Saya suka makan buah. Tapi saya selalu kesulitan memilih buah yang baik, yang sesuai dengan yang saya harapkan, tanpa mencicipinya. Makanya, biasanya saya menyerahkan urusan memilih ini pada si abang tukang buah.
Teknik mereka dalam menentukan kualitas buah itu memang unik. Sampai sekarang saya masih belum bisa memahami rahasianya.
Si abang penjual semangka biasanya memilih dengan menepuk-nepuk buah itu. Begitu juga si abang penjual buah durian. Biasanya dengan goloknya, bukan tangan seperti penjual semangka.
Dari bunyi yang keluar, si abang penjual semangka dan durian akan dengan yakin bilang yang ini enak, yang ini belum terlalu matang, dan sebagainya.
Ternyata sampai di rumah, kadang klaim si abang salah, kadang juga benar. Tapi ya sudah. Kalau si abang salah, saya paling menggerutu sendiri. Namanya juga menggantungkan kepercayaan pada penilaian si abang, bukan?
Terlepas dari teknik ‘ajaib’ itu, saya sepakat bahwa buah yang baik itu dihasilkan oleh pohon yang baik. Itu hukumnya, seperti yang disampaikan Tuhan Yesus pada kotbah di bukit.
Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. (Matius 7: 17-18)
Hari-hari ini banyak sekali orang yang kualitasnya seperti buah yang tidak baik. Tampilannya mungkin cantik, saleh, menarik, tapi perbuatannya bertolak belakang dengan citranya.
Mereka itu golongan yang pintar bicara saja. Mereka itu OMDO, omong doang. Mereka ada di mana-mana. Bahkan di ruang-ruang ibadah. Yesus meminta kita untuk tak terpesona pada nabi-nabi palsu, yang menyamar jadi domba padahal mereka serigala yang buas.
“Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka,” kata Yesus.
Buahnya adalah perbuatannya. Bisa jadi mereka itu lebih banyak berseru “Tuhan..Tuhan” ketimbang kita. Mereka bahkan bisa bernubuat, melakukan mujizat, mengusir setan, dan sebagainya. Tapi mereka tidak melakukan kehendak Tuhan.
Perhatikan kuncinya. “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Matius 7:21).
Saya selalu khawatir tumbuh menjadi pribadi yang seperti itu. Maka saya lebih suka berdiam diri daripada banyak bicara. Itu pun belum cukup. Saya harus selalu waspada dan berusaha melakukan kehendak Tuhan dalam kehidupan.
Kalau terjatuh, bangkit lagi, terjatuh, bangkit lagi.
Sebab cukup mudah untuk menguji, apakah kita ini betulan melakukan kehendak Tuhan atau hanya polesan semata. Ketika ada badai, ketika ada guncangan hidup, apakah kita akan bertahan seperti rumah yang dibangun di atas karang. Atau kita akan hancur lebur seperti rumah yang dibangun di atas pasir.
Percayalah, upaya kita tidak sia-sia, asal dilakukan dengan sungguh-sungguh. Sebab Tuhan bukanlah si abang tukang durian, yang bisa salah dalam menilai.
Diambil dari tulisan sendiri di: http://bangdeds.com/2017/01/19/omdo/