Tag Archives: Martabak

Martabat dan Martabak

Martabat dan Martabak.
Kedua kata itu hanya dibedakan oleh satu huruf saja, yakni K dan T. Lain huruf terakhir, tapi lain sekali artinya.

Martabak itu adalah makanan, yang tertentu harganya dan bisa dipegang karena materi, sedangkan martabat adalah harga diri, yang tak ternilai harganya dan tidak bisa dipegang karena bukan materi.

Keduanya memiliki perbedaan nilai yang sangat signifikan, bahkan sebenarnya tak dapat dibandingkan.

Bila kita kehilangan martabak, gampang saja solusinya, balik lagi ke tukang martabak lalu beli lagi. Tetapi kalau kita kehilangan martabat…? Wah… Bagaimana mengembalikan atau memulihkannya? Sepuluh tahun pun mungkin tidak cukup, bahkan sampai akhir hayatpun mungkin tak kunjung pulih.

Tetapi keduanya bisa dijual, baik martabak maupun martabat. Kita semua tahu bagaimana menjual martabak.

Tetapi bagaimana sampai seseorang menjual martabatnya?

“Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.”

(I Tim 6: 9,10).

Perhatian, perhatian..! Ayat-ayat ini bukan untuk menegor orang kaya, tetapi sesuai konteksnya (ayat 6 dan 7) Paulus sedang menegor mereka yang tidak pernah merasa cukup.

Mereka menjual martabat demi ‘martabak’ (baca: materi). Begitulah kehidupan para koruptor dan mereka yang menghalalkan segala cara tanpa peduli kebenaran.

Tapi ingat kedua kata itu hanya berbeda satu huruf saja. Bagaimana dengan doa-doa Anda selama ini? Apakah Anda lebih banyak berdoa agar Tuhan memberi ‘martabak?’

Apakah Anda mengukur berkat Tuhan dengan sejumlah ‘martabak’? Kalau demikian apa bedanya Anda dengan mereka itu? Atau martabat-kah yang lebih Anda doakan dalam hidup Anda? Martabat yang mencerminkan kehidupan sebagai anak-anak Allah,yang lapar dan haus akan kebenaran?

Tertulis dalam Matius 6:33; Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.

-*-
Foto: Pixabay

Martabak dan SMS

Suatu malam (di Jakarta), di suatu hari minggu, saya dan istri pergi berbelanja. Pulangnya, istri saya terpikir untuk membeli martabak untuk anak-anak.

“Kayaknya Kharis sedang lapar nih,” kata istri saya. Lalu kami mampir ke tukang martabak langganan kami.

Sampai di rumah ternyata anak-anak kami sudah masuk kamar mau tidur. Lalu istri saya masuk kamar dan ternyata Kharis belum tidur.

“Ris, kamu sedang memikirkan apa?” tanya istri saya. “Martabak,” jawabnya. “Kan aku sudah SMS Papa minta beli martabak,” katanya lagi.

Lalu saya cek SMS, ternyata HP saya mati. “Wah, Ris ternyata SMS kamu terkirim ke hati Mama,” kata saya. Merenungkan kejadian itu, terpikir oleh saya tetang sensitivitas seorang ibu terhadap anaknya.

Apa artinya ini? Kalau manusia bisa punya sensitivitas sedemikian, apalagi Tuhan Allah kita!

Kata Tuhan Yesus: “Akan tetapi Bapamu Bapamu yang di Surga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. (Mat. 6:32).

Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking?

Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga!
Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” (Luk 11: 12,13).

-*-
Foto: Pixabay