Akhir-akhir ini kasus bunuh diri sepertinya sedang marak. Malah, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, sedang ramai orang yang mengakhiri hidupnya lalu menyiarkannya ke seluruh dunia melalui media sosial. Gile bin konyol.
Bunuh diri biasanya berkaitan dengan masalah tekanan psikis atau depresi. Akal sehat jelas tak bisa menerima tindakan bunuh diri, apapun alasannya. Tapi depresi biasanya membuat akal sehat entah ke mana.
Bagaimana bunuh diri dalam sudut pandang kekristenan dan Alkitab? Setidaknya ada tujuh orang yang disebut membunuh dirinya, seperti disebut dalam Alkitab.
Mereka adalah Simson (Hak 16:26-31), Abimelek (Hak 9:54), Saul (1 Samuel 31:4), pembawa senjata Saul (1 Samuel 31:4-6), Ahitofel (2 Samuel 17: 23), Zimri (1 Raja-Raja 16:18), dan Yudas (Matius 27:5). Berikut ini kisah mereka:
Abimelek
Abimelek adalah putra Gideon dari gundiknya di Sikhem. Selama beberapa waktu dia menjadi raja kota di Sikhem dan tercatat berbuat kejahatan dengan membunuh 70 saudara tirinya. Tapi dia mati saat hendak memperluas kekuasaannya ke Tebes. Seorang perempuan menimpakan batu ke kepala Abimelek sampai pecah. Agar tak malu karena dibunuh perempuan, Abimelek meminta bujang pembawa senjatanya untuk menikamnya sampai mati.
Simson
Setelah kekuatannya pulih, Simson membalas dendam pada orang-orang Filistin. Dia merubuhkan kuil tempatnya ditawan, sehingga ia juga ikut tewas. Tapi para ahli memperdebatkan apakah kematian Simson termasuk bunuh diri atau bukan. Sebab, dia punya tujuan dengan kematiannya, yaitu menumpas orang-orang Filistin yang telah memperdayanya.
Saul
Raja pertama Israel ini terjepit setelah pertempuran sengit di pegunungan Gilboa. Orang Filistin terus mengejar bangsa Israel dan bahkan membunuh anak-anak Saul: Yonatan, Abinadab, dan Malkisua. Saul kepergok pemanah dan dilukai sampai parah. Kalah dalam pertempuran, kehilangan seluruh anggota keluarga sangat memberatkan jiwa Saul. Dia pun meminta pembawa senjata pribadinya untuk membunuhnya. Tapi si pembawa senjata segan, sehingga Saul sendiri yang menjatuhkan dirinya ke pedang lalu tewas.
Pembawa pedang Saul
Demi melihat junjungannya tewas, pembawa pedang ini pun menjatuhkan dirinya ke atas pedangnya sendiri. Dia pun tewas. Tak ada lagi cerita mengenai sosok ini sehingga tak jelas alasannya ikut bunuh diri.
Ahitofel
Sosok ini adalah seorang penasihat Raja Daud yang disegani, berasal dari Gilo dan merupakan kakek dari Betsyeba. Tapi dalam revolusi Absalom melawan Daud, Ahitofel bersekongkol dengan putra Daud itu. Daud pun berdoa supaya nasihat Ahitofel tak berguna. Ahitofel pernah mengusulkan supaya Absalom memamerkan kekuasaan dengan mengambil semua gundik ayahnya. Dia juga mengusulkan agar menyerang Daud sebelum dia menghimpun pasukan. Tapi nasihat terakhir ini digagalkan oleh sahabat Daud, Husai. Karena nasihatnya ditolak, Ahitofel pulang ke kotanya dan gantung diri.
Zimri
Dia adalah raja kelima di kerajaan utara dan hanya memerintah selama tujuh hari. Semula dia adalah panglima pasukan kereta kerajaan Israel yang saat itu dipimpin oleh Raja Ela, anak Baesa. Dia mengadakan kudeta dan membunuh raja serta keluarganya. Tapi rakyat menolaknya dan menobatkan Omri sebagai raja. Mereka pun mengepung Zimri di Tirza. Ketakutan dan putus asa menjelang kejatuhannya, Zimri membakar istana dan ikut mati di dalamnya.
Yudas
Salah seorang dari 12 murid Yesus Kristus ini dilanda penyesalan amat sangat karena telah mengkhianati Yesus dengan imbalan uang 30 perak. Karena perbuatannya, gurunya kemudian ditangkap dan dihukum mati. Yudas melemparkan uang itu ke Bait Suci lalu pergi untuk gantung diri.
***
Kita melihat, alasan para tokoh ini bunuh diri umumnya karena kejahatannya, atau mereka dilanda penyesalan yang amat dalam dan rasa bersalah, rasa malu luar biasa, serta putus asa yang hebat.
Tapi tindakan bunuh diri, yakni sebuah tindakan yang dipilih sendiri oleh si pelaku dan dimaksudkan untuk mengakhiri hidup, adalah perbuatan yang salah dan tak seharusnya dilakukan orang Kristen.
Dalam sejarah gereja, ada perdebatan apakah bunuh diri termasuk dosa yang sangat besar dan tak terampuni atau tidak sama sekali. Dan pertanyaan yang jadi perdebatan adalah, apakah orang bunuh diri masuk surga?
Saya tak punya kapasitas untuk mengulik perdebatan itu. Tapi menurut pendapat saya pribadi, membunuh diri sama terlarangnya dengan melakukan pembunuhan, seperti pada hukum Taurat. Sebab ada unsur kesengajaan untuk menghilangkan nyawa, meski itu adalah nyawanya sendiri.
Membunuh diri sendiri juga sama artinya tak menghargai hidup kita sebagai maha karya Tuhan, yang diciptakan menurut rupaNya sendiri dan diberikan nafas kehidupan olehNya. Jelas, Tuhan ingin kita hidup. Saat kita memilih mati, sudah pasti, perbuatan ini tak disukai Tuhan.
Ini semacam pemberontakan pada Tuhan, yang telah mengaruniakan kehidupan pada kita. Bukankah masa hidup kita ini sebetulnya Tuhan yang tentukan? Seperti dikatakan di Mazmur 31:15 “Masa hidupku ada dalam tangan-Mu..”
Agar bunuh diri ini tak sampai terjadi pada orang-orang terdekat kita, atau orang yang kita kenal, kita perlu memasang mata dan telinga. Jangan abai terhadap seseorang yang mungkin sedang mengalami tekanan hidup yang hebat, diliputi rasa bersalah, atau sedang berputus asa luar biasa.
Pedulilah dengan menyediakan telinga untuk mendengar curahan hati mereka. Tapi jangan menghakimi.
Pada Kisah Para Rasul 16, ketika gempa bumi yang hebat membuat belenggu dan pintu penjara yang dihuni rasul Paulus dan Silas terbuka, kepala penjara stres bukan main, ketakutan, dan hendak bunuh diri. Paulus tak tinggal diam dan berseru mencegah perbuatan itu.
“Bagaimana supaya aku selamat?” ujar si kepala penjara. Itulah kesempatan Paulus bercerita tentang keselamatan dan Injil Yesus Kristus. Puji Tuhan, dari tadinya ingin bunuh diri, si kepala penjara dan seisi rumahnya malah menerima Tuhan Yesus sebagai juruselamat mereka.
Kalau kamu termasuk yang berada dalam tekanan hebat dan depresi, bahkan mungkin sempat berpikir hendak bunuh diri, urungkanlah niatmu. Berserulah pada Tuhan, seperti pesan Rasul Paulus di Roma 10:13. “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan.”
Allah peduli pada kita, sehingga Dia mengaruniakan AnakNya yang Tunggal sebagai jalan keselamatan kita. Yesus peduli pada kita, sehingga Dia rela menanggung dosa-dosa kita sampai Dia mati di kayu salib. Masakan kita tak peduli pada diri sendiri yang sudah dihargai begitu rupa?
Ilustrasi Foto: Johnhain/Pixabay