Tentang Kafir dan Kemarahan yang Mendendam

Hari ini ada topik yang menarik di renungan pagi dan bisa ditarik pada situasi kekinian. Renungan itu didasarkan pada kitab Matius 5:21-30.

Pada ayat 22 kalimatnya berbunyi: “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.”

Kemarahan, penyebutan “kafir”, dan penyebutan “jahil (artinya bodoh dalam ajaran agama)” adalah dosa. Yesus tidak menyebut kemarahan kepada kefasikan atau ketidakadilan, melainkan kemarahan yang mendendam, yang pada akhirnya bisa menghendaki kematian orang lain.

Kemarahan yang dilandasi oleh dendam itu berbahaya. Selain itu, kemarahan, ucapan “kafir” dan “Jahil” bisa dan merusak relasi serta identitas saudara kita di hadapan orang lain. Itu dosa besar.

Saya rasa, kadang kita bisa dengan mudah jatuh pada kemarahan mendendam semacam itu. Ada banyak pemicunya. Merasa paling benar, merasa paling tahu, merasa paling pintar, adalah beberapa di antaranya.

Percayalah, hidup dalam kemarahan semacam itu tak enak. Kita jadi susah tidur dan tenang. Pikiran dan hati dipenuhi dengan hal-hal buruk dan niat jahat. Ujung-ujungnya, bisa menakutkan. Saya rasa inilah yang jadi awal terjadinya kasus-kasus pembunuhan berencana yang mengerikan itu.

Solusi yang jitu untuk menghindari dosa semacam itu adalah perdamaian. Pertama, berdamai dengan diri sendiri. Kedua, berdamai dengan saudara kita. Perdamaian ini, menurut Yesus, bahkan lebih mulia dan lebih penting daripada persembahan kurban (ayat 23-25).

Pada bagian lain, Rasul Paulus kepada jemaat di Efesus berkata, apabila kita mengalami kemarahan berdosa semacam itu, segeralah berhenti. “Janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu,” kata Paulus di Efesus 4:26.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *