Tag Archives: renungan minggu

Jadilah Padaku Menurut Perkataanmu

Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu. (Lukas 1:38)

Natal adalah mujizat besar yang diterima manusia dari Allah. Kalimat ini mungkin sudah pernah atau sering kita dengar sebelumnya. Sesungguhnya Natal memang adalah mujizat bagi manusia.

Kasih Allah yang begitu besar untuk umat manusia, ciptaan-Nya yang telah jatuh ke dalam dosa dan ribuan tahun hidup di bawah perbudakan dosa dan naungan maut, membuat Allah harus datang ke tengah-tengah manusia dalam rupa yang sama dengan manusia. Tidakkah itu adalah sebuah mujizat yang dahsyat?

Menelusuri kisah Natal di dalam Alkitab kita akan menemukan banyak hal lain yang dahsyat dan mengharukan. Kita sudah menelusuri silsilah keturunan Yesus, di mana kita menemukan lima orang perempuan yang dicantumkan namanya oleh Matius.

Lima orang perempuan yang terdiri dari 3 orang perempuan bukan Yahudi, yaitu seorang perempuan yang menjebak mertuanya untuk berbuat cabul dengannya, seorang perempuan sundal, dan seorang perempuan Moab (Moab artinya “dunia”). Dua orang perempuan Yahudi yang dicatat dalam silsilah Yesus adalah isteri Uria, selingkuhan Daud, dan yang seorang gadis perawan dari Nazaret yang bernama Maria. Lewat silsilah yang tidak tanpa cela ini, Yesus datang ke dunia. Tidakkah ini juga sebuah mujizat yang dahsyat?

Lihatlah Maria, gadis perawan dari Nazaret itu. Maria bertunangan dengan Yusuf, ketika Allah mengutus malaikat-Nya untuk memberitahu tentang Yesus yang akan dilahirkannya. Berita yang dibawa sang malaikat, yaitu bahwa Maria akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, bagi Maria terdengar sebagai berita yang prematur, atau terlalu dini untuk disampaikan kepadanya.

‘Apakah Allah salah melihat kalender ketika mengutus sang malaikat? Tidak tahukah Allah kalau aku belum bersuami?’ Pertanyaan-pertanyaan ini wajar jika ditanyakan oleh Maria. Seharusnya sang malaikat datang enam bulan atau 1 tahun lagi, bukan sekarang, karena Maria belum menikah.

Akan tetapi, Allah tidak pernah salah dalam menentukan waktunya. “Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.” Rencana Allah dan timeline Allah berbeda dengan apa yang dipikirkan manusia. Mendengar hal ini, Maria, gadis perawan dari desa ini menjawab dalam iman: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.

Natal terjadi ketika firman Allah disampaikan kepada Maria, dan sekalipun Maria tidak memahaminya, dia menaatinya dengan sepenuh hati. Tidakkah ini juga adalah sebuah mujizat yang dahsyat?

Merenungkan natal tahun ini, saya mau kita menyadari kebenaran ini. Bagi Allah tidak ada yang mustahil. Oleh karena itu, apa yang dikatakan oleh firman Allah kepada kita pasti terjadi.

Persoalannya hanyalah pada waktunya Allah yang seringkali berbeda dengan apa yang kita pikirkan. Jika demikian maka kebenaran berikutnya yang harus kita sadari adalah ketaatan kita bekerja sama dengan Allah untuk menghadirkan mujizat-Nya dalam hidup kita.

Jadi, mari rayakan Natal dan alami mujizat Allah, dengan menerima firman-Nya dan menaati-Nya dengan sepenuh hati. Mujizat Natal adalah kasih karunia Allah yang berpadu dengan iman dan ketaatan umat-Nya. Selamat Natal!

 

Foto: Dekorasi Natal (koleksi pribadi)

Allah Melawat Umat-Nya

Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya, (Lukas 1:68)

Allah rindu bersekutu dengan manusia ciptaan-Nya. Sejak zaman dahulu Allah selalu menyediakan kesempatan untuk bertemu dengan umat-Nya (Lukas 1:70). Ketika manusia masih di Taman Eden dan belum jatuh dalam dosa, Allah telah membiasakan diri untuk bersekutu dengan Adam dan Hawa.

Ketika mereka jatuh dalam dosa, di situ juga Allah hadir dan menutupi dosa dan ketelanjangan mereka. Sepanjang sejarah, Allah telah hadir dalam berbagai macam cara. Nuh, Abraham, Yakub, Musa dan kelepasan bangsa Israel dari Mesir adalah sebagian kecil contoh Allah yang datang dan hadir dalam hidup orang yang percaya pada-Nya.

Hal ini memperlihatkan bahwa Allah setia dan dapat dipercaya. Dalam kasih-Nya, Allah tetap memperjuangkan yang terbaik bagi manusia, bahkan ketika kita tidak dapat merasakan pemeliharaan-Nya.

Zakharia dan istrinya adalah orang-orang yang saleh dan tidak bercacat. Namun ternyata mereka tidak memiliki anak, bahkan setelah dengan setia berdoa sampai masa tua mereka.

Sepertinya Allah tidak hadir. Sama seperti Allah yang sudah tidak lagi berbicara kepada orang Israel selama lebih dari 400 tahun. Namun ketika Zakharia mendapat tugas menjadi imam di Ruang Maha Kudus, di sanalah ia mendapat lawatan dari Allah, yang membawa berita sangat baik bagi Zakharia dan orang Israel.

Allah sungguh setia dan dapat diandalkan. Ia sudah bekerja bagi kita, masih terus bekerja dan tetap memikirkan yang terbaik bagi kita.

Melawat memiliki arti yang kurang lebih sama dengan berkunjung, bertamu ataupun membesuk. Dalam bahasa Yunani digunakan kata episkeptomai, yang memiliki makna mengunjungi mereka yang membutuhkan, mengamati apa yang menjadi kebutuhan, dan memelihara sampai kebutuhan itu terpenuhi.

Itulah yang selalu dilakukan oleh Allah kita. Dan peristiwa Natal menunjukkan bahwa Ia Imanuel: hadir bersama kita; El-Roi: yang maha melihat; El-Jireh: yang memelihara.

Ketika Allah hadir dan melawat, Ia akan datang dan membawa kelepasan (Lukas 1:68). Allah akan melawat umat-Nya terutama ketika ada kebutuhan yang besar, dan ketika kita sedang mengalami sebuah proses yang sulit. Ketika kita sedang berada dalam sebuah pergumulan yang sulit, maka kita bisa percaya juga bahwa itu adalah saat-saat yang terbaik untuk merasakan jamahan dan lawatan Allah.

Penting bagi kita untuk memiliki hati yang berserah dan bergantung penuh pada Allah. Penting bagi kita untuk melepaskan apapun dalam diri kita yang masih menjadi sandaran kekuatan, apakah sesuatu di dalam kita, ataupun mungkin ada orang-orang tertentu yang selama ini menjadi andalan kita.

Ketika Allah melawat, Ia akan membawa kita dalam jalan menuju damai sejahtera (Luk 1:79). Shalom (Ibrani) atau Eirene (Yunani) adalah kondisi yang utuh, selamat secara penuh, tanpa kekurangan dan sejahtera penuh. Inilah yang sudah dikerjakan Allah melalaui kedatangan anak-Nya, dan terus dinyatakan dalam pengalaman sehari-hari lewat hubungan kita dengan Roh Kudus.

Kita semua membutuhkan lawatan Allah. Lawatan Allah nyata bagi mereka yang memiliki kualitas berikut: (1) Membutuhkan dan mengandalkan-Nya; (2) Percaya dan sabar akan janji-Nya; dan (3) Rela berada dalam proses-Nya.

Semoga kita dapat merasakan lawatan dan kehadiran Allah yang kuat dalam keseharian hidup kita.

 

Paul Lamenggo Atanta

Penulis adalah pelayan di GBI Shine Jogja, pendiri Pelayanan Kawan Tumbuh (Kwantum).

Foto : Burung Camar di Sungai Gangga, Varanasi, India (koleksi pribadi)

Sebenarnya Apa Sih Natal itu?

Sejak awal Desember, di mana-mana lagu-lagu Natal telah berkumandang. Di mana-mana, di berbagai mal dan pusat perbelanjaaan kita sudah bisa menemukan pernak-pernik perhiasan Natal dalam berbagai rupa dipajang. Tentu saja tidak ketinggalan gebyar-gebyar promosi belanja dengan iming-iming potongan harga, yang menggiurkan dan seolah memberi alasan mengapa kita begitu menanti-nantikan bonus tunjangan hari raya Natal kita.

Menarik sekali untuk memperhatikan bagaimana Natal telah menjadi sebuah peristiwa penting dalam kehidupan kita. Tidak mungkin kita melewatkan bulan Desember tanpa Natal. Namun lebih menarik lagi adalah ketika kita memperhatikan bagaimana peristiwa Natal di bulan Desember ini dimaknai dan dirayakan.

Sebenarnya apa sih Natal itu? Seorang anak kami bertanya kepada saya. Kenapa di hari Natal orang Kristen harus memasang pohon cemara di rumahnya, ada yang dari plastik, ada juga yang mencari pohon yang asli. Sampai-sampai teman saya di Jakarta yang tinggal di jalan cemara harus memasang plang di depan jalan, “tidak menyediakan pohon cemara”.

Secara etimologis kata Natal sendiri berarti “kelahiran”, saya mencoba menjawab anak kami dengan sedikit ilmiah. Tapi kemudian saya sadar, kelihatannya bukan jawaban seperti itu yang dia perlukan. Sebenarnya apa sih yang kita rayakan di hari Natal, dan mengapa harus begitu heboh? Mungkin itu pertanyaan yang lebih tepat, dan itulah yang saya ingin kita renungkan.

Sebagai orang Kristen, tentu kita harus merayakan Natal, hari kelahiran Yesus Kristus juruselamat kita. Tentu saja kita juga harus merayakannya dengan meriah, karena hari kelahiran adalah hari sukacita. Apalagi Natal adalah hari kelahiran juruselamat yang datang untuk membawa kemerdekaan bagi seluruh umat manusia, kemerdekaan dari belenggu dosa yang telah mengikat dan menyengsarakan manusia selama berabad-abad.

Kita bisa membaca di Lukas 2:8-14, bagaimana Tuhan ingin kita merayakan hari Natal yang luar biasa ini. 8 Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. 9 Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan.

10 Lalu kata malaikat itu kepada mereka: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: 11 Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. 12 Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.”

13 Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya: 14 “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.”

Kita bisa membaca di sini, Hari Natal adalah hari yang istimewa.

Beberapa petunjuk tentang itu adalah yang pertama: berita Natal itu disampaikan oleh seorang malaikat Tuhan. Yang kedua: isi beritanya berbunyi “kesukaan besar untuk seluruh bangsa (all people): hari ini telah lahir bagimu jurusalamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud”. Yang ketiga: perayaan Natal pertama diisi oleh paduan suara agung para malaikat. Wow.

Berarti Natal memang harus heboh ya? Harus ramai, meriah, dengan lagu-lagu pujian Natal, pernak-pernik hiasan berwarna merah dan hijau, hadiah-hadiah yang berlimpah ruah, pakaian baru, sepatu baru, dandanan baru, makanan yang lezat, dan sebagainya? Ho ho ho.. tunggu dulu.

Terus terang saya senang melihat semangat anak-anak ketika menyambut Natal. Kegembiraan yang terpancar di wajah mereka terlihat begitu tulus, karena itu saya tidak mau buru-buru merusak sukacita mereka dengan mengatakan Natal tidak boleh ramai-ramaian seperti itu. Natal boleh saja ramai, Natal bahkan boleh saja heboh, namun kita perlu merenungkan dalam-dalam, mengapa keramaian dan kehebohan itu dilakukan?

Coba lihat lagi Lukas 2 tadi, namun kita mundur sedikit ke cerita kelahiran Yesus,  Lukas 2:6-7. Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.

Diceritakan di sini bahwa Yesus Kristus, juruselamat dunia itu dilahirkan di kota Daud yang bernama Betlehem. Namun yang menarik adalah bayi Yesus ini dibungkus dengan lampin dan dibaringkan di dalam palungan. Ada keterangan tambahan bahwa “tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan”.

In case ada yang belum tahu, lampin adalah sehelai kain yang biasa dipakai untuk lap, dan palungan adalah tempat minum ternak. Jadi bisa disimpulkan bahwa Yesus dilahirkan di kandang ternak, karena malam itu Yusuf dan Maria, kedua orangtuanya, tidak mendapat tempat di rumah penginapan.

Mengapa mereka tidak mendapat tempat? Ada yang bilang karena mereka terlambat melakukan reservasi, penginapannya sudah terlanjur penuh. Ada juga yang bilang itu karena diskriminasi, orang dari Nazaret susah diterima di penginapan. Tapi sudahlah, apapun alasannya, malam itu Yesus dilahirkan di kandang ternak, dibungkus dengan lampin dan dibaringkan di dalam palungan.

Kalau kita memperhatikan adegan ini, ini bukan adegan yang terlalu sedap untuk dipandang. Bayi di kandang ternak? Bagaimana dengan bau khas kambing domba di kandang? Tidakkah itu tidak terlalu sehat bagi sang bayi?

Dari sini saja kita sudah bisa merenungkan satu hal berharga. Ketika kita mau merayakan kelahiran Yesus, dan kita memikirkan kehebohan, keramaian, kemegahan atau kemewahan perayaannya, kita pertama-tama harus ingat dulu, bahwa Yesus tidak lahir dalam kehebohan, keramaian, kemegahan atau kemewahan seperti itu. Dia lahir dalam kesederhanaan, kalau tidak mau dikatakan: kekurangan.

Saya merasa dekorasi natal di berbagai acara belumlah seperti aslinya. Banyak yang berusaha menghadirkan gambaran kandang ternak, tempat kelahiran Yesus dengan semirip-miripnya, namun satu hal yang menjadi ciri khas kandang ternak justru tidak pernah dihadirkan dalam dekorasi Natal. Anda tahu apa itu? Itu adalah bau khas ternak. Katanya Yesus lahir di kandang hina, tapi kok malah wangi pengharum ruangan yang tercium? Kalau mau asli, harusnya “wanginya” juga disesuaikan seperti aslinya.

Yesus tidak lahir dalam kehebohan, keramaian, kemegahan atau kemewahan. Yesus lahir dalam kesederhanaan bahkan kekurangan.

Dia datang untuk membawa sukacita, damai sejahtera, kemenangan, kepada manusia yang sedang terpuruk. Manusia yang hidup dalam dosa-dosanya, yang terikat dan terbelenggu oleh persoalan-persoalan yang menindih dan menindasnya, yang tidak bisa melepaskan diri sendiri dari semua ikatan dan belenggu itu.

Manusia yang hidup dalam kegelapan yang gelap pekat, yang tersesat, tidak tahu harus melangkah ke mana, karena bahkan tidak bisa membedakan kaki kiri dan kaki kanannya. Kalau kita melihat seperti apa kehidupan keagamaan di Israel di saat Yesus hidup, kita bisa melihat hal itu nyata sekali.

Manusia hidup terikat dan terbelenggu, dan berjalan tanpa arah, karena mereka yang harusnya menjadi gembala malah mencari keuntungan untuk diri sendiri. Kepada manusia yang demikian, sesungguhnya bayi Yesus, juruselamat dunia, sang Kristus itu, hadir.

Kemudian kita bisa melihat juga, berita kelahiran Yesus ini diberitakan pertama kali oleh malaikat Tuhan. Tuhan secara khusus mengutus malaikat untuk datang ke dunia dan memberitahukan kabar sukacita ini kepada manusia.

Kira-kira di manakah berita ini diperdengarkan? Oh, ternyata bukan di tempat yang heboh, ramai, megah, atau mewah! Malaikat Tuhan datang ke padang penggembalaan, jauh di luar kota. Di sana sedang berkumpul gembala-gembala bersahaja, yang sedang beristirahat setelah seharian menjaga ternak-ternak mereka.

Kepada orang-orang yang tidak terlalu dianggap oleh masyarakat dalam kenyataan hidup sehari-hari inilah, Tuhan mengutus malaikat untuk memberitakan “Headline News”, “Kabar Terkini” bagi seluruh umat manusia: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.” Haleluya!

Lebih dahsyat lagi ketika melihat bagaimana para malaikat mengiringi berita yang disampaikan itu dengan paduan suara agung yang memenuhi langit, memberikan hiburan gratis kepada para gembala. Wah, saya hanya bisa membayangkan kesempatan untuk mendengarkan paduan suara kelas dunia, semacam London Philarmonic atau Vienna Boys Choir, namun para gembala sederhana ini disajikan paduan suara para malaikat! Luar biasa!

Lalu bagaimana dengan Natal kita? Anak-anak kami bertanya lagi. Nah, itu dia nak. Natal adalah kabar sukacita kepada mereka yang paling terpuruk, paling butuh keselamatan, kelepasan, dan kemerdekaan.

Natal adalah berita damai sejahtera kepada mereka yang paling butuh damai. Mereka yang hidup dalam kegelisahan, kekuatiran, ketakutan, kecemasan, karena tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, karena penindasan dan ketidakadilan. Natal adalah untuk mereka yang seperti itu.

Lalu bagaimana dengan kita? Ah, bukankah kita dulu sebelum ditemukan oleh kasih karunia Allah, adalah persis seperti itu? Kita hidup untuk memenuhi keinginan daging kita, hidup mementingkan diri sendiri, dengan tidak mempedulikan orang lain, namun karena begitu besar kasih Allah kepada kita, Dia datang dan menemukan kita, dan mengajarkan kita hidup yang berarti.

Jadi, mari rayakan Natal kita tahun ini dengan mensyukuri rahmat yang telah Tuhan berikan kepada kita. Mari rayakan Natal kita dengan mengingat bahwa Yesus Kristus lahir ke dunia ini dengan begitu bersahaja, bahkan dalam kekurangan, karena Allah ingin membebaskan kita yang dalam keterpurukan dan kegelapan yang paling gelap.

Mari rayakan Natal ini dengan membawa pesan sukacita ini kepada mereka yang masih dalam keterpurukan dan kegelapan itu. Natal bukan saatnya untuk hura-hura dan menghambur-hamburkan uang untuk memuaskan ego dan keinginan daging kita.

Natal bukan saatnya untuk pamer kekayaan dan kemewahan di sana-sini. Natal adalah saatnya untuk memamerkan solidaritas dan kasih Allah yang dinyatakan dengan tidak tanggung-tanggung oleh Yesus Kristus yang lahir di kandang ternak yang hina di kota kecil Betlehem.

Natal adalah saatnya untuk memberitakan dengan lantang, solidaritas dan kasih itu, dengan mendatangi tempat-tempat terpencil seperti padang penggembalaan Effata! Natal adalah saatnya untuk membuktikan bahwa kasih itu bukan hanya sekedar slogan atau pencitraan, tetapi kasih adalah tindakan nyata, yaitu kerelaan untuk dibungkus dengan kain lampin dan terbaring di dalam palungan.

Mari, jangan biarkan Natal Anda tahun ini kehilangan makna hanya oleh gebyar diskon di pusat perbelanjaan. Mari kembali kepada sang bayi Natal yang sederhana di Betlehem itu, dan mari bergabung dengan sukacita para gembala tak bernama di padang Effata.

Mari rayakan kasih karunia Allah, sukacita besar bagi seluruh bangsa itu, dengan cara yang sesungguhnya. Tuhan begitu mengasihi kita, mari kita belajar hidup di dalam kasih-Nya. Amin.

 

Foto : Dekorasi Natal (Koleksi Pribadi)

Kuasa Kata

Tahukah Anda bahwa “kata” mempunyai kuasa? Sebuah kata memiliki kuasa, tergantung kepada siapa yang mengucapkan kata itu. Seorang perwira Romawi yang datang kepada Yesus dalam cerita Injil Matius (Mat 8:5-13), mengetahui betul hal itu.

Dia meminta Yesus menyembuhkan hambanya, namun Yesus tidak perlu datang ke rumahnya. Yesus cukup mengucapkan “sepatah kata” saja, dan hambanya akan sembuh. Perwira Romawi ini yakin siapa Yesus, yaitu Dia yang berkuasa menjadikan segala sesuatu dengan sepatah kata (kata=word=firman).

Lalu bagaimana dengan “kata-kata” kita? Yesus mengatakan Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya. (Markus 11:23).

Wow. Jika kita percaya, “kata-kata” kita pun memiliki kuasa yang dahsyat. Persoalannya adalah apakah kita sudah mencobanya? (Atau, apakah kita benar-benar percaya?)

Banyak orang sesungguhnya mempraktekkan “kata-kata” yang penuh kuasa pada dirinya, namun kebanyakan dengan negatif. Kita sering berkata “sial benar aku hari ini”, “bodoh sekali apa yang kulakukan”, dan seterusnya. Jika kita sungguh percaya kepada Allah sebagai Bapa yang maha kasih, yang rancangannya adalah kebaikan dan damai sejahtera bagi kita, seharusnya itu tercermin dalam kata-kata yang kita ucapkan juga.

Semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semua itu (Filipi 4:8), dan jika itu ada di dalam hati kita, tentu akan terlihat melalui kata-kata kita.

Sang Pengkhotbah juga menulis begini “Perkataan orang arif itu seperti tongkat tajam seorang gembala, tongkat yang dipakainya untuk melindungi dombanya. Kumpulan amsal dan nasihat, seperti paku yang tertancap kuat. Semua itu pemberian Allah juga, gembala kita yang satu-satunya.” (Pengkhotbah 12:11 BIS).

Kata-kata yang keluar dari mulut orang yang memiliki otoritas dalam kasih karunia Allah, akan mendatangkan damai sejahtera, yang menginspirasi, membangkitkan semangat yang patah, dan mengobarkan api yang hampir padam.

Ah, saya mau mengucapkan “kata-kata” yang keluar dari iman saya kepada Allah, sang Bapa yang baik itu. Saya mau menikmati “memindahkan gunung” dalam hidup saya bersama-Nya. Mau mencoba? Ayo!