Tag Archives: Kekerasan

Jangan Lakukan Kekerasan Anak dan Jangan Sebar Identitas Anak Korban Persekusi

Sehubungan dengan kasus persekusi terhadap anak yang dilakukan oleh sejumlah orang di Cipinang Muara, Jakarta Timur pada Rabu 31 Mei 2017 lalu, Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (PKTA) mengimbau kepada masyarakat, media, dan semua pihak untuk meningkatkan kepekaan terhadap hak-hak anak demi kepentingan terbaik anak dengan melindungi anak dari segala bentuk kekerasan fisik maupun psikis.

PKTA juga meminta untuk tidak menyebarkan profil atau foto atau video anak yang menjadi korban persekusi demi proses pemulihan fisik dan mental si anak serta melindungi identitas anak.

Aksi kekerasan terhadap anak itu terekam di depan kamera dan kemudian videonya telah tersebar di berbagai akun media sosial maupun media lainnya. Aliansi PKTA mengapresiasi respons kepolisian dan beberapa organisasi peduli anak yang telah bertindak cepat mengusut kasus, melindungi dan mendampingi anak yang menjadi korban.

Aliansi PKTA meminta pemerintah, pihak kepolisian, dan semua pihak yang terkait untuk mengusut tuntas kasus kejahatan terhadap anak ini.

Menurut berbagai pemberitaan media yang ada, kejadian yang terjadi di Cipinang Muara Jakarta Timur ini diawali dengan postingan facebook si anak yang diduga menghina pimpinan organisasi masyarakat (ormas) FPI, HRS. Postingan inilah yang kemudian mendorong sejumlah anggota ormas tersebut untuk datang menghampiri
dan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak korban.

Video yang berdurasi 2 menit 19 detik tersebut berisi intimidasi dan kekerasan fisik terhadap seorang anak yang diduga masih berusia 15 tahun. Dari video yang tersebar, terlihat sang anak tersebut juga dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan di atas materai.

Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak pada tahun 1990 dan telah mengharmonisasikannya ke
dalam perundang-undangan nasional, dan karena itu berkewajiban mengambil tindakan yang tepat dalam
melindungi anak dari segala bentuk kekerasan fisik dan/ atau psikis.

Tidak ada satu pun bentuk kekerasan terhadap anak yang dapat dibenarkan sehingga di dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, ancaman pidana diberikan bagi setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak.

Di dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 59 disebutkan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan Perlindungan Khusus dan pendampingan kepada anak korban kekerasan fisik dan/ atau psikis.

Pasal 72 Ayat 1 juga menegaskan bahwa masyarakat (termasuk media massa) berperan serta dalam perlindungan anak baik secara perseorangan maupun kelompok. Selain itu, Peraturan Dewan Pers No. 6 Tahun 2008 tentang Kode Etik Jurnalistik pasal 2 poin f juga menekankan pentingnya “menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara”.

Karena itu, Aliansi PKTA menghimbau seluruh masyarakat, pemerintah dan media agar:

1. Melindungi anak dari segala bentuk kekerasan fisik maupun psikis dengan tidak menyebarkan profil atau foto atau video anak korban yang mengalami persekusi demi proses pemulihan fisik dan mental anak serta juga untuk melindungi identitas anak.

2. Mendorong penindakan sesuai hukum kepada pelaku tindakan kekerasan terhadap anak.

3. Bertindak pro aktif, jika menemukan kasus/ foto/ video persekusi untuk segera melaporkannya kepada pihak yang berwenang, seperti kepolisian (110), Kementerian Sosial (1500771), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (08212575123).

Sekretariat Aliansi PKTA:
Wahana Visi Indonesia Jl. Graha Bintaro Blok GB/GK 2 No.09, Pondok Aren, Tangerang Selatan 15228
Telp: +62 21 2977 0123 | Fax +62 21 2977 0101 | email: aliansipkta@gmail.com

Profil Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (PKTA) adalah koalisi masyarakat sipil Indonesia yang anggotanya terdiri dari organisasi-organisasi yang memiliki kesamaan tujuan dalam memperjuangkan penghapusan kekerasan terhadap anak di Indonesia.

Aliansi PKTA memiliki visi meningkatnya dampak dari peran organisasi masyarakat sipil dalam mendukung pencapaianTujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/ SDGs) Target 16.2 dan target terkait lainnya untuk menghentikan perlakuankejam, eksploitasi, perdagangan, dan segala bentuk kekerasan dan penyiksaan terhadap anak, melalui kolaborasi dan aksi bersama dalam kerangka kemitraan global, regional, nasional dan daerah.

Anggota Aliansi PKTA saat ini terdiri dari 21 organisasi non-pemerintah, sebagai berikut:
1. Aliansi Remaja Independen
2. ChildFund Indonesia
3. Ecpat Indonesia
4. HI-IDTL
5. ICJR
6. ICT Watch
7. MPS PP Muhammadiyah
8. PKBI
9. Plan International Indonesia
10. Puskapa UI
11. Rifka Annisa
12. Rutgers WPF Indonesia
13. SAMIN
14. Sejiwa
15. Setara
16. Smeru
17. SOS
18. TDH
19. Wahana Visi Indonesia
20. Yayasan Sayangi Tunas Cilik
21. Youth Network on Violence Against Children

Cukup Adit, Jangan Biarkan Jatuh Korban Lagi

“Bunda, adik tidur ya. Adik sakit.”

Itu kalimat terakhir Aditya Fadilah, bocah 4 tahun, kepada ibunya, Siska, 23 tahun. Bocah yang tinggal di Palembang, Sumatera Selatan ini, tak bangun-bangun lagi.

Ketika polisi memeriksa jenazahnya, ya Tuhan, ditemukan jejak-jejak penyiksaan. Ketahuan, sang ibulah yang diduga menyiksa bocah itu. Sebelum tidur, sang ibu memukul, menggigit, dan menendang ulu hati anaknya.

Mengerikan sekali.

Saya punya anak berusia hampir 2 tahun. Sebagai orangtua, kadang-kadang saya juga marah kalau kelakuannya menjengkelkan.

Tapi ketika air matanya bercucuran, kemarahan di dada pun langsung lenyap tak berbekas. Saya kira, begitulah cinta.

Sulit membayangkan, seorang ibu bisa menyakiti anaknya sedemikian rupa. Meskipun persoalan rumah tangga yang membikin stres dan marah, tak semestinya kemarahan dilampiaskan pada anak-anak.

Kekerasan terhadap anak atau child abuse bukanlah hal yang main-main. Child abuse ini sebetulnya tak sekadar penyiksaan fisik.

Mengabaikan kebutuhan anak, membiarkan mereka tanpa pengawasan, situasi berbahaya, atau membuat anak merasa tak berharga atau bodoh, ternyata juga termasuk child abuse.

Kekerasan fisik hanya satu tipe dari child abuse. Pengabaian dan penyiksaan secara emosi, juga memberikan dampak yang sama buruknya dengan penyiksaan fisik. Malah lebih parah, sebab karena sifatnya yang subtil, orang lain cenderung mengabaikannya.

Child abuse juga tak hanya dilakukan oleh orang-orang yang jahat. Keluarga terdekat pun bisa jadi abuser. Di keluarga yang terlihat bahagia, child abuse bisa terjadi tanpa diketahui orang lain.

Korban penyiksaan ketika dewasa bisa jadi juga akan mengulangi penyiksaan itu kepada anak-anaknya secara tak sadar.

Tetapi, ada juga korban penyiksaan yang akhirnya tumbuh dewasa dengan motivasi kuat untuk melindungi anak-anaknya dari child abuse. Seharusnya, beginilah yang terjadi.

Hal yang memprihatinkan, kasus yang menimpa Adit ternyata bak fenomena gunung es. Kasus Adit hanya satu dari begitu banyak kasus child abuse di Indonesia.

Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia, sampai 2015, selama periode 4 tahun, mereka sudah menerima 16.000 lebih laporan kekerasan terhadap anak di 34 provinsi dan 179 kota.

Sebanyak 50 persen kasus melibatkan kekerasan seksual, yang bisa berujung pada pembunuhan. Kasus lain berupa penyiksaan fisik, penculikan, eksploitasi ekonomi, dan penyelundupan anak.

Nah, yang memprihatinkan dari fakta itu adalah, 93 persen pelaku adalah orang dekat korban, termasuk ayah dan ibu.

***

Saya percaya, Tuhan tak menitipkan anak pada kita untuk disakiti dan disiksa sedemikian rupa. Lewat anak, Tuhan mengajari kita untuk mengasihi dan berkorban.

Ayah dan ibu, kakak-adik, Om-Tante, mari melihat anak-anak sebagai manusia, yang punya hak untuk tumbuh merdeka dari berbagai kekerasan.

Saya percaya, teladan hidup, adalah guru terbaik untuk mengajarkan apa saja kepada anak. Segala sesuatu, mulailah dari diri sendiri terlebih dahulu. Saya juga belum sempurna. Karena itu saya tak berhenti berusaha.

Setelah dari diri sudah berusaha, ada upaya lain, menurut saya, yang bisa kita lakukan untuk membantu mengatasi agar tak jatuh korban Adit-Adit lainnya.

Stand with them. Kalau melihat child abuse di sekitar kita, jangan diam saja. Peringatkan pelaku, siapapun dia, akan bahayanya perlakuan itu.

Kita pun bisa melaporkan peristiwa child abuse kepada pihak berwajib, termasuk ke KPAI. Selain kesaksian, ambillah foto supaya alat buktinya kuat.

Foto: Pixabay/Unsplash