Tag Archives: Kristen

Kamu Egois, Aku Egois

Salah satu masa paling menyenangkan selama bergelut di dunia kerja ini adalah ketika suami saya pindah ke kantor di sebelah gedung kantor tempat saya bekerja. Kami bisa berangkat dan pulang kerja bersama dan sesekali janjian makan siang berdua, atau makan malam berdua sepulang kerja sebelum pulang ke rumah. Semacet apapun Jakarta rasanya tak terlalu mengganggu sebab saya tinggal duduk dan suami yang menyetir. Kami bisa mengobrol sambil ngemil dan mendengarkan radio/musik.

Tapi itu tak lama. Setelah beberapa tahun, dia ditugaskan lagi ke kantor cabang perusahaan yang lain yang berada di pinggiran Jakarta. Tak mungkin lagi dia antar atau jemput saya, sebab berbeda arah. Pernah terpikir untuk mengemudi sendiri atau mencari pengemudi pribadi, tapi pada akhirnya memutuskan lebih praktis kembali ke pangkuan angkutan umum, yang sebelum dan sesudahnya dan kapan saja seolah setia mendampingi saya (hahaha).

Apa yang terjadi dengan warga angkutan umum sekarang? Begitu saya bertanya dalam hati ketika baru kembali lagi ke ‘alam bebas’ itu. Rasanya seperti dulu ketika baru pulang dari Jepang yang serba rapi dan kagok ketika melihat semrawutnya Jakarta.

Satu kata yang lantas terbersit dari pikiran saya adalah: Egois.

Seperti kemarin pagi, di angkot, dengan cueknya seorang bapak berpakaian rapi merokok seenaknya padahal semua isi angkot yang mayoritas wanita sudah menutup hidung dan mengibas-ibas sebagai isyarat supaya beliau mematikan rokok. Egois sekali bapak ini! pikir saya. Teringat di Jepang ada inovasi untuk perokok, namanya Smoking Bells (bentuknya seperti bell/lonceng). Alat ini didesain untuk membuat perokok menikmati asap rokoknya sendiri di tempat umum, hingga tidak akan mengenai orang di sekitarnya.

Lalu soal tempat duduk di angkutan umum. Jika saya bandingkan, bila pagi hari saya naik patas AC, kemungkinan besar tidak akan dapat tempat duduk. Yang duduk sambil tidur adalah (selain wanita) para pria berpenampilan kantoran rapi yang seolah takkan peduli sekalipun ada nenek atau ibu hamil berdiri di dalam bus.

Jika saya naik kopaja, yang kebetulan isinya kebanyakan para buruh, kemungkinan besar mereka akan memberikan saya (atau wanita lainnya) tempat duduk mereka. Di situ saya kadang merasa sedih (ini bukan bercanda). Membandingkan kedua hal ini membuat saya miris. Kembali satu kata itu terbersit. Egois sekali para pria kantoran ini!

Lalu bukan hanya itu. Ada saja penumpang yang tidak mau menggeser tempat duduk untuk orang di sampingnya. Jika karena ukuran badan jadi tidak muat, mungkin bisa dimaklumi. Tapi jika karena ogah rugi, misalnya harusnya bisa berlima tapi yang duduk masih empat orang, aduh! Penumpang egois! (Makan tuh tempat duduk! Begitu teman saya pernah memaki).

Lalu kemarin lusa, seorang berpenampilan mahasiswi duduk di sebelah saya di kopaja. Di Sudirman, dia turun lebih dulu. Anehnya, tak ada ucapan permisi atau ngomong apa kek supaya saya memberi jalan, nyelonong saja dengan kasar. Untung saya sudah antisipasi, segera bangkit berdiri agar dia bisa keluar dengan lega, padahal saya cuma geser kaki juga sebenarnya dia masih bisa lewat. Bahkan saya sampai berdiri mundur memberi jalan, hingga saya berdiri di selasar kopaja. Yang tak saya duga, masih sempat-sempatnya sepatu kets-nya mundur dan menginjak sepatu saya. Saya hanya berdecak dan mengusap sepatu. Sakitnya nggak seberapa, kesalnya itu lho. Lalu, ketika saya turun, saya baru sadar suatu hal.

Astaga, saudara-saudara, rupanya sudah copotlah aksesori blink-blink sepatu lama favorit saya yang modelnya sudah tidak diproduksi itu lagi! (Ini bagian lebaynya, hahaha).

Dengan sedih dan geram saya pungut si Blink-blink yang oleh rekan kantor yang jahil disebut swarovski. Lalu saya melangkah dengan gaya sok cool walau diam-diam berharap tak ada yang memerhatikan perbedaan di antara kedua sepatu saya! (Tengsin, tahu!). Tiap kali ada orang berpapasan dengan saya dan melirik ke bawah, saya langsung mempercepat langkah, bagai selebiriti menghindari paparazzi (cuiiii…).

Tiba di pintu masuk gedung, satpam juga melirik sepatu saya walau tak berkata apa-apa. Masuk kantor, rekan-rekan saya terpingkal-pingkal mendengar cerita saya. Kasihan, untung swarovski mahalnya nggak hilang pas copot tadi, goda mereka. Lalu seorang teman sepakat dan berkata, memang anak muda jaman sekarang egois banget dan kadang nggak punya manner. Tentu saja itu hiperbola dan tak bermaksud menggeneralisasi. (Lalu saya mengelem kembali sang swarovski palsu, dan sepatu favorit saya kembali ke penampilan semula).

Belum selesai sampai di situ. Ketika saya turun lift dan mau keluar di lobi, ada orang yang berada di lantai itu segera menerobos masuk. Padahal sudah jelas ada aturan, biarkan yang mau keluar terlebih dahulu. Kayak mau naik angkot aja takut nggak keangkut ya, Neng? Dan itu sering terjadi. Memangnya dia nggak bisa bedain apa, ini lift Neng, bukan kopaja yang orang berebutan naik! Kalau di perkantoran pusat bisnis sudirman saja masih begini gaya orang kerja, apa kata dunia?! Egois amat sih, Mbak? Harusnya dia lihat kebiasaan di Jepang, jika naik eskalator, orang-orang berjajar rapih di sebelah kiri, dan jika ada yang buru-buru silakan berjalan di sebelah kanan.

Tapi mungkin bukan hanya dia, dia, dan dia tadi yang egois. Mungkin saya juga pernah melakukan keegoisan yang kurang-lebih sama.

Pernah saya (dan semua penumpang) membiarkan seorang nenek berdiri di kopaja. Waktu itu saya memang kurang sehat. Ini bukan ngeles. Dalam hati saya berkata: Maaf ya, Nek. Bukannya saya egois, tapi tekanan darah saya sedang turun jadi saya nggak kuat berdiri lama-lama. Untungnya nenek itu tidak jauh tujuannya, beberapa menit segera turun.

Saya juga pernah duduk di kopaja dan tidak mau geser. Kenapa? Karena tempat duduk di sebelah saya basah bekas hujan. Si Nona manja yang baru naik tidak mau masuk untuk duduk dan saya juga tidak mau pindah ke sebelah. Si kenek mengomel dan saya balas: Saya sudah naik dari terminal dan duduk di sini duluan, kenapa harus saya yang pindah? Dan itu kursinya basah! (Kenek yang malang, ibu-ibu loe lawan berdebat, hahaha). Si kenek pun diam dan melap kursi tapi si Nona manja yang terlanjur mengambek tidak mau duduk lagi. Silakan berdiri sendiri di belakang, Non! Biar tinggi sendiri. Atau jadi model pendamping pengamen (ini ucapan teman saya ketika saya ceritakan kisah ini).

Lalu ketika malamnya saya bercerita pada suami, dan karena tahu anak-anak menguping, saya sengaja berkata: Dunia luar sana itu keras! (Anak sulung saya langsung menyahut: Ih, mama lebay!)

Pernah juga saya naik kopaja (lama-lama kopaja jadi favorit gue deh ini, hahaha) yang ternyata lagi dicharter oleh guru-guru madrasah yang akan training di Senayan. Mereka kaget pas saya naik. Lalu mereka bilang: Ini kopaja lagi nggak narik.

Pikir saya: Lha kok berhenti pas saya setop? Ternyata berhenti karena ada mobil berhenti di depannya. Hahaha. Dengan malu saya nyaris turun. Tapi tiba-tiba saja ide itu muncul. Mungkin karena saya kepepet takut terlambat (Ide memang sering muncul dalam keadaan kepepet). Saya tanya, mereka lewat mana, boleh ikut nggak? Ternyata searah kantor saya dan mereka langsung menerima saya ikut. Tempat duduk memang hanya sekitar separuh saja yang terisi. Berhati mulia sekali sekali, pikir saya. Saya jadi penumpang gratis. Ibu-ibu guru itu mengajak saya mengobrol, ada yang mengajak saya bercanda, ada juga bu guru yang ngegodain seorang pak guru yang mendadak pindah tempat duduk (katanya biar dekat saya, hahaha). Mereka bahkan mengajak saya ikut berfoto wefie.

Betapa beruntung saya, kali ini bertemu orang-orang yang sama sekali tidak egois. Keneknya pun tidak mau terima ketika saya mau turun saya coba selipkan selembar uang. Semua guru itu langsung berteriak: Jangan diterima. Full service gratis ini, Mbak!

Ini salah satu contoh kisah toleransi khas orang Indonesia yang legendaris itu, yang sama sekali jauh dari keegoisan. Guru memang luar biasa, jasamu memang tiada tara!

Kembali ke masalah egois-egoisan tadi. Mungkin memang masih baru sampai di situ progres kita. Kita memang masih dalam proses perubahan. Semoga semakin cepat perubahan ini, dan semakin baik. Kebalikan dari lagu Kemesraan, keegoisan ini semoga cepat berlalu. 🙂

-*-

Foto: Pixabay

Kamu Garam atau Vetsin?

Seorang kenalan yang bekerja di bagian HRD, pernah membuat istilah sendiri untuk mengklasifikasi dua jenis karyawan di perusahaannya. Satu, garam. Satu lagi,vetsin. Apa maksudnya?

Kita akan bahas setelah yang ini.

Apakah panggilan hidup anda? Menjadi pebisnis, politikus, pengacara, atau pemusik? Atau lainnya. Sesungguhnya, panggilan hidup kita ditentukan oleh jati diri kita.

Sebagai orang Kristen, jati diri kita adalah gereja.  Kata Gereja mengacu pada istilah Yunani: ekklesia yang berarti orang-orang yang dikumpulkan/dipisahkan oleh panggilan Allah. Dalam keberadaannya di dunia, gereja memiliki dwi kewargaan (jati diri ganda) yaitu:

  1. Warga Kerajaan Allah: Gereja adalah suatu umat yang kudus yang dipanggil dari dunia untuk menjadi milik Allah.
  2. Warga dunia: Gereja adalah umat yang diutus ke dalam dunia untuk bersaksi dan melayani.

Bonhoeffer menyebut hal ini dengan istilah panggilan hidup ‘keduniawian yang saleh’. Orang Kristen harus bisa hidup di dunia ini dengan cara surgawi.

Sejarah gereja mencatat bahwa gereja kesulitan dalam mempertahankan jati diri gandanya tersebut. Kadang-kadang akibat keinginan yang sejati untuk menitikberatkan kekudusannya, gereja undur dari dunia di satu sisi ekstrim (ada yang menyebutnya fanatik atau terlalu rohani). Tetapi di sisi ekstrim yang lain, dalam menonjolkan keduniawiannya, gereja secara keliru menyesuaikan diri dalam tolak ukur dan nilai-nilai yang dianut dunia (ada yang memberinya istilah: terlalu duniawi).

Tanpa memelihara ke dua sisi dari jati diri gereja, gereja (baca: kita) tak kunjung dapat terlibat dalam misi. Misi muncul dari ajaran alkitabiah tentang keberadaan gereja dalam masyarakat.

