Pernahkah Anda mengalami krisis rohani? Itu adalah saat di mana kita jauh dari Tuhan, semangat pelayanan kita tidak lagi berkobar, bahkan mungkin ada yang sampai mempertanyakan, buat apa saya melayani Tuhan? Benarkah saya dipanggil jadi Hamba Tuhan?
Ada banyak penyebab kita jatuh ke dalam krisis rohani. Mungkin karena relasi kita yang kurang baik di ladang pelayanan, mungkin hati kita tersakiti entah oleh jemaat atau hamba Tuhan, kita jatuh dalam dosa, jalan hidup yang kita pilih ditentang oleh orang-orang terdekat, mungkin pasangan kita, atau orang tua kita. Lantas, ketika berada dalam situasi seperti itu, apa solusinya?
Saya ingin mengajak kita merenungkan hal ini dengan belajar dari Nabi Elia di perikop 1 Raj. 19:1-8. Pasal 19 ini merupakan kelanjutan dari pasal sebelumnya. Pasal yang menggambarkan ada begitu banyak yang dilakukan Elia:
- Dia menentang dan mengalahkan 450 nabi Baal
- Dia berdoa agar hujan turun untuk mengakhiri kekeringan.
- Dia berlari mendahului Ahab ke Yizreel.
Pada pasal 19 kita melihat Elia yang “berbeda”. Apakah Izebel lebih hebat dari nabi-nabi Baal? Mengapa Elia sangat takut? Ketakutan Elia terlihat sangat tidak masuk akal. Di ayat 2 diceritakan bagaimana Izebel kemudian menyuruh suruhannya, untuk mengancam Elia. Dan dampaknya sungguh mengherankan, Elia yang sebelumnya tampil luar justru ketakutan bukan main dan ia “bangkit dan pergi menyelamatkan nyawanya”. Dia pergi sampai jauh ke padang gurun berjalan seharian, lalu duduk di bawah pohon arar dan mengeluh dan ingin mati. “Ya Tuhan ambillah nyawaku sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku.” (ay 4)
Yang kita lihat saat ini adalah contoh kasus krisis rohani yang hebat, yang bahkan bisa menimpa seorang tokoh besar dalam Alkitab. Mengapa?
Kita tidak tahu ada berapa lama waktu sejak Izebel mengeluarkan Ancamannya sampai ketika Elia mengalami krisis yang hebat itu. Tapi satu hal yang berbeda adalah, tidak ada firman Allah yang datang kepadanya atau kuasa Allah hadir, seperti yang bisa kita lihat di 1 Raj. 17:2,8, 18:1,36-37, 46. Ada kemungkinan bahwa persekutuan Elia dan Tuhan sedang renggang-renggangnya. Sehingga ketika ancaman itu datang, focus Elia bukan pada TUhan tapi pada ancaman itu sendiri. Akibatnya, ketakutanlah yang datang.
Kalau Elia saja bisa mengalami krisis seperti itu, tentu kita juga bisa. Sebab Elia dan kita sebetulnya tak jauh berbeda. Sama-sama manusia. Seperti kata Yakobus di Yak. 5: 17: “Elia adalah manusia biasa sama seperti kita”.
Saya pernah berada dalam krisis rohani yang luar biasa. Mungkin di antara kita juga pernah punya pengalaman yang sama. Lantas bagaimana cara Elia keluar dari masalah itu? Kita bisa belajar setidaknya tiga hal dari Elia:
1. Berhenti berlari dan datang kepada Tuhan
Di ayat 4 disebutkan bahwa Elia kemudian berhenti dari pelariannya lalu duduk di bawah pohon arar. Di situ dia bicara kepada Tuhan. Ucapannya memang berisi keluhan. Tapi setidaknya berbeda ketika sebelumnya dia hanya berlari dan berlari, menganggap bahwa pergi jauh akan menyelesaikan persoalan.
Dalam krisis rohani kita, kita tidak boleh terus lari. Pelarian tidak akan menyelesaikan apa-apa. Kita perlu berhenti dan datang kepada Tuhan. Mungkin isi doa kita pada awalnya haya keluhan-keluhan, tapi percayalah itu lebih baik daripada kita hanya berlari dan berlari, meninggalkan gereja, meninggalkan pelayanan.
2. Fase Pemulihan
Di dalam kelelahannya dan keputusasaannya, Elia kemudian tertidur. Apa artinya tidur? Tidur adalah fase pemulihan. Ketika kita kelelahan, tidur adalah penawar yang luar biasa efektif. Pada fase tidur, denyut jantung dan pernafasan kita melambat. Pada fase tidur tubuh mulai perbaikan dan pertumbuhan jaringan kembali, kekuatan otot dan tulang dibangun kembali dengan meningkatnya pasokan darah ke otot, dan system imun atau kekebalan tubuh kita semakin diperkuat. Energi pun dipulihkan.
Apa artinya tidur dalam masa krisis ini? Ini adalah fase pemulihan kita. Kita awali dengan membereskan segala masalah. Ada banyak caranya, mulai dari memperbaiki relasi kita dengan Tuhan, kemudian mendatangi orang yang bermasalah dengan kita dan mengampuni dia, sampai mungkin kita perlu melakukan konseling bagi diri kita sendiri. Ketika diri kita sendiri sudah pulih, maka kita akan masuk kepada fase terakhir, yaitu hadirnya kekuatan baru.
3.Kekuatan Baru
Dalam kisah Elia kita mendapati bahwa Malaikat Tuhan sendiri datang dan memberikan makanan kepadanya sehingga Elia kemudian mendapatkan kekuatan baru bagi tubuhnya. Kekuatan yang memungkinkan dia berjalan 40 hari 40 malam ke Gunung Horeb, ke Gunung Allah, di mana Allah kemudian menyatakan diriNya kepada Elia. Luar biasa bukan?
Ketika segala sesuatu sudah dibereskan, relasi dengan Allah juga kembali pulih, maka kita akan mendapatkan kekuatan baru, semangat baru, dalam pelayanan kita. Bahkan mungkin kita akan mendapati sesuatu yang luar biasa terjadi dalam pelayanan kita. Amin?
Buat saya, krisis kadang-kadang perlu untuk meluruskan kembali motivasi dan pelayanan kita. Tapi memang tak semua orang mendapat hak istimewa untuk mengalami sampai sejauh Elia, yang bahkan ingin mati saja. Kalau kita menjadi salah satu di antaranya, mari kita belajar dari kisah Elia.
Semoga pada Natal tahun ini, kita mengalami pemulihan Tuhan. Amin.