Tag Archives: travelling

Museum Kata Andrea Hirata, Miniatur Kehidupan Pencipta “Laskar Pelangi”

Siapa yang tidak kenal Andrea Hirata? Penulis novel Laskar Pelangi yang sudah mendunia dan mendapat banyak penghargaan baik nasional maupun internasional.

 

Namanya bahkan diabadikan menjadi sebuah museum sastra pertama yang dikelola secara semi-privat, yaitu Museum Kata Andrea Hirata. Dengan biaya Rp 50.000, Anda akan mendapat buku saku berjudul “Ikal dan Lintang”, serta kesempatan “terbang” dalam alam pikiran Andrea Hirata.

 

Berlokasi di Kecamatan Gantung, Kota Manggar, Kabupaten Belitung Timur, museum tersebut memang merupakan rumah Andrea Hirata semasa kecil. Rumah tersebut kemudian disulap dengan berbagai warna, tulisan, foto, serta tak ketinggalan pernak-pernik kehidupan masyarakat Belitung masa lalu.

Bukan hanya tulisan yang dikutip dari seri novel Laskar Pelangi, tetapi juga berbagai kalimat dari buku-buku yang sangat menginspirasi, seperti The Adventure of Huckleberry Finn karya Mark Twain, Tuesday with Morrie karya Mitch Albom, dan sebagainya.

Maka tidak mengherankan saat membaca kata-kata tersebut kita seakan “bermain di atas awan” alam khayal Andrea Hirata. Bukan mustahil pula jika kata-kata tersebut mampu memberi inspirasi bagi kita yang menikmatinya.

Selain kata-kata, tentunya ditampilkan pula berbagai sampul buku Laskar Pelangi dalam berbagai terbitan luar negeri, baik Amerika Serikat, Kanada, Spanyol, hingga India (dalam Bahasa Inggris). Sampul buku lain karya Andrea Hirata juga ditampilkan menambah khazanah pengetahuan bagi yang belum mengenal jauh sang penulis.

Foto-foto yang terambil dari film Laskar Pelangi juga memberi penekanan tersendiri terhadap nuansa museum seakan memberi jati diri bagi keberadaan sang maestro. Demikian pula dengan pernak-pernik masa lalu seperti sepeda onthel dan radio 2 band di ruang tengah, serta mesin jahit manual hingga telepon umum koin dan kartu di bagian belakang rumah.

Di lokasi museum juga terdapat dapur yang disulap menjadi warung kopi kecil bernama “Kupi Kuli”, artinya kopi yang sering diminum para buruh pada masa lalu. Meskipun berbeda dengan rasa kopi di warung sekitar yang memang dijuluki Kota 1001 Warung Kopi.

Paling tidak rasa khas kopi ini memberi pemahaman kepada kita tentang kehidupan buruh Timah di Belitung pada masa yang lalu. Segelas kopi hitam dapat dibeli dengan harga Rp 6.000. Tak ketinggalan jajanan pasar yang dapat dinikmati bersama kopi.

Selain tempat penjualan suvenir, di bagian belakang museum juga terdapat tempat yang menarik. Andrea Hirata membangun replika kecil sekolahnya dulu yang ia gunakan juga untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak yang kurang mampu. Berdasarkan informasi dari keluarga yang mengelola museum, Andrea sesekali datang untuk mengajar di sekolah yang hanya terdiri dari dua kelas tersebut.

Siapa pun yang pernah berkunjung ke museum ini mungkin memiliki kesan yang sama. Tempat ini adalah miniatur kehidupan sang penulis Andrea Hirata.

Ia tidak hanya berbagi khayalan melalui berbagai kata, namun juga kenangan indah dalam bentuk memorabilia bernilai sejarah pribadi, serta obsesinya bagi sesama yang membutuhkan. Anda tertarik menikmatinya juga?

 

Foto: koleksi pribadi

Pulau Tunda Punya Cerita

Ini adalah cara menikmati travelling dengan cara backpacking yang berkesan dan menyisakan pengalaman yang tak terlupakan. Jadi, pada 9-10 Juli 2016 lalu, saya berkesempatan melakukan wisata bahari ke Pulau Tunda, Serang, Banten.

Awalnya lumayan berpikir keras mencari tempat liburan mengingat itu bertepatan dengan liburan hari raya Idul Fitri dan libur anak sekolah. Terbayang kan kalau mau liburan ke pantai, pasti penuh sesak dan enggak bisa menikmati keindahan semesta (lebay…).

Eh ternyata salah satu TL-ku (tour leader) menyarankan ke Pulau Tunda. ”Sepi Kak,” katanya. “Bisa snorkeling sampai bosan,” tambahnya.

OK berangkat!!

Sebenarnya apa sih keistimewaan Pulau Tunda? Ternyata Pulau Tunda itu punya cerita,…

Awal mula nama pulau itu adalah ketika rombongan Sultan Hasanuddin dan ayahnya Syarif Hidayatullah tengah dalam perjalanan laut dari Banten menuju Cirebon.

Tiba-tiba datang badai dan angin kencang. Ombak menggulung-gulung sedemikian besarnya, sehingga Syarif Hidayatullah dan Sultan Hasanuddin memerintahkan awak kapal untuk singgah dulu di pulau terdekat.

Sultan Hasanuddin dan ayahnya serta rombongan kemudian singgah di sebuah pulau sambil menunggu cuaca membaik. Mereka terpaksa menunda perjalanan karena khawatir dengan cuaca yang memburuk itu.

Tahukan Anda, pulau yang dijadikan tempat singgah Sultan Hasanudin dan rombongan itu adalah Pulau Tunda, yang namanya diambil dari kisah perjalanan Sultan Hasanuddin ke Cirebon, yang terpaksa harus ditunda karena cuaca buruk.

Nah, menunda perjalanan ke Cirebon itu akhirnya diabadikan menjadi nama Pulau Tunda yang kita kenal selama ini.

Meski demikian, cerita ini tentu perlu dikaji lebih jauh. Apakah benar nama itu memang berasal dari perjalanan yang tertunda, atau hanya cerita semata.

Cerita itu sempat saya tanyakan pada Alay Sudirman, pemuda yang menjadi TL kami di Pulau Tunda, dan dia membenarkannya.

Alay juga bercerita bagaimana dia begitu berusaha supaya Pulau Tunda menjadi tempat wisata bahari yang mampu bersaing dengan pulau-pulau lainnya. Dia ingin sekali Pulau Tunda bisa seperti  wisata bahari Kepulauan Seribu, yang  tiap pulaunya punya cerita.

Mulai dari mengikuti kursus diving, snorkeling, sampai merenovasi rumahnya menjadi sebuah homestay (yang kami tempati kemarin).  Ah andaikata pemerintah kita melihat kegigihannya, pasti akan jauh lebih baik.

Nah penasaran kan dengan Pulau Tunda ?

Pulau Tunda  hanya berpenduduk sekitar 3.000 orang. Sudah ada fasilitas sekolah sampai tingkat SMP di sana. Listrik juga menyala, khususnya di puskesmas dan masjid, walaupun dibantu dengan genset.

Perjalanan ke Pulau Tunda

Perjalanan ke sana dimulai dari Slipi ke arah terminal Pakupatan, Serang. Kemudian kira-kira butuh satu jam menuju dermaga Karangantu. Sangat disayangkan kondisi jalan yang sedang diperbaiki, sehingga kami agak lama sampai di dermaga Karangantu.

Dari dermaga Karangantu kami menuju ke Pulau Tunda dengan menumpang perahu sederhana, bukan speedboat seperti yang biasa terlihat di Marina Ancol. Namanya juga  ala backpacker. Butuh waktu 2 jam perjalanan ke pulau itu.

Sesampainya di homestay, kami disambut dengan makan siang yang menggugah selera. Menunya sayur asem, sambal, ikan asin, tempe tahu, dan ikan goreng. Homestay kami tidak jauh dari dermaga Pulau Tunda. So sehabis makan siang, setelah istirahat sebentar, tak sabar kami melanjutkan wisata bahari alias snorkeling sekaligus foto-foto buat narsis.

Ada 5 spot yang kami akan kunjungi dalam 2 hari, yaitu:

  1. Spot 1 Villa barat
  2. Spot 2   Dermaga Barat/mercusuar
  3. Spot 3   Karang Donat/utara
  4. Spot 4  Tanjung Baja
  5. Spot  5 Tanjung Boong

 

Apa saja di Spot-Spot Itu 

Beberapa spot memiliki keindahan batu karang dan ikan yang luar biasa. Bisa  dibayangkan ketika kita berada di laut  lepas dan bisa melihat batu karang, yang seperti diatur tata letaknya. Begitu indah. Dan aneka ikan warni-warni, yang jarang kita temukan sehari hari (How Great Thou Art…)

Bagi pemula seperti saya, takjub saya dibuatnya! Sama seperti ketika melihat keindahan laut di Belitung, saya diingatkan kembali betapa Tuhan itu dalam menciptakan semua mahlukNya tidak dengan sembarangan. Dia menjadikan kita istimewa dan unik di mataNya. Semakin bersyukur dan bersyukur bisa menikmati keindahan alam buatanNya.

Karena di beberapa spot ada kumpulan karang yang lumayan banyak, diharapkan memakai alat snorkeling yang lengkap ya,  seperti memakai spin/kaki katak. Ini supaya kalian tidak terkena karang yang tajam.

Diharapkan pula untuk tidak menginjak karang, karena kita dapat merusaknya.

Jenis bintang lautnya juga berbeda dari perairan di Belitung. Warnanya biru tua, sedangkan di Belitung berwarna oranye. Tapi ingat ya sehabis berfoto foto dengan bintang laut, jangan dibawa pulang, harus dikembalikan ke laut lagi.

Di sela-sela waktu snorkeling di 5 spot, kami juga berkesempatan mengunjungi sebuah jembatan bernama Jembatan di Dermaga Galau. Lucu ya namanya. Cocok buat kamu yang sedang galau. Sebab di sini pemandangannya sangat bagus untuk foto-foto dan menikmati sunset atau sunrise. Atau untuk sekadar melamun. Hehehe.

Hanya satu yang tidak saya dapati, yaitu melihat kemunculan lumba-lumba. Padahal ini adalah salah satu daya tarik Pulau Tunda.

Demikianlah cerita perjalanan ala backpacker ke Pulau Tunda. Sangat menyenangkan dan kayaknya enggak bikin bosan. Suatu hari nanti saya harus kembali lagi ke sana, karena mungkin ada hatiku yang ‘tertunda’ di sana hahahahha.

Bagi teman-teman penggemar backpacking, selalu ingat ya. Jangan buang sampah sembarangan ke laut dan usahakan membawa plastik untuk menampung sampah-sampah kita di perjalanan. Jangan sekali-kali sampah dibuang ke laut.

Lets Go Tunda Island

Helvy Nainggolan

Foto-foto: dok.pribadi