Tentang Masa Depan Kita

Ketimbang membahas isu-isu usang yang muncul periodik atau musiman dan tak menghasilkan perbaikan, saya lebih tertarik sebenarnya membicarakan masa depan yg akan banyak menimbulkan masalah bagi generasi selanjutnya sebagai dampak kemajuan teknologi-sains, terutama mengenai pekerjaan atau sumber nafkah.

Saya pikir, itu jauh lebih penting karena dari berbagai sumber semakin banyak dapat info dan fakta, beberapa sektor usaha telah melakukan pengurangan tenaga kerja demi efisiensi dan tuntutan zaman.

Era digital, kemajuan teknologi optik, penggunaan robot, perlahan namun pasti menyingkirkan tenaga manusia. Bahkan mobil tanpa pengemudi mulai dikenal di Amerika.

Apakah pekerjaan atau bisnis orang-orang 10-20 tahun mendatang? Apakah cukup berkata, “melihat nanti saja” tanpa upaya yang bertujuan mengantisipasi keadaan? Apakah akan membiarkan berlakunya ‘ketentuan’: only the strong will survive tanpa menyiapkan semua elemen masyarakat dng kesempatan yang sama melakukan hingga bisa berkompetisi secara fair?

Mengapa orang-orang seakan tak begitu peduli atau kurang concern membayangkan the future, seolah bukan persoalan besar?

Sebagaimana diketahui, kebutuhan pokok manusia atau masyarakat, yg terutama ialah memenuhi kebutuhan primer. Terpenuhi dulu yang primer maka dilanjutkan pemenuhan kebutuhan sekunder dan tersier. Itu bukan pendapat atau kesimpulan baru, sudah kuno malah, walau tak terbantah.

Stabilitas suatu negara pun amat tergantung dari stabilitas ekonomi warganya. Semakin kuat fondasi perekonomian masyarakat, semakin berkurang pula keresahan dan kriminalitas. Itu “teori” usang yang nampaknya tetap berlaku. Terpenuhinya kebutuhan primer, sekunder, tersier, bahkan disebut membuat suatu masyarakat tidak lagi tertarik kebutuhan lain seperti agama.

Minat masyarakat di berbagai negara pada politik dan mau berpartisipasi saat pemilu pun sebetulnya “hanya” untuk menjamin yang telah mereka temukan atau dapatkan bisa dipertahankan atau ditingkatkan; atau sebaliknya untuk memilih pemimpin yang mau mewujudkan apa yang mereka inginkan, yakni kemapanan atau stabilitas ekonomi-sosial.

Karena itulah tuntutan umumnya masyarakat Amerika atau negara-negara Eropa Barat pada pemimpin atau kandidat, tak jauh dari isu-isu perekonomian, jaminan sosial, perumahan, menyusul yang lain. Artinya, bila masyarakat suatu negara merasa aman dan terjamin dari aspek finansial-penghasilan, stabilitas negara tak rentan digoyah.

Itu masih diyakini banyak pakar ekonomi dan kriminologi. Masyarakat tak mudah digoyang, dihasut, diprovokasi, bila mapan atau terjamin penghasilan dan jaminan-jaminan sosial.

Sudahlah Pak Jokowi… Mumpung masih memimpin negara berpenduduk 260 jutaan yang amat banyak itu, ingatkan dan paculah terus menteri-menteri di kabinetmu memikirkan dan menyiapkan the future. Evaluasilah sering kemampuan dan kinerja mereka yg masih kurang. Bila kemampuan mereka ala kadar dan sebenarnya belum layak, tukar saja dengan person yg kapabel.

Sudah selesai kan, nonton film G30S PKI bareng elit negara yang sebenarnya tak substansial maknanya –selain PR politis– bagi negara dan masyarakat, segeralah kumpulkan menteri-menteri agar lebih serius kerja dan menyiapkan langkah antisipasi, termasuk dampak perobahan-perobahan global yg berimplikasi pada negara dan masyarakat RI, dan itu riil.

Tapi, kok jadi saya sih yang gelisah?
Harusnya cukup saya katakan, “Egepe,” dan menikmati akhir pekan dengan melakukan yang saya sukai.

***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *