Tag Archives: Inspirasi

Akibat Dosa dan Keserakahan

Dalam hal tertentu, sesuatu yang ‘terlalu’ itu baik. Misalnya, karena Allah yang terlalu mengasihi kita, sehingga Ia merelakan Anak-Nya menjadi manusia dan mati untuk dosa-dosa kita. 

Tapi kadang, apa yang terlalu itu juga kurang baik. Contohnya makanan yang terlalu manis, kurang baik bagi kesehatan kita. 

Begitu juga dalam hal lain. Seorang yang terlalu lama berkuasa tidak bagus, akan cenderung menjadi otoriter. Seseorang yang memiliki kekuasaan yang terlalu besar, juga tidak baik. Selain otoriter, dia bisa menjadi penguasa yang lalim.

Lord Acton, seorang profesor sejarah modern di Universitas Cambridge punya adagium yang terkenal: “Power tend to corrupt and absolute power corrupt absolutely”. Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan yang absolut, pasti akan korup.

Jauh sebelum Acton bicara, Allah sudah memperingatkan bangsa Israel tentang kekuasaan yang korup dan sewenang-wenang. Melalui Nabi Mikha, Allah memperingatkan mengenai ketidakadilan sosial dan penguasa yang menyalahgunakan kekuasaannya dan merampas hak orang lain.

Pada Mikha 3: 9-12, Firman TUHAN memberikan kita contoh penguasa yang lalim, penguasa yang menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka itu penguasa yang muak terhadap keadilan dan membengkokkan segala yang lurus (ayat 9). Mereka juga mendirikan kekuasaannya dengan darah dan kelaliman (ayat 10).

Apa yang sudah lurus, malah dibengkokkan. Tatanan hidup moral rakyat yang berlandas pada Taurat TUHAN, malah dirusak. Mereka menolak dan mengabaikan hukum TUHAN yang mengatur hidup, dan yang menjadi landasaan hidup masyarakat Israel pada masa itu.

Bahkan kekuasaan didirikan dengan sampai menumpahkan darah dan perbuatan lalim. Dan bukan cuma itu yang terjadi. Di ayat 11 kita menemukan bahwa mereka yang memiliki kekuasaan hukum juga sudah suap. Kalau di zaman sekarang, otoritas hukum ini antara lain polisi, jaksa, dan hakim. Kalau ketiga otoritas ini bisa disuap, maka tidak ada lagi keadilan. Orang yang tadinya tidak bersalah bisa diputus tidak bersalah dan sebaliknya. Yang penting, wani piro?  

Lalu ada juga golongan imam atau rohaniawan yang mengajar bukan untuk mendidik orang dalam kebenaran, tetapi karena ada bayaran, seperti yang disebut di ayat 11. Begitu juga golongan nabi yang menenung atau dalam terjemahan lain “tells fortune” atau meramal, karena uang. Padahal ironisnya, para nabi ini sering berkata “Kita ini bersandar kepada TUHAN karena Bukankah TUHAN ada di tengah-tengah kita? Maka Tidak akan datang malapetaka menimpa kita!” 

Para nabi itu sebenarnya tidak lagi bersandar kepada TUHAN melainkan kepada uang. Uang dianggap bisa menentukan peruntungan dan masa depan seseorang dan bukan TUHAN!

Segala yang dilandasi karena motivasi akan uang ujung-ujungnya akan melenceng dan korup. Tidak ada lagi tempat TUHAN di sana. Ketika pemimpin agama telah dikendalikan uang, sesungguhnya mereka tidak lagi melayani TUHAN, melainkan melayani mamon, yaitu uang dan keserakahan. Matius 6:24 berkata: “Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”

Jadi, bisa kita bayangkan situasi pada waktu moralitas Israel sedang buruk-buruknya. Penguasa menjadi lalim dan otoriter, aparat hukum bisa disuap, para rohaniawan sudah dikuasai uang dan keserakahan. Bagaimana dengan rakyat? Kalau penguasa saja seperti itu, yang terjadi pada rakyat adalah: Kalau tidak ikut-ikutan menjadi lalim, ya menjadi korban kelaliman itu sendiri.

Itulah sebabnya, tidak ada jalan keluar lagi. Nabi Mikha menyampaikan pesan TUHAN yang penting di ayat 12. Dia menyatakan bahwa Sion akan dibajak seperti ladang dan Yerusalem akan menjadi timbunan puing, serta gunung bait Suci akan menjadi bukit berhutan.

Membajak ladang itu tindakan yang menghancurkan tanah yang keras agar bisa ditanami tanaman. Orang Israel yang keras hati perlu diremukkan dan dihancurkan. Maka TUHAN akan menyerahkan bangsa itu ke tangan bangsa lain. Harga diri mereka yang tinggi diruntuhkan. Mereka akan menjadi bangsa buangan, tidak punya identitas, nasibnya ditentukan oleh bangsa lain.  

Yerusalem akan menjadi timbunan puing. Ini nubuatan tentang kehancuran kota Yerusalem yang megah, yang sebelumnya menjadi pusat sosial, budaya, politik, dan agama bangsa itu, sebelum hancur pada abad 8 SM, ketika bangsa Babel datang. Kota mereka dibakar dan dihancurkan. Tak ada yang tersisa pada apa yang dulu mereka bangga-banggakan. 

Bahkan bukit Bait Allah yang dibangun oleh Raja Salomo pada abad ke-10 SM untuk menggantikan Kemah Suci, dirobohkan dan dihancurkan oleh Bangsa Babel di bawah Nebukadnezar pada tahun 586 SM. Bukit itu ditinggalkan dan menjadi semak-semak dan hutan.

Sedih sekali kalau kita bisa membayangkan keadaan pada masa itu. Semua terjadi karena dosa dan keserakahan. Firman ini memberitahu kita betapa mengerikannya dampak dosa dan keserakahan. Tidak hanya mengubah tatanan yang baik menjadi buruk, tapi pada akhirnya adalah kehancuran belaka.

Perbuatan dosa akan selalu ada ganjarannya. TUHAN kita memang penuh kasih dan pengampunan. Tapi kita perlu tahu bahwa TUHAN juga Maha Adil. Untuk setiap perbuatan jahat pasti ada ganjarannya. Jadi mari berhenti melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, sebelum semuanya menjadi terlambat, Ketika kita tidak lagi punya kesempatan untuk bertobat.

Firman TUHAN di 1 Yohanes 3:6 berkata: “Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia.” 

Seperti kata Firman TUHAN, Tetaplah di dalam Dia. Maka kita tidak akan berbuat dosa. Mari terus membangun pengertian yang benar tentang Yesus, Sang Kebenaran, yaitu dengan bergaul dengan FIrman TUHAN. Berapa kali Anda baca Alkitab dalam sehari? Apakah Alkitab menjadi kompas hidup saudara? Pengertian yang benar akan semakin menguatkan iman kita kepada-Nya.

Dan “berada di dalam yang benar” artinya kita tinggal dalam hidup yang berpatokan pada hidup Yesus sendiri. Bagaimana Yesus hidup sebagaimana yang diceritakan di dalam kitab Injil, begitulah seharusnya kita menjalani dan melakukan kehidupan kita.

Saya percaya, itu akan membantu kita lepas dari jeratan dosa. Tapi kalau jatuh lagi, bangkit lagi, berjuang lagi. Selama kita masih hidup, itu artinya kita masih diberikan kesempatan oleh TUHAN. Jangan sia-siakan, sebelum semuanya terlambat.

Hormati Karya Orang Lain

Sebagai praktisi hukum dan penulis amatiran, saya di belakang JRX – SID dalam kasusnya dengan pedangdut Via Vallen.
Saya Mendukung JRX-SID!

Hormatilah karya orang lain!

Mencipta suatu karya, sesederhana apapun, tidak semua orang bisa, dan tak setiap saat bisa dilakukan. Proses kreatif itu membutuhkan keahlian dan kesempatan.

Ide dan momentum yang melahirkan suatu karya pun tak selalu bisa dikondisikan; ada banyak hal yang menginspirasi suatu karya, kadang disebut “negative capability,” dan hanya mengikut (koheren) dalam diri (orang) tertentu atau sang pencipta suatu karya.

Perlu diketahui, setiap karya (tulisan, lagu, lukisan, foto, disain, dll) bagaikan anak kandung sang pencipta. Karena itulah selain “hak komersil”, pencipta berhak pula “hak moral” atas karyanya; maka jangan sembarang memanfaatkan atau mempermainkan, atau mengubah karya orang lain.

Tidak semua penulis lagu senang bila ciptaannya diubah jadi lagu berirama dangdut, atau seriosa/aria, misalnya. Pencipta memiliki hak moral, dan jangan bawel atas hak orang lain –atau jangan gunakan sama sekali.

Via Vallen yang sudah amat sohor dan meraup banyak uang, seharusnya menjalin komunikasi dengan JRX-SID tentang lagu yang dinyanyikan atau ditampilkan. Lebih baik lagi bila disampaikan semacam “disclaimer” berisi pernyataan bahwa dirinya tidak akan memproduksi dalam bentuk apapun medianya selain dinyanyikan di suatu pertunjukan. Di luar itu bukan tanggung jawabnya atau tim kreatif-manajemennya.

Belajarlah jadi orang berbudaya dengan cara menghormati karya cipta orang lain. Suatu tulisan (puisi, prosa, esai, dsb) boleh anda gunakan tanpa harus membayar, dengan syarat terlebih dahulu minta izin dari pengarangnya dan jangan ganti atau hilangkan nama penulisnya. Bila dihilangkan, berarti itikad sejak dari pikiran memang sudah tidak baik.

Namun membagikan (share) suatu tulisan atau foto atau lukisan/grafis/sketsa atau video di medsos bilamana ada fasilitas “share”, menurutku tanpa minta izin pun boleh namun silakan pula melakukan bila merasa perlu, atau supaya lebih afdol, sebab sudah dibuat fitur “share.” Tetapi jangan copypaste lalu menghilangkan nama penciptanya atau pemotret, yang sering berdalih ecek-ecek: “diambil dari postingan sebelah.”

Apa sih ruginya mencantumkan nama pengarang atau pencipta suatu karya karena toh pemegang hak cipta pun tahu kok itu bukan bermotif komersil, kecuali memang dimanfaatkan “si pengambil” untuk nyari duit?

Bahkan materi-materi yang diambil dari Google atau media Internet pun harus menyebut dari mana sumbernya, lebih elok lagi bila menuliskan pencipta/pemotret karya yang ditampilkan, meski hanya untuk bahan postingan di medsos.

Merepotkan? Kalau begitu jangan gunakan karya orang lain bila tak mau repot sedikit. Tampilkan saja hanya tulisan atau foto karya sendiri, orisinal, agar tak ada urusan dengan orang lain.

Ketahuilah, bila sudi menghormati karya orang lain, sesungguhnya itu menunjukkan kualitas diri sendiri di mata orang lain. Anda akan mendapat respek bila mau menghormati karya orang lain, meski tak disampaikan.

Bagi saya pribadi, karena saya sengaja membuka semua postingan untuk publik dan ada fitur “share,” silakan bila tertarik tanpa harus minta izin. Namun, untuk post hasil karya saya pribadi (esai, teks, foto) jangan dong dihilangkan nama saya. Mbok hargai dikit, waktu dan pulsa (selain pikiran) telah kukorbankan atau bagikan, tak ada pula imbalan materil. Mosok tega sih? Sering pula tak bisa terlihat yang nge-share, sengaja diumpetin.

Tega deh kamyuuu

Memonopoli Peci

Presiden pertama Indonesia, Soekarno, punya penampilan khas. Dia sering terlihat dalam berbagai kesempatan mengenakan peci.

Dalam buku otobiografi Bung Karno yang ditulis oleh Cindy Adams, sang presiden mengatakan alasannya selalu mengenakan peci.

Bung Karno mengatakan dia bertekad mengenakan peci sebagai lambang pergerakan. Media menyebut, Soekarno termasuk yang mempopulerkan tutup kepala itu.

Bisa jadi begitu. Sebab begitu populernya, sampai-sampai di kampung orangtua saya di Hinalang, di pelosok Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, sana, peci adalah atribut penting para bapak dan kakek. (Tentang Hinalang, kalian bisa baca lebih jauh di tautan berikut: https://goo.gl/wNOqUI dan https://goo.gl/N1sq6d)

Malah ada tradisi dalam kebudayaan Batak Simalungun, di mana para anak memberikan peci, sarung, dan tongkat kepada orangtua sebagai perlambang. Bahwa sang bapak sudah layak dipanggil Ompung (kakek).

Dan sejak saat itu namanya tak lagi dipanggil dengan namanya sendiri, atau predikat bapaknya si A atau si B, tapi berganti predikat menjadi ompungnya si C atau si D.

Coba deh perhatikan di makam-makam orang Batak, kalian suka menemukan predikat di bawah nama almarhum, Ompu si A atau Ompu si B, dan sebagainya. Nah, di tradisi kami, semua bermula dari pemberian peci, sarung, dan tongkat.

Peci adalah atribut yang sudah sangat melekat dalam komunitas kami. Sejak kapan? Saya tak tahu. Mungkin saja sejak masa perjuangan merebut kemerdekaan itu. Kakek saya, contohnya, adalah salah satu veteran pejuang kemerdekaan. Ada fotonya memakai seragam tentara dan mengenakan tutup kepala seperti peci.

Peci juga melekat dalam berbagai aspek kehidupan komunitas kami. Dari sekadar bercakap-cakap di warung kopi, beribadah di gereja, berkunjung ke berbagai perhelatan, terlibat dalam berbagai upacara adat, peci takkan ketinggalan. Malah Gotong (tutup kepala) khas simalungun, menggunakan peci sebagai dasarnya.

Saya bukan bermaksud mempertentangkan hal ini dengan orang-orang yang sibuk sekali mengklaim sana mengklaim sini lalu mempertentangkan penggunaan peci, memonopoli penggunaan peci, dan menolak orang di luar mereka mengenakan peci.

Mari melihatnya dalam kerangka kebangsaan saja. Bahwa peci dan sarung sekarang adalah bagian dari kebudayaan Indonesia. Tak perlu meributkan bahwa peci itu ciri agama tertentu atau budaya tertentu. Apa kalian tidak capek?

Saya tak menafikan kabar bahwa konon katanya peci adalah rintisan dari Sunan Kalijaga. Ada pula yang mengatakan, peci dibawa oleh Laksamana Cheng Ho, nahkoda muslim dari China.

Tak apa. Malahan saya bersyukur, karena peci bisa diterima secara universal oleh orang dari suku bangsa mana pun, dari agama apa pun. Keindonesiaan, menurut saya, seharusnya bisa mengeratkan kita dengan segala perbedaan kita.

Foto: commons.wikimedia.org/publicdomain

Debat Cagub DKI, Kiranya Pemilih Dikendalikan Tuhan

Setelah debat calon gubernur beberapa waktu lalu, banyak reaksi yang muncul memuji calon gubernur no.2 dan merendahkan cagub lain. Bahkan yg menyedihkan, ada pertemanan yang bubar gara-gara membaca komen: “Debat tadi malam seperti menghadirkan orang tua yang bijaksana menghadapi kedua anaknya. Yang satu terlalu ideal, bagai anak sulung yang banyak ide2 ideal. Yang satu lagi, bagaikan anak bungsu yg manja dan kebingungan”.

Membaca semua komentar itu, saya maklum. Namun ada beberapa catatan dan harapan saya.

1. Sebenarnya, hebat juga kedua Cagub saingan nomor 2 itu. Kehebatannya begini, bagaimana mereka masih berdiri mencoba menaikkan “bendera” ketika melihat bendera no.2 sudah berada tinggi berkibar megah di atas sana.

2. Maksud saya, siapa yang tidak bisa melihat prestasi cagub no.2 yang sedemikian fantastis? Saya kira, hanya yang menolak membuka mata yang tidak melihat. Nah, saya duga kedua Cagub termasuk melihat prestasi, karya-karya hebat itu. Di tengah kondisi demikian, mereka masih berani mencoba mempromosikan diri, apalgi masih dengan percaya diri dan berwacana “hebat” walau satupun belum terbukti, hebat sekali bukan?

3. Doa kita, kiranya dalam kondisi demikian, Allah tetap mengendalikan pemilih utk memilih calon yang terbaik, yang telah terbukti. Semua itu dilakukan demi kemajuan Jakarta, Indonesia dan tegaknya mutu dan kejujuran. Semoga.

 

Pdt. Dr. Ir. Mangapul Sagala, MTh.

Penulis adalah Alumnus Fakultas Teknik UI Doctor Theology dari Trinity Theological College, Singapore, Cambrige, Roma.

 

Foto: admin

Memfitnah Pekerja Media “Buzzer Penista Agama”, Selamat Menikmati Dusta yang Kau Tabur

Di kalangan pelaku kriminal, baik yang kelas teri, kakap, maupun paus, berlaku satu peraturan baku: jangan kau jadikan polisi sebagai korban kejahatanmu. Ya, kalimat seperti ini pun sering tersirat dalam adegan-adegan film produksi Holywood.

Di film Godfather produksi 1972, ketika Michael Corleone, anak bungsu dari sang Godfather Don Corleone, ingin membunuh seorang kepala polisi, semua anggota keluarga menjadi marah dan kesal. Polisi yang diincar padahal merupakan polisi korup, beking pedagang narkoba, dan dalang usaha pembunuhan sang ayah, Don Corleone.

Akhirnya, adegan film memperlihatkan bahwa eksekusi ke polisi korup tetap terjadi, namun banyak harga yang harus dibayar, bisnis mafia Godfather banyak yang mesti “shut down”, media harus dikontrol, dan Michael Corleone meninggalkan New York, AS, untuk mengungsi ke Italia sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

Intinya, aparat keamanan jangan dijadikan korban, karena kejahatan yang menimpa masyarakat awam saja bisa dibongkar oleh polisi, apalagi kalau yang jadi korban polisi itu sendiri.

Habis sampai ke akar-akarnya itu geng penjahat kalau berani. Aparat kepolisian punya semua sarana prasarana mumpuni yang diberikan secara sah oleh negara untuk memberantas kejahatan.

Apa yang dilakukan akun Facebook Eko Prasetia pun rasanya bisa sama seperti perumpamaan di atas.

Akun ini membuat berita hoax yang menyakitkan para pekerja media, terutama para pewarta foto. Saya sebagai salah satu pewarta foto juga, dan mengenal beberapa kawan yang ada digambar hoax itu, benar-benar merasa geram.

Akun Eko Prasetia bermain di media sosial–yang terlacak Facebook dan Twitter–untuk memfitnah pekerja media. Bagi saya ini nekat, cenderung kurang cerdas.

Ditulis di inputan hoax itu, “Tim cyber/buzzer penista agama yang malu dan takut ketahuan tampangnya untuk dipublikasikan…Udah seperti PSK asal China kelakuannya, pake tutupin muka segala”.

Astaga, kotor sekali pikiran akun ini. Membuat predikat “Tim buzzer penista agama yang malu dan takut” saja sudah semacam kekejian fitnah luar biasa. Bagaimana mungkin bisa sampai ke PSK China dibawa-bawa?

Bagaimana bisa si pemilik akun yang “cuma” punya media sosial malah memfitnah pekerja media? Para pekerja media ini bukan cuma punya media sosial masing-masing, mereka juga punya media tempat mengabdi, plus punya rekan dan ikatan seprofesi yang dijunjung.

Akibatnya jelas, para pekerja media melawan hoax yang diciptakan oleh akun Eko Prasetia ini. Media mainstream dan media sosial pun bergerak untuk melawan hoax ini. Berbagai media online skala nasional pun menuliskannya ini.

“Pengakuan teman-teman, saat mereka sedang menunggu sidang, tiba-tiba ada seorang peserta unjuk rasa yang berjalan melewati mereka. Namun orang itu balik lagi sambil berkata ‘wah, teman-teman wartawan belum difoto nih’. Lalu dia mengeluarkan HP dan langsung memotret teman-teman ini,” kata Ketua Pewarta Foto Indonesia, Lucky Pransiska, seperti dikutip dari Kumparan.com, Selasa (10/1).

“Teman-teman fotografer mengklarifikasi kalau yang di dalam foto tersebut adalah jurnalis foto yang tengah meliput sidang dugaan penistaan agama di Auditorium Kementan,” ujar
Lucky telah mengkonfirmasi hal tersebut kepada jurnalis foto yang ada di dalam foto tersebut. Mereka adalah fotografer beberapa media online nasional yang sedang bertugas.

Masih menurut laporan Kumparan.com. Difoto oleh orang tak dikenal, membuat beberapa jurnalis foto risih. Sebagian memalingkan badan dan ada juga yang menutupi muka karena merasa tak nyaman. “Pengakuan temen ada yang memang enggak suka difoto, jadi nutupin pakai tangan,” kata Lucky yang juga pewarta foto dari Kompas.

“Jadi teman-teman tahu ada orang yang ingin memotret mereka. Cuma mereka enggak tahu kalau foto mereka akan viral di media sosial. Baru sore ini ada yang ngasih tahu mereka kalau foto tersebut udah viral di media sosial. Mereka pun kaget karena caption dan kenyataan dalam foto sama sekali berbeda,” kata Lucky.

Kasus Ahok, ditambah lagi dengan sidangnya, benar-benar menarik perhatian. Hampir segala hal yang dibahas seputar kasus ini menjadi pembicaraan orang. Apakah ini juga maksud akun Eko Prasetia? Ingin menjadi pembicaraan orang? Sepertinya berhasil.

Akun Eko Prasetia mendadak banyak dijenguk. Namun, laporan terakhir, akunnya sudah ditutup, dan postingannya dihapus.

Laporan terakhir, rekan-rekan pewarta foto–secara kelembagaan Pewarta Foto Indonesia (PFI)–telah melaporkan akun Eko Prasetia ini ke kepolisian pada Rabu siang, 11 Januari 2017.

Makin terkenallah kau wahai akun Eko Prasetia. Selamat menikmati hari-hari yang tak tenang ke depan kawan. Kau yang menebar hoax, kau juga yang akan memanen hasilnya.

Satu pertanyaan mengganjal…kok kau tau sih kelakuan PSK China?

Gelombang Balik #KerenanAHok dan Senyum Kecut BESOK SENIN

Ada dua keriuhan tertanda di jagad media sosial yang saya lihat. Dan saya jujur saja jadi senyum-senyum sendiri membacanya.

Trending topic Twitter untuk Indonesia memperlihatkan tagar #KerenanAhok dari Minggu malam sudah merajai dengan cuitan sebanyak 9.962 kali, nyaris tembus 10.000 cuitan. Wajarlah, Minggu sore dan malam menjadi kehebohan tersendiri buat para pendukung cagub DKI Nomor 2 Ahok-Djarot yang menggelar flashmob di Cilandak Town Square, Jakarta Selatan.

Dan, segala hal yang berkaitan dengan Ahok–baik maupun buruk, berita miring maupun berita tegak–akan selalu menghadirkan kehebohan tersendiri di jagad media sosial. Jadi, booom, berita di media sosial dan menular ke media massa menceritakan soal flashmob yang digagas Sys NS ini.

Sys NS menyatakan, ide acara itu muncul sekitar empat hari lalu, 4 Januari 2017. Mulanya, ia hanya mengajak beberapa kalangan undangan saja. Tapi ia tak menyangka undangan tersebut tersebar di media sosial sehingga yang berpartisