Meneladani Desmond Doss

Hari-hari ini sangat mudah sekali orang teledor menjaga lidahnya sehingga dari bibirnya mengalir kata-kata yang meresahkan dan membuat yang mendengarnya ingin jauh-jauh saja dari orang itu.

Ada pula yang merasa lebih kuat karena sering berlatih angkat beban, kesenangannya merendahkan dan meremehkan orang lain yang dilihatnya lemah. Lalu yang sudah lebih dahulu punya pengalaman, merasa diri lebih unggul dari sesamanya.

Keakuan membuat manusia selalu ingin diakui sebagai yang TER (terpandai, terkuat, terdepan, tertinggi dan ter, ter lainnya). Sifat ini sudah ada dari jaman bumi baru didiami pasangan Adam dan Hawa, kekal diwariskan kepada anak cucunya, KITA yang hidup di dunia saat ini.

Perkara di atas melenggang begitu saja di pikiran sewaktu duduk di dalam teater menikmati Hacksaw Ridge dua petang kemarin. Hacksaw Ridge, film drama perang yang digarap berdasarkan kisah veteran paramedik Amerika semasa perang dunia kedua (PD II), Desmond T. Doss pada pertempuran Okinawa, Jepang.

Doss adalah anak pertama dari pasangan Thomas dan Bertha Doss, mereka tinggal di Lynchburg, Virginia, Amerika Serikat. Ia memutuskan ikut wajib militer karena terpanggil untuk mengabdikan diri bagi negaranya yang sedang berperang menyusul adiknya, Harold Doss yang sudah terlebih dahulu bergabung.

Sebagai pemeluk Advent Hari Ketujuh yang taat, Doss tak ingin menyakiti sesama meski di situasi perang, pantang baginya memegang senjata. Karenanya ia mengajukan diri menjadi tenaga medis.

Masalah mulai muncul ketika Doss mengikuti pelatihan militer di Fort Jackson. Doss menjadi bulan-bulanan pimpinan dan rekannya, bahkan menjadi sasaran kekerasan demi memancing emosinya.

Namun, Doss adalah Doss yang bersikukuh untuk tidak membalaskan setiap perlakuan buruk yang diterimanya. Ia tetap bisa menahan diri, tak mau melaporkan siapa yang melukainya dan bersabar menjalani hari-hari di kamp.

Dipandang akan membahayakan rekan satu tim bila kelak mereka maju ke medan perang, Doss pun diminta untuk tidak meneruskan pendidikan dan mengundurkan diri saja. Tapi ia tak mau, ia rela maju ke pengadilan militer karena sejak awal mendaftar pendidikan dengan satu syarat TIDAK ingin mengangkat senjata. Doss akhirnya menang, ia diizinkan meneruskan pendidikan untuk paramedis.

Saat melepas kekasihnya ke kamp Fort Jackson, Dorothy Schutte memberikan sebuah Alkitab saku yang selalu dibawa Doss. Bacaan yang menjadi pegangan dan membuat Doss sering dicerca rekan-rekannya. Hacksaw Ridge sendiri dibuka dengan penggalan firman dari Yesaya 40:28 – 31, membuat ingin menyanyikan “Like Eagle”-nya Don Moen.

Serupa dengan Braveheart dan Apocalypso, Hacksaw Ridge digarap dengan sangat baik oleh Mel Gibson. Hacksaw Ridge bukanlah film perang biasa, ia sarat dengan pesan moral.

Film yang membuat saya betah menikmatinya hingga hanya tulisan-tulisan putih yang berlarian di layar bahkan hingga petugas kebersihan hampir selesai membersihkan ruang untuk pertunjukan selanjutnya. Demi apa? Demi menemukan tulisan lokasi kuburan yang muncul beberapa kali di layar! #eeh

Sejarah mencatat, pertempuran Okinawa adalah salah satu pertempuran hebat semasa Perang Pasifik. Panggilan jiwanya untuk menolong sesama, membuat Doss memutuskan tinggal di atas bukit meski dirinya memiliki kesempatan untuk menyelamatkan diri sendiri.

Selama 12 jam ia berlari dan menarik tubuh – tubuh yang terluka, memberi pertolongan pertama lalu menurunkan mereka ke lembah dengan seutas tambang, sendirian!

tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah – [Yes 40:31]

Apa yang membuat seorang Doss yang kerempeng dan membuat seorang kawan selepas menonton Hacksaw Ridge berpikir, mustahil banget Doss melakukan itu, mengangkat badan orang yang sebagian besar lebih besar dan kekar dari badannya?

Mari menelahnya dari karakter yang ditampilkan tanpa basa-basi dalam keseharian seorang Doss karena iman yang diyakininya. Saya mencatat ada 5 (lima) karakter laskar Kristus yang perlu diteladani dari Doss:

Hidup Menurut Firman TUHAN
Doss meyakini firman yang tertulis dalam Alkitab dan percaya TUHAN tidak menghendaki dirinya untuk melukai apalagi membunuh sesama. Ia ingat peristiwa di masa kecil ketika adiknya tak bergerak karena hantaman batu dari tangannya, Doss kecil mematung di depan hiasan yang tergantung di balik pintu dan matanya terpaku pada hukum ketujuh dari Hukum Taurat, Jangan Membunuh!

