Tag Archives: wisata

Corat-Coret Orang Indonesia di Situs Bersejarah

Rasanya belum puas kalau belum melakukan corat-coret, ketika mengunjungi sebuah tempat yang baru. Apalagi kalau kesempatan untuk datang ke tempat itu mungkin tidak akan kembali lagi. Begitukah?

Ketika mengunjungi Seoul Namsan Tower, sebuah tempat wisata populer di utara kota Seoul saya menemukan banyak coretan di pagar kayu yang ada di sana. Yang menarik adalah bahwa ada tulisan yang diduga dibuat oleh orang Indonesia.

Coretan di Namsan Tower mungkin wajar, karena saya menemukan banyak coretan lain dalam bahasa Korea. Akan tetapi, saya teringat beberapa waktu yang lalu ketika mengunjungi kota Kana di Galilea.

Di situs mujizat pertama yang dilakukan Yesus, saya juga menemukan coretan khas orang Indonesia. Padahal di sana sudah jelas tertulis larangan untuk tidak mencorat-coret. Apalagi itu adalah situs religi berusia ribuan tahun yang didatangi umat dari seluruh dunia untuk beribadah dan berdoa.

Bukan sekali dua kali ini kasus corat-coret ala orang Indonesia terjadi. Sebelumnya, pernah ramai kasus coretan “Cla-X Indonesia” yang diduga dibuat orang Indonesia di bebatuan di jalur pendakian Gunung Fuji, Jepang.

Di Tembok China, juga ada coretan yang diduga dibuat orang Indonesia. Tulisannya “2010-09-05” dan di bawahnya ada tulisan Indonesia dan Samarinda.

Kebiasaan mencorat-coret ini kelihatannya mungkin sepele. Namun jika itu dilakukan di negeri orang, apalagi di tempat yang jelas dilarang untuk itu, tidakkah itu justru akan membuat malu bangsa?

Ah sudahlah. Saya tidak ingin menggurui siapa-siapa, hanya setidaknya kutipan ini penting untuk diingat jika kita mengunjungi sebuah tempat yang baru: “Take nothing but pictures. Leave nothing but footprints. Kill nothing but time.”

 

Foto-foto: Koleksi pribadi

Museum Kata Andrea Hirata, Miniatur Kehidupan Pencipta “Laskar Pelangi”

Siapa yang tidak kenal Andrea Hirata? Penulis novel Laskar Pelangi yang sudah mendunia dan mendapat banyak penghargaan baik nasional maupun internasional.

 

Namanya bahkan diabadikan menjadi sebuah museum sastra pertama yang dikelola secara semi-privat, yaitu Museum Kata Andrea Hirata. Dengan biaya Rp 50.000, Anda akan mendapat buku saku berjudul “Ikal dan Lintang”, serta kesempatan “terbang” dalam alam pikiran Andrea Hirata.

 

Berlokasi di Kecamatan Gantung, Kota Manggar, Kabupaten Belitung Timur, museum tersebut memang merupakan rumah Andrea Hirata semasa kecil. Rumah tersebut kemudian disulap dengan berbagai warna, tulisan, foto, serta tak ketinggalan pernak-pernik kehidupan masyarakat Belitung masa lalu.

Bukan hanya tulisan yang dikutip dari seri novel Laskar Pelangi, tetapi juga berbagai kalimat dari buku-buku yang sangat menginspirasi, seperti The Adventure of Huckleberry Finn karya Mark Twain, Tuesday with Morrie karya Mitch Albom, dan sebagainya.

Maka tidak mengherankan saat membaca kata-kata tersebut kita seakan “bermain di atas awan” alam khayal Andrea Hirata. Bukan mustahil pula jika kata-kata tersebut mampu memberi inspirasi bagi kita yang menikmatinya.

Selain kata-kata, tentunya ditampilkan pula berbagai sampul buku Laskar Pelangi dalam berbagai terbitan luar negeri, baik Amerika Serikat, Kanada, Spanyol, hingga India (dalam Bahasa Inggris). Sampul buku lain karya Andrea Hirata juga ditampilkan menambah khazanah pengetahuan bagi yang belum mengenal jauh sang penulis.

Foto-foto yang terambil dari film Laskar Pelangi juga memberi penekanan tersendiri terhadap nuansa museum seakan memberi jati diri bagi keberadaan sang maestro. Demikian pula dengan pernak-pernik masa lalu seperti sepeda onthel dan radio 2 band di ruang tengah, serta mesin jahit manual hingga telepon umum koin dan kartu di bagian belakang rumah.

Di lokasi museum juga terdapat dapur yang disulap menjadi warung kopi kecil bernama “Kupi Kuli”, artinya kopi yang sering diminum para buruh pada masa lalu. Meskipun berbeda dengan rasa kopi di warung sekitar yang memang dijuluki Kota 1001 Warung Kopi.

Paling tidak rasa khas kopi ini memberi pemahaman kepada kita tentang kehidupan buruh Timah di Belitung pada masa yang lalu. Segelas kopi hitam dapat dibeli dengan harga Rp 6.000. Tak ketinggalan jajanan pasar yang dapat dinikmati bersama kopi.

Selain tempat penjualan suvenir, di bagian belakang museum juga terdapat tempat yang menarik. Andrea Hirata membangun replika kecil sekolahnya dulu yang ia gunakan juga untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak yang kurang mampu. Berdasarkan informasi dari keluarga yang mengelola museum, Andrea sesekali datang untuk mengajar di sekolah yang hanya terdiri dari dua kelas tersebut.

Siapa pun yang pernah berkunjung ke museum ini mungkin memiliki kesan yang sama. Tempat ini adalah miniatur kehidupan sang penulis Andrea Hirata.

Ia tidak hanya berbagi khayalan melalui berbagai kata, namun juga kenangan indah dalam bentuk memorabilia bernilai sejarah pribadi, serta obsesinya bagi sesama yang membutuhkan. Anda tertarik menikmatinya juga?

 

Foto: koleksi pribadi