Yesus sendiri yang mengajarkan kebenaran ini dalam metafora yang terkenal yaitu Garam Dunia dan Terang Dunia (Matius 5:13-16)

John Stott, seorang teolog Inggris menyimpulkan empat hal yang terkandung dalam metafora ini, yaitu :

  1. Orang Kristen berbeda secara asasi dari non Kristen.

Dunia ini gelap, demikianlah dinyatakan Yesus secara tidak langsung, tapi kamulah yang harus menjadi terangnya. Dunia sedang membusuk, tapi kamulah yang menjadi garamnya dan melindunginya dari kebusukan.

  1. Orang Kristen harus masuk ke dalam masyarakat non Kristen.

Kendati orang Kristen berbeda secara moral dan spiritual, tetapi secara sosial mereka sekali-kali tidak boleh memisahkan diri dari masyarakat sekitarnya. Sebaliknya terang harus menyinari kegelapan itu dan garam harus meresap kedalam daging yang sedang membusuk itu.

  1. Orang Kristen dapat memengaruhi masyarakat non Kristen.

Sebelum penemuan lemari pendingin, garam adalah bahan pengawet yang paling dikenal oleh masyarakat. Pembusukan daging dan ikan dapat diperlambat dengan merendamnya pada air garam. Terang lebih mencolok lagi, jika lampu dinyalakan maka kondisi gelap berubah menjadi terang. Demikian juga orang Kristen mempengaruhi masyarakat dengan mencegah pembusukan dan kegelapan, dan menjadi terang dalam masyarakat sekitarnya.

  1. Orang Kristen harus mempertahankan keunikan Kristiani mereka.

Jika garam tidak mempertahankan keasinannya (menjadi tawar), maka garam itu menjadi tidak ada gunanya. (Roma 12:2)

Kembalipada klasifikasi teman HRD tadi.

Yang dia sebut Garam itu adalah karyawan yang original, tulus hati, bekerja dengan integritas, dan sumbangsihnya nyata bagi perusahaan.

Yang disebutnya Vetsin adalah mereka yang terlihat ramah, manis dan pintar berbasa-basi, pintar mengambil hati orang, tapi kinerjanya minus. Biasanya mereka adalah penjilat. Manis di luar, busuk di dalam, dan potensial berbahaya bagi perusahaan.

Tahukah anda, manfaat garam sungguh banyak, baik dalam bidang kesehatan, kecantikan, industri, keamanan dan pertanian. Tanpa garam tentu kita tidak akan bisa bertahan hidup. Sebagai contoh, fungsi garam antara lain, memperkuat sistem kekebalan tubuh, membantu menurunkan kadar kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, serta dapat membantu mengatur detak jantung agar lebih teratur, mengontrol gula darah dan meningkatkan sensitivitas insulin yang membantu mempertahankan kadar gula yang tepat dalam tubuh, dan membantu menjaga kekuatan tulang.

Dalam bidang keamanan, di negara-negara yang memiliki empat musim, garam  digunakan untuk pemeliharaan jalan dengan tujuan untuk menjaga mobil, truk, dan bus sekolah sehingga aman di jalan ketika musim dingin bersalju.

Bagaimana dengan vetsin? Vetsin atau istilah lainnya Monosodium Glutamate (MSG) masih sering digunakan sebagai bahan penyedap masakan. Di balik rasa gurih yang ditimbulkan oleh vetsin, ada banyak penyakit mengintai. Contoh efek samping dalam jangka panjang, bisa menjadi penyebab jantung tidak sehat, kanker (MSG dibuat dalam proses pemanasan pada suhu tinggi dan waktu lama sehingga dapat membentuk pirolisis yang bersifat karsinogenik, senyawa berbahaya yang dapat memicu kanker), dan kerusakan sistem syaraf. Konsumsi penyedap rasa dalam jangka panjang terhadap sistem syaraf seperti depresi, migrain, insomnia, juga disorientasi.

Sekarang kembali pada kita, untuk direnungkan. Apakah jati diri anda? Apakah panggilan hidup anda?

Apakah anda adalah garam atau vetsin bagi lingkungan anda?