I don’t know how I can live with myself if I don’t say true to what I believe – Desmond Doss

Alasan yang sama membuatnya tidak menarik pelatuk pistol yang direnggut dari tangan ayahnya ketika pada satu malam, untuk kesekian kalinya ayahnya berlaku kasar dan mengancam untuk membunuh ibunya. Kamu tahu pembunuh paling ditakuti saat ini? Ketika karakter yang baik dalam diri kamu dimatikan!

Bertumbuh dalam KASIH, Tidak Dendam
Sejak kecil Doss dan adiknya melihat kekasaran ayahnya yang sering melampiaskan amarah pada ibu mereka. Satu malam dia bertanya pada ibunya, kenapa sang ayah membenci mereka? Meski sering diperlakukan kasar, sang ibu dengan bijak berkata,”He doesn’t hate us. He hates himself, sometime.” Sang ibu tak ingin bibit kebencian tumbuh dalam diri anak terhadap ayah mereka yang pemarah dan kasar.

Hal yang sama terjadi ketika Doss dipukuli oleh rekan-rekannya hingga babak belur sewaktu dirinya tidur, dia tak sedikit pun membenci atau berniat untuk membalaskan lukanya.

Berani Tampil Beda (Melangkah dengan Iman)
Doss merasa tak ada yang salah dengan apa yang diyakininya. Apa yang dia lakukan pun tak merugikan orang lain, tapi bagi orang di sekelilingnya Doss adalah orang yang bermasalah. Doss rela dimasukkan ke dalam sel, yang membuat dirinya sendiri mengalami perang bathin terlebih karena hari dirinya disel adalah hari pernikahannya. Ia rela dipenjara demi mempertahankan imannya.

I’m different, I know that – Desmond Doss
I fell in love with you because you weren’t like anybody else – Dorothy Schutte

Kekuatan iman pulalah yang membuatnya bertahan untuk mendengarkan petunjuk dari TUHAN saat dirinya tinggal sendiri di Hacksaw Ridge. ‘Gak gampang menjadi orang Kristen, kamu akan diuji oleh lingkungan dan terlebih dirimu sendiri dalam menjalankan perintah-NYA.

Berdoa
Ketika engkau angkat tangan, TUHAN turun tangan. Doss tak pernah lupa untuk berdoa. Ia selalu meminta petunjuk TUHAN sebelum melakukan sesuatu. Ia berdoa agar dituntun, jika TUHAN menginginkan dirinya ada di satu tempat pasti ada sesuatu yang TUHAN ingin dia lakukan.

What is it that YOU want of me? – Desmond Dos

Saat sendirian dan mulai merasa putus asa di Hacksaw Ridge, Doss bertanya pada TUHAN. Ketika kupingnya menangkap suara minta tolong, saat itu juga ia bergerak dan tiada henti bergerak memberikan pertolongan kepada prajurit yang terluka tanpa kenal lelah. Di antara lelah dan luka yang dialaminya, Doss terus saja berdoa, “Pease Lord, help me get one more.”

Berubah karena Kebenaran
Pada akhirnya Doss harus melanggar janjinya untuk tidak bekerja di hari Sabtu sesuai dengan yang diyakininya selama ini. Namun dia percaya, itu yang dikendaki TUHAN. Karena di Sabtu itu, Doss melakukan sesuatu yang luar biasa dalam hidup dan bagi kehidupan orang lain.

Janganlah kamu menjadi serupa  dengan dunia  ini, tetapi berubahlah  oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak ALLAH: apa yang baik, yang berkenan  kepada ALLAH dan yang sempurna. – [Roma 12:2]

Sejarah mencatat, Doss berhasil menyelamatkan 75 prajurit yang terluka dan ditinggalkan di punggung bukit ketika pasukan Amerika diperintahkan mundur dan berlarian turun saat diringsek tentara Jepang.

Desmond T. Doss menjadi paramedis militer selama 4 (empat) tahun, 1942-1946 sebelum mengundurkan diri karena masalah kesehatan.

Untuk keberaniannya di Okinawa, Doss menerima The Congressional Medal of Honor, penghargaan tertinggi negara yang disematkan sendiri oleh Presiden AS, Harry Truman pada 12 Oktober 1945. Doss meninggal pada 23 Maret 2006 di usia 87 tahun dan dimakamkan di Chattanooga National Cemetery, saleum

 

Olive Bendon

Catatan: Tulisan ini dikutip sudah seizin penulis. Laman asli tulisan ini lihat di:

Meneladani Desmond Doss

Penulis adalah Travel Blogger | Old Grave Lover |  Citizen Journalism | Volunteer for The War Graves Photographic Project

Foto: imdb.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *