologis lho, seperti menulis buku harian. Saat macet, mungkin kita bisa mengetik curhatan kita di ponsel (beberapa ponsel memiliki fitur notes). Bagi yang suka menulis blog atau jurnal, satu atau dua topik singkat bisa ditulis dalam empat jam ini.

4. Berbincang dalam komunitas online

Saya mengikuti beberapa grup online, dan ketika jam macet adalah saat paling tepat untuk bisa turut berbincang di sana, baik untuk saling berbagi info, atau sekedar saling bercanda. Mungkin anda juga punya grup chat yang anggotanya seperti teman-teman ‘gila’ saya. Sore-sore dalam kemacetan, akan terasa betapa nikmatnya saling mencela tanpa rasa sakit hati, dan penuh dengan tawa.

5. Berbincang dengan teman seperjalanan

Selain bercanda dengan teman-teman di media sosial atau grup chat, mungkin tak ada salahnya berbincang dengan orang di sebelah anda. Baik supir taksi, teman penumpang bus atau bahkan kenek. Saya pernah dapat nomor yayasan babysitter dari sopir taksi, tahu tentang tempat belanja murah-meriah dari sesama penumpang bus, dan tahu tempat makanan enak dari kenek. Berbincang dengan orang asing ini bisa juga ternyata menambah wawasan dan memperkental sentuhan kemanusiaan di tengah era digital ini. Saya pernah dapat supir taksi teladan yang selalu diutus membawa delegasi tamu pejabat asing (termasuk waktu KTT di Bali tahun lalu yang juga dihadiri kantor saya). Juga supir yang mengaku pernah ikut melakukan pembangunan galian lubang rahasia di salah satu pulau di Indonesia. Kisah yang wow!

6. Menikmati sekitar

Macet itu penuh cerita. Ada saja anak-anak sekolah yang selalu gaduh bergurau di angkutan umum. Dari mulai saling mencela ukuran badan sampai membawa-bawa nama Ahok untuk dijadikan tempat melaporkan pelecehan.  Saya suka senyum-senyum sendiri melihat mereka, bagai mengingat masa lalu.

Saya juga suka memandangi iklan di baliho di pinggir jalan. Kadang kita bisa terinspirasi oleh bintang iklannya yang cantik. Dengan iseng saya juga kadang cuci mata menghitung kenderaan mewah yang jarang terlihat.

Tetapi, yang paling mengesankan bagi saya adalah, suatu pagi ketika berangkat ke kantor, pernah ada penumpang bus patas di sebelah saya, seorang ibu bekerja, sedang merajut sweater di dalam bus. Betapa sebuah kreatifitas tanpa batas! Saya kagum. Warga Jakarta memang luar biasa! Warga Jakarta yang tahan banting!

7. Membawa cemilan

Jika memungkinkan, bawalah cemilan kecil di dalam tas. Sebagai pengusir lapar dan jenuh, makanan kecil berupa permen karet, kacang, biskuit, coklat atau keripik bisa membuat anda lebih kebal pada kemacetan.

Berapa jam waktu yang anda miliki untuk diri sendiri (me time) setiap hari, di luar jam kerja, jam mengurus rumah/anak-anak, jam kuliah/belajar? Mungkin seperti saya, tak pernah lebih dari empat jam. Waktu di jalan lebih banyak daripada me time di rumah. Ironis bukan? Jadi, daripada jadi tua di jalan, mengapa tidak menjadikan jam macet ini sebagai me time yang efektif?

Ayo, warga Jakarta, tetap semangat!

🙂

-*-