-*-

 

Martua H. Sianipar

Penulis adalah Alumni UI dan UPH/Karyawan swasta/Majelis HKBP Cinere

 

Daftar Pustaka :

  1. John Stott (GMA Nainggolan), Isu-isu global menantang kepemimpinan Kristen, YKBK,  2000
  2. John Stott (GMA Nainggolan), Khotbah di Bukit, YKBK, 2008
  3. Bruce Milne (Connie Item-Corputty), Mengenali kebenaran, BPK, 1993
  4. Donald Guthrie (Lisda T Gamadhi), Theologi Perjanjian Baru 3, BPK, 1993
  5. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, YKBK, 1998
  6. http://manfaat.co.id/39-manfaat-garam-dalam-berbagai-bidang
  7. http://tradisioanal-obat.blogspot.co.id/2015/05/efek-bahaya-msg-bagi-kesehatan.html

Foto: Pixabay

Tips Berselancar di Dunia Maya dengan Aman dan Nyaman

Penggunaan Internet di Indonesia pada masa kini memang luar biasa masif. Tapi bagaimana caranya supaya kita bisa aman dan nyaman di dunia maya? Berikut tips-tipsnya.

***

Penggunaan Internet di Indonesia pada masa kini memang luar biasa masif. Internetlivestats.com mencatat, pengguna Internet di Indonesia saat ini sudah mencapai 53 juta lebih, atau 20,4 persen dari total populasi 260 juta lebih.

Dibandingkan dengan dunia, pengguna Internet di Indonesia adalah 1,6 persen dari total 3,42 miliar pengguna Internet dunia. Perlu dicatat, berbagai riset meramalkan bahwa angka-angka itu masih akan terus bertambah.

Untuk apa saja Internet digunakan di Indonesia? Bermacam-macam. Mulai dari browsing informasi di dunia maya, media sosial, belanja online, dan sebagainya. Mulai dari hal-hal yang positif, sampai untuk melakukan kejahatan.

Melihat luasnya jangkauan dunia maya, kita perlu menggunakan Internet dengan bijak. Demi kebaikan diri sendiri dan tentunya orang lain. Perilaku baik ini juga perlu disebarluaskan, supaya lebih banyak lagi orang yang menggunakan Internet untuk kebaikan, bukan kejahatan.

Ada beberapa tips untuk berperilaku bijak saat kita beraktivitas di dunia maya:

Supaya Kita Aman

1. Hati-hati di tempat publik. Kita sering harus menginput data pribadi saat melakukan transaksi elektronik di dunia maya, baik itu yang berhubungan dengan masalah keuangan atau lainnya. Jangan lakukan hal semacam ini di komputer publik, misalnya di warnet atau perpustakaan umum. Saat ini ada banyak serangan kriminalitas di Internet, seperti phishing (situs palsu), spyware, dan virus atau malware. Sekarang kejahatan itu tujuannya bukan lagi untuk merusak komputer tapi untuk mencuri informasi penting kita, seperti password transaksi keuangan, dan sebagainya.

2. Waspadalah pada permintaan input data pribadi apalagi informasi keuangan, seperti nomor kartu kredit, informasi akun bank, dan sebagainya. Jangan share data ini di situs yang tak menyediakan fasilitas pengamanan transaksi. Bagaimana mengetahui fasilitas ini? Pertama, ada ikon gembok di sebelah alamat URL website itu. Kedua, alamat web itu akan berubah dari “http” ke “https” saat muncul permintaan pengisian data.

3. Berhati-hatilah membuka email dari sumber yang tak jelas, meski subject-nya ‘menggoda’. Bila perlu, tak usah dibuka, langsung buang saja ke kotak sampah. Fasilitas email provider saat ini sudah menyertakan fitur spam filter, manfaatkan itu dengan baik. Tak ada salahnya mengecek kotak spam, siapa tahu ada email penting yang nyasar ke sana, sebab itu mungkin saja. Tapi email-email aneh di kotak spam itu sebaiknya jangan diutak-atik. Secara periodik engine email akan menghapus isi kotak spam itu.

4. Aktifkan dan perbarui selalu software antivirus atau firewall di sistem komputer. Ini adalah sistem pertahanan untuk melindungi komputer atau perangkat mobile kita dari serangan program jahat (malware) dan sebagainya.

Supaya Kita Nyaman

1. Batasi waktu mengakses Internet. Misalnya, dua jam saja per hari. Jangan terlalu lama berselancar di dunia maya lalu kehilangan waktu-waktu berkualitas dengan keluarga. Kecuali saat kita di kantor atau memang bekerja dengan mengandalkan koneksi Internet. Di rumah, jangan berlebihan.

2. Tetapkan tujuan mau ngapain di dunia maya. Dengan adanya tujuan dan patuh pada tujuan, kita enggak akan ‘nyasar’. Apalagi sampai nyasar ke web-web yang tak pantas seperti situs pornografi dan sebagainya.

3. Manfaatkan media sosial untuk memposting hal-hal yang bermanfaat dan membangun orang lain, bukan menyebarkan pesan kebencian atau informasi palsu (hoax). Think before posting ya!

4. Manfaatkan Internet untuk kreativitas. Saat ini ada banyak platform yang bagus untuk membuat kita kreatif. Jadilah blogger dengan menulis atau memposting foto tentang segala sesuatu yang jadi passion kita. Kalau trafik tinggi, kita bisa meraih pendapatan tambahan dari sana. Atau bikinlah video-video yang menarik dan unggah ke YouTube. Kalau banyak yang menonton, kita juga bisa mendapatkan duit tambahan atau malah jadi selebriti. Intinya, manfaatkan Internet untuk hal-hal yang produktif dan menghasilkan.

5. Selain untuk mencari informasi, kita bisa jadikan Internet untuk menciptakan atau menyebarkan informasi. Saat ini ada banyak platform citizen journalism atau platform community sharing seperti Petra Online, tempat berbagi berita, cerita, informasi, atau apapun yang berguna bagi orang lain.

Selamat berselancar di Internet dengan aman dan nyaman ya!

DEDDY SINAGA

Foto: Janeb13/Pixabay

“Dusta di Antara Kita”

“Siapa yang kentut?”

Begitu saya spontan bertanya. Kasus: bau tak sedap. TKP: di dalam mobil. Tersangka: hanya empat orang, yaitu Si Papa, si Kakak, si Adik, dan saya.

“Aku!” jawab si Adik cepat.

Tidak seperti kasus kopi sianida yang bertele-tele, kasus kami ini langsung tuntas tanpa proses hukum.
Seketika mobil kami penuh tawa. Si Kakak lalu mengejek si Adik. Tapi saya memujinya.
“Bagus! Mama bangga akan kejujuran Adik,” puji saya.

Lalu saya pikir, mungkin begitulah hidup ini. Ketika kita mengungkapkan kejujuran, akan ada minimal dua respon. Ada yang menerima dan ada yang mencela. Itulah resikonya.

Padahal, seperti dalam ajaran berbagai agama, kejujuran itu hal yang mutlak. Hukum taurat kesembilan mengatakan: Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu. Entah mengapa, melakukan kejujuran sudah diajari sejak kecil tapi kita sering lupa (?) mengaplikasikannya dalam hidup nyata. Apakah karena terlalu menyakitkan, atau lebih menyulitkan, orang lebih suka mengambil jalan pintas untuk berbohong? Kejujuran memang bukan hal yang mudah. Lebih mudah melakukan kebohongan.

Dalam hal sepele dalam hidup sehari-hari, mungkin tanpa sadar kita adalah pembohong yang produktif dan seringkali kreatif. Kok bisa? Bisa dong. Orang kan suka berbasa-basi, yang biasanya isinya semua ‘kebohongan’ dalam bentuk kreatif. Mau contoh?

‘Masakanmu enak banget, masterchef pun kalah!’

‘Kamu adalah cewek paling cantik di dunia! ‘

‘Loe emang orang paling baik di dunia!‘

Basa-basi boleh saja, asal jangan sampai menjadi kebohongan. Kita bisa memuji orang tapi jangan jadi berlebihan dan bahkan melenceng dari realitas. Ucapan kita jangan jadi pembelokan kenyataan. Tetaplah di dalam rel, fokus pada tujuan kita untuk ucapan itu. Misalnya untuk memuji. Saya pikir, ucapan bercanda lebih baik daripada berbasa-basi, misalnya, daripada berkata: Kumismu lebih menarik daripada aktor Captain America, lebih baik berkata: Saking kumis lo mirip aktor Captain America, gue jadi pengen memelihara kumis juga. Yang penting kan tujuan awal kita adalah memuji (dengan kreatif). Bukan melebih-lebihkan.

Atau, berkata: ‘Kamu terlihat cantik dengan baju merah ini’, lebih baik daripada : Kamu cantik banget kayak Angelina Jolie. (Iya kalau benar mirip Jolie, kalau tidak, bagaimana? Nanti dikira menyindir, kan repot. Hehehe…)

Konon, ada seorang HRD manager di perusahaan tempat saya bekerja dulu, sering memalsukan absensi. Saya pernah masuk list urutan tiga besar karyawan yang paling sering terlambat. Tapi kalau mau jujur, HRD manager itu sama seringnya telat seperti saya, tapi namanya tidak tercantum pada list yang memalukan itu, sebab hal itu bisa ditutupi dengan manis (HRD manager gitu lho, yang pegang absensi.) Tapi toh pada akhirnya dia keluar dari perusahaan dengan tidak hormat. Itu menjadi pelajaran. Kita semua akan menerima upah dari perbuatan masing-masing. Seperti tertulis di kitab suci, apa yang kau tabur akan kau tuai. Orang yang suka berdusta pada akhirnya akan kena batunya sendiri dengan dustanya itu.

Dulu saya ada rekan yang suka karaoke. Kalau mau jujur, suara rekan ini fals, tapi jadinya lucu dan seru, dan kalau ke karaoke ada dia pasti jadi rame. Seorang rekan lain, punya suara bagus sekali. Suatu kali waktu kami karaoke, si suara bagus ini mencela si suara fals dengan jujur. “Suara lo ancur banget sih, X!”
Lalu si X yang memang berwajah bagus, juga menjawab dengan jujur:  “Eh… Mending suara gue ancur daripada loe mukenya yang ancur.” Seketika kami semua tertawa. Ouch! Kejujuran memang terkadang menyakitkan.

Ada sebuah gurauan, tentang pertanyaan paling sulit dijawab dengan jujur, yaitu jika ada wanita yang minta pendapat apakah dirinya gemuk. Dijawab jujur, nanti tersinggung. Dibilang kurus, nanti dikira bohong. Hahahaaa…

Memang tidak mudah hidup dengan kejujuran. Mungkin takkan ada yang bisa melakukannya dengan sempurna. Tapi yang terbaik adalah niat untuk melakukannya, dengan hikmat, pada saat dan tempat yang tepat. Ucapkanlah pada timing yang tepat. Bijaklah, untuk memilah mana yang harus diucapkan, mana yang hanya disimpan saja. Saya sendiri pun masih belajar bijak. Saya menulis artikel ini juga sebagai refleksi untuk diri saya sendiri, sambil mendengarkan lagu milik Broery Marantika, ‘Jangan ada dusta di antara kita’. 🙂

*-*

 

AwKarin-Anya dan Labirin Gelap di Dunia Maya

Saat anak atau orang terdekat diberikan akses ke dunia tanpa batas bernama teknologi digital dan Internet, serta tak diawasi pula, mereka terancam bahaya.

***

Anya Geraldine dan Awkarin. Dua nama ini banyak dipergunjingkan masyarakat. Baik lewat media massa maupun media sosial. Keduanya adalah selebritas media sosial, yang dengan aksinya sehari-hari di dunia maya, telah melahirkan banyak penggemar sekaligus haters.

Masalahnya, aksi mereka telah menimbulkan keresahan sebagian masyarakat. Gaya bergaul yang bebas, cara berpakaian yang dianggap tak sesuai norma ketimuran, membuat resah banyak orang. Anya Geraldine dan Awkarin sampai-sampai dipanggil oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

Terlepas dari masalah dampak sosial dan psikologi yang ditimbulkan perilaku keduanya (Sebetulnya bukan cuma keduanya, kalau punya waktu cobalah telusuri media sosial, banyak yang seperti mereka) di jejaring sosial, sebetulnya fenomena  AwKarin dan Anya cuma riak permukaan saja.

Apa yang bisa ditawarkan dunia maya atau media sosial, jauh lebih mengerikan ketimbang sekadar mengamati gerak-gerik kedua makhluk cantik itu lalu tersesat dalam langgam keduanya.

Masyarakat abai pada dampak yang bisa ditimbulkan media sosial serta Internet, dan abai pula mengajari anak-anaknya untuk bijak menggunakannya. Mereka tak acuh pada perilaku online orang-orang terdekatnya.

Bagi orangtua, perangkat teknologi (termasuk Internet dan media sosial di dalamnya) dijadikan sebagai umpan agar anak tak keasyikan main di luar, atau jangan-jangan agar anak-anak tak mengganggu aktivitas orangtua.

Padahal, saat mereka diberikan akses pada dunia tanpa batas bernama teknologi digital dan Internet serta tak diawasi pula, anak terancam kecemplung ke dalam labirin gelap, panjang berliku, dan menyesatkan.

Apa saja bahaya yang menghadang anak di labirin yang bisa menyesatkan itu? Banyak! Mulai dari contoh negatif ala-ala Awkarin dan Anya, gaya hidup bebas, sampai yang jauh lebih mengerikan seperti jeratan predator seksual dan kejahatan lainnya.

Alih-alih ikut resah dan marah pada fenomena Awkarin dan Anya, ada baiknya orangtua mulai melihat keseharian anak-anaknya. Seberapa banyak mereka menghabiskan waktunya dengan gadget dan Internet. Apakah lebih banyak ketimbang waktu untuk mengobrol dengan orangtua atau saudara lain?

Bagaimana cara menyikapi masalah ini?

Pertama, patuhilah ketentuan penggunaan media sosial. Bacalah term & condition saat sign-up secara teliti, meski itu bisa membosankan karena panjangnya. Contohnya untuk usia pengguna. Jangan karena ingin anak jadi gaul (atau mungkin supaya anak tak mengganggu aktivitas Anda), anda mengizinkan anak memiliki akun media sosial padahal usianya belum cukup. Facebook misalnya, mensyaratkan penggunanya tak berusia di bawah 13 tahun.

Ingat, situs-situs media sosial akan selalu berasumsi bahwa penggunanya sudah cukup umur sehingga konten-konten yang beredar di dalamnya sudah sesuai dengan batas usia penggunanya. Jadi, kalau memang anak masih di bawah umur, ya jangan dibuatkan akun atau diizinkan punya akun media sosial.

Kedua, orangtua wajib mengawasi aktivitas anak-anak di media sosial dengan menjadi teman mereka. Pegang akses untuk masuk ke akun media sosial anak. Software-software antivirus juga sudah punya fitur parenting untuk mengontrol aktivitas anak di Internet. Manfaatkan itu.

Mungkin ada anak yang risih orangtuanya berada di daftar friendlist atau follower-nya. Tapi orangtua harus menjelaskan dengan baik apa maksud di balik itu semua. Yang penting, orangtua berjanji untuk tak banyak mencampuri urusan anak di media sosial, kecuali itu menjurus dan membahayakan keselamatan mereka.

Selebihnya jadilah pengamat yang diam. Anak-anak akan menyadari bahwa aktivitas mereka dilihat oleh orangtua, mereka akan merasa terlindungi kalau ada yang macam-macam di sana.

Ketiga, perbanyak komunikasi langsung dengan anak dalam berbagai kesempatan. Bikinlah quality time yang banyak dengan mereka. Apakah waktu-waktu sarapan sebelum berangkat sekolah? Atau saat makan malam? Atau pada saat kalian beraktivitas bersama di akhir pekan.

Keempat, tunjukkan! Kalau meminta anak tak sibuk dengan gadget atau media sosial, orangtua juga harus segendang sepenarian. Jangan malah asyik mantengin hape atau laptop ketika bersama anak-anak.

Kelima, jadilah teladan dalam perbuatan baik. Saya percaya, ketika hidup kita memancarkan kebaikan dan terang Kristus secara nyata dalam aktivitas sehari-sehari, khususnya di depan anak-anak kita sendiri, mereka akan baik-baik saja.

Buruanlah, jangan sampai terlambat ya.

 

DEDDY SINAGA

Foto: Pixabay/twinquinn84