Tag Archives: Radikal

Menangkal Kaum Radikal, Sisihkan Minimal 3 Menit Berdoa

Rekan-rekanku sebangsa dan seperjuangan di mana pun Anda berada. Sudah baca mengenai kisah ibu dr Fiera Lovita dari RSUD Solok?

Sebagai akibat apa yang ditulisnya di status FB milik pribadinya, sekelompok kaum radikal mengintimidasi dia dan kedua anaknya yang masih kecil. Menurut berita terbaru, akibat peristiwa itu, dia dan keluarga sudah dipindahkan ke Jakarta.

Itu hanya salah satu contoh kecil di negara kita. Dalam kondisi semakin sulit seperti itu, apa yang harus kita lakukan? Banyak, jika kita mau berjuang bersama. Kita tidak boleh diam.

1. BERDOA.

Ketika umat Gereja perdana mengalami berbagai macam ancaman, Alkitab mencatat: “Berserulah mereka bersama-sama kepada Allah” (Kisah 4:24). Karena itu, turutlah berjuang menangkal kaum radikal dan intoleran. Atau istilah saya, kaum perusuh dan pengacau.

Mungkin ada benar-benar masih belum biasa berseru dan turun ke jalan. Masih ragu dan takut. Baik, sebelum Anda mendapat keberanian dari Allah, berjuanglah melalui doa. Tidak ada yang Anda takut kan ketika berdoa?

2. MOHON KEADILANNYA.

Banyak orang Kristen SALAH memahami Alkitab. Mereka hanya berdoa untuk kasih dan pengampunan Allah. Padahal, kasih dan keadilan TIDAK dapat dipisahkan.

Bahkan ketika kita menunjuk SALIB KRISTUS, di sana TIDAK hanya ada kasih dan Allah yang mengampuni umat berdosa. Akan tetapi di salib itu juga sangat nyata KEADILAN ALLAH.

Itu sebabnya Yesus harus menerima murka Allah yang seharusnya ditimpakan kepada kita orang berdosa. Tanpa itu, kasih dan pengampunan mustahil terjadi. Mohon dibaca dan teliti Efesus 2:3-4.

Dalam Perjanjian Lama, raja-raja lalim seperti Nebukadnezar mengalami penghukuman Allah. Demikian juga, dalam PB, raja Herodes MATI mendadak karena ditampar malaikat Tuhan. Itu akibat kesombongan dan kesewenang-wenangannya (Kisah Rasul 12:23).

Mari kita doakan besok hari di Gereja dengan sungguh-sungguh agar Allah menghukum semua orang, kelompok perusuh dan pengacau di Ibukota dan di Indonesia.

3. BERSATU KITA TEGUH.

Kita sudah sangat akrab dengan istilah di atas. Karena itu, mari terus membangun kesatuan, rapatkan barisan, jangan mau dipecah-pecah.

Dalam kesatuan itu juga kita berjuang dalam doa. “DOA ORANG BENAR BILA DENGAN YAKIN DIDOAKAN, BESAR KUASANYA” (Yakobus 5:16b).

Mari kita sama-sama menyebut nama-nama orang dan kelompok itu kepada Allah yang MAHAKUASA dan MAHAADIL. Kiranya Herodes dan Nebukadnesar masa kini juga dihukum Allah. Sesungguhnya Allah TIDAK TERTIDUR. Demikianlah tertulis dalam Taurat Musa:

Aku telah MEMPERHATIKAN kesengsaraan umatKu…Aku MENGETAHUI penderitaan mereka… .(Keluaran 3:7)

4. ALLAH MEMBERI KELEPASAN.

Apa hasil perjuangan doa itu? Kita membaca: “Aku telah turun MELEPASKAN mereka…”

Mengapa mereka terlepas? Alkitab mencatat: : “SERUAN mereka telah sampai kepadaKU” (ayat 9).

Baik, mari kita berseru-seru kepada Allah kita, dan mari kita nantikan jawaban doa kita. Selamat beribadah.

Soli Deo gloria.

 

Pdt. Dr. Ir. Mangapul Sagala, MTh.

Penulis adalah Alumnus Fakultas Teknik UI Doctor Theology dari Trinity Theological College, Singapore, Cambrige, Roma.

Apakah Salah Menjadi Radikal

Apakah salah menjadi radikal? Menurut saya, sebenarnya tidak. Radikal menjadi orang jujur, misalnya, saya pikir itu perlu.

Menjadi radikal baru salah ketika misalnya kita menyakiti orang lain. Sebagai orang jujur yang jadi radikal, misalnya, dia tidak salah selama dia memang sungguh-sungguh mengungkapkan kebenaran dan tidak dilandasi dendam kepada orang yangg diungkap kesalahannya.

Lalu apakah menjadi seorang penganut kepercayaan tertentu yang radikal adalah salah? Tentu tidak juga.

Kalau kita mau mencintai Tuhan dengan sungguh-sungguh, tidak setengah hati kadang taat kadang tidak taat, ya kita harus radikal.

Yang menjadi bermasalah adalah kalau kita radikal dan kemudian menganggap yang lain atau yang berbeda dari kita salah. Mengapa demikian?

Alasannya menurut saya adalah:

1. Urusan kepercayaan kepada Tuhan pada dasarnya adalah urusan “pertemuan pribadi/kelompok” antara Tuhan dengan seseorang/kelompok orang. “Pertemuan” saya denganNya tentu berbeda dengan “pertemuan” anda denganNya.

Pemahaman siapa TUHAN buat orang Islam, Kristen, Budha, Yahudi, Hindu, dan sebagainya tentu tidak mungkin sama. Jadi, kita tidak bisa begitu saja menghakimi orang lain benar atau tidak dalam beragama, baik yang seiman dengan kita, apalagi yang tidak seiman.

2. Sejarah kehidupan manusia membuktikan bahwa keragaman itu memang ada atau setidaknya diizinkan ada oleh DIA yang disebut TUHAN. Jangankan soal keyakinan, hewan, tumbuhan, planet, benda-benda langit aja semua berbeda-beda, apalagi soal keyakinan. Berangkat dari poin 1, jelas sejarah membuktikan agama/kepercayaan/keyakinan itu adalah hasil pertemuan pribadi/kelompok. Kalau tidak demikian, bagaimana mungkin agama X lahir di tanah Y atau agama A lahir di kota B?

Ada Sunda Wiwitan di tanah Pasundan, ada Yahudi di tanah Israel dan Palestina. Sebagai manusia yang terbatas, kita diberi kemampuan untuk bisa melihat bahwa TUHAN itu memakai dan bekerja di dalam sejarah manusia menurut keterikatan manusia sendiri dengan asal-usulnya. Jadi walaupun mungkin dalam kitab suci ada tugas misi untuk menyatakan kebenaran keyakinan, jangan lupa bahwa diterima atau tidaknya misi itu tetap tergantung pada “pertemuan orang/kelompok orang” yang menerima misi itu dengan TUHAN. Justru di sini nyata kebesaran TUHAN tidak bisa kita batasi dengan rencana dan usaha kita.

3. Walaupun TUHAN menciptakan kita beragam, tapi ada 1 hal yang hampir pasti dimiliki semua individu, yaitu akal budi dan hati nurani, walaupun mungkin pemahaman akan keduanya bisa berbeda2 sesuai agama/kekhasan budaya kita. Keduanya sepertinya memang diberikan TUHAN untuk jadi penyaring buat manusia memilih yang benar dan yang salah, yang wajar dan layak atau tidak. Nah, kalo keradikalan kita sudah sampai bertentangan dengan akal budi dan hati nurani, yang berarti bertentangan dengan kemanusiaan, maka keradikalan kita bukan lagi keradikalan yang memang bermanfaat buat kita, sesama apalagi semesta. Sederhananya sebagai contoh, seluruh perang agama dalam sepanjang sejarah manusia jelas merugikan manusia itu sendiri, baik yang jadi kawan, lawan atau bahkan penonton, dan tentunya merugikan juga alam sekitarnya.

Maka, apakah keradikalan kita adalah keradikalan yang membawa manfaat atau tidak? Apakah keradikalan kita membawa damai atau tidak? Apakah keradikalan kita bertentangan dengan kemanusiaan atau tidak? Pada titik inilah kita perlu merenung dan mengambil keputusan untuk semakin sejati menjadi manusia yang sesungguhnya.