Wahyu 1:3 Berbahagialah ia yang membacakan dan mereka yang mendengarkan kata-kata nubuat ini, dan yang menuruti apa yang ada tertulis di dalamnya, sebab waktunya sudah dekat.
“Apa yang kamu pegang saat pertama kali bangun pagi? Alkitab atau handphone?” kata Pdt. Margie Ivonne Ririhena – de Wanna, D.Th. di atas mimbar saat saya dan keluarga mengikuti ibadah Minggu sore di GPIB Galilea, Bekasi.
Ya jujur saja, memang bukan Alkitab yang pertama kali saya pegang saat bangun pagi, pasti handphone atau smartphone, karena–dan ini alasan ngeles yang keren menurut saya–benda itu sudah saya pasang program alarm untuk membangunkan saya, jadi saya harus sentuh dan mematikan alarmnya agar stop berbunyi.
Ada lagi alasan keren lainnya, “Di smartphone saya sudah terpasang aplikasi Alkitab”. Dan alasan satu ini diajukan si ibu pendeta sendiri dari mimbarnya, tentu untuk menenangkan kegalauan jemaat saat mendapat pertanyaan di atas tadi. Tanda jemaat galau? Kami senyum-senyum simpul salah tingkah.
Pertanyaan dan pernyataan Pendeta Margie memang cukup menyentak, dan menjadi pengantar yang bagus untuk menjabarkan perikop yang dibaca dalam khotbah Minggu, yaitu Wahyu 1:1-8. Dari semua ayat, Wahyu 1:3 menjadi ayat yang dibahas khusus. Menarik memang ayat yang satu ini.
Lewat ayat ini, saya jadi paham sekaligus disadarkan bahwa kitab Wahyu itu bukan menitikberatkan pada nubuatan seram-seram tentang akhir zaman, atau tentang iblis yang dilepaskan di Bumi. Ayat ini malah menjadi yang pertama dari tujuh “ucapan bahagia” atau ucapan berkat yang ditemukan dalam kitab Wahyu. Enam ucapan bahagia lainnya dapat ditemukan dalam Wahyu 14:13; 16:15; 19:9; 20:6; 22:7; 22:14.
Namanya yang pertama, ayat ini menurut saya mempersiapkan kita secara mental dan metodologis dalam mengarungi nubuatan Yohanes selanjutnya. Tapi yang terpenting adalah Berbahagialah… usirlah rasa muram saat membaca Kitab Wahyu khususnya, dan tentu saja saat membaca Alkitab secara umum.
Berbahagialah saat membaca Alkitab. Baca yang benar, dengarkan apa yang sudah dibaca, lalu taati.
Membaca Alkitab yang benar tentu artinya kita memperhatikan dengan saksama apa yang kita baca. Kalau sudah membaca, dengarkan dan resapi dengan baik kata-kata di Alkitab, dan yang terpenting taat menjalani firman Tuhan.
Ini juga yang akan mencegah kita menjadi kaum “sumbu pendek”, alias gampang marah karena iman kita jadi bahan olok-olokan. Baca lebih dalam firman Tuhan, pastikan pengetahuan kita lebih mumpuni sebagai landasan iman.
Kita juga tidak akan jadi gampang baper (bawa perasaan), terutama saat membaca postingan di media sosial. Syukur-syukur kita bisa menyetop ujaran kebencian yang sering kali terasa mengasyikkan buat di-share ke teman-teman kita di media sosial.
Ya, jika karena imanmu membuat kau membenci orang lain atau pihak lain, mungkin kamu kurang membaca Alkitab dengan lebih teliti, lebih baik. Karena dalam kekristenan cuma ada dua hukum utama, kesemuanya menempatkan KASIH sebagai yang utama, bukan kebencian atau pembalasan.
Matius 22:37-39;
Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.