Doa Ibu yang Mengubah Dunia

Sering, lagu ini saya dengar di acara pemberkatan nikah, yaitu pas prosesi ketika pengantin akan sungkem kepada orangtua. Dan bagian ini selalu menjadi bagian yang mengharukan dan bisa bikin airmata menitik.

Di waktu ku masih kecil gembira dan senang
Tiada duka kukenal tak kunjung mengerang
Disore hari nan sepi ibuku bertelut
Sujud berdoa ku dengar namaku disebut
Di doa ibuku namaku disebut
Di doa ibuku kudengar ada namaku disebut

Sebenarnya ini bukan lagu pernikahan, cuma memang liriknya bisa pas untuk mengenang masa lalu yang akan kita tinggalkan, masa bersama ibu dan masa kecil kita (oh ya, sebenarnya kasihan juga si bapak ya, karena nggak ada disebut di lirik lagu ini, hehehe).

Sering ini kukenang di masa yang berat
Di kala hidup mendesak dan nyaris kutersesat
Melintas gambar ibuku, sewaktu bertelut
Kembali sayup kudengar namaku disebut
Di sore hari nan sepi ibuku bertelut
Sujud berdoa ku dengar namaku disebut
Di doa ibuku, namaku disebut
Di doa ibuku dengar ada namaku disebut
Ada namaku disebut.

Apa yang unik pada lagu ini bagi saya pribadi adalah, lagu ini rasanya Mama saya banget! Ibu saya memang seorang ibu yang rajin berdoa. Sungguh! Belum pernah saya menemukan ibu teman lain sebanyak (rajin) berdoa seperti mama saya ini. Bagi saya, doa adalah lambang kedekatan seseorang dengan Tuhannya, dan itu adalah teladan yang luar biasa dan langka sekaligus tidak mudah! (So, thank God I have you, Mom. You show me the real God. You’re an extraordinary mother!)

Lalu, entahlah apakah hanya terjadi pada saya, tapi tahu ngggak sih, sejak jadi ibu, saya merasa kok makin gampang terharu ya? Serius!

Pernah sekali waktu, anak-anak sekolah minggu di gereja saya, (yang setiap tahun, di gereja pada hari minggunya, merayakan hari Ibu), setelah paduan suara anak-anak sekolah minggu ini menyanyikan lagu “Di doa ibuku namaku disebut”, mereka akan turun dari podium menuju ke tempat duduk jemaat untuk mencari ibu masing-masing, untuk memberikan setangkai bunga.

Itulah saat pertama kali saya dengan noraknya nggak bisa menahan airmata.
“Selamat hari Ibu, Mama sayang! Aku sayang Mama,” kata anak saya, pula.

Beeuuuhhhh… ! Nggak nahan! Duh, sambil menerima bunga dan cium peluk dari anak saya yang waktu itu masih umur 3 tahun, saya nggak bisa menahan linangan airmata, di antara ibu-ibu lain yang duduk sebangku di gereja. Rasanya, no matter how hard I tried not to let my tears out, I just couldn’t help it.

Aduhhh, malu banget deh saya kesannya cengeng gitu, lalu saya buru-buru mengeluarkan tisu sambil menghapus mata yang jebol, baju saya pun sudah sampai basah ketumpahan airmata saya sendiri. Nggak berani lagi menoleh ke kanan ke kiri. Astaga, kata hati saya, inilah rasanya jadi seorang ibu! Terharu biru! Astaganaga, hahaha… Itu pertama kalinya di depan umum saya dapat bunga dan ucapan sayang dari anak saya! Sungguh mengharukan!

Mungkin itulah bagian termanis menjadi seorang Ibu.

Lalu, bagian tersulit adalah, seperti kutipan saat teduh Renungan Harian, tanggal 22 Desember 2009, yang masih saya simpan sampai sekarang:

“Bertumbuhnya seorang pribadi selalu ditopang oleh kehadiran dan dukungan seorang ibu, atau seorang lain yang berperan sebagai ibu baginya. Bagaimana berkata-kata, mengampuni sesama, berbagi serta menunjukkan kasih, juga memercayai Tuhan, kebanyakan dipelajari orang dari ibu. Maka, kiranya perhatian ibu bukan mengatur urusan rumah jasmani saja. Yang jauh lebih penting adalah menata fondasi hidup seorang anak, yang kelak bisa mengubah dunia dengan cara yang menyenangkan Allah.”

Betapa beratnya tugas seorang Ibu. Kitalah yang bisa mengubah dunia, melalui pembentukan karakter anak-anak kita. Itulah kenapa, kita memang harus menjadi ibu yang banyak berdoa.

So help us, God!

-*-

Foto: Pixabay

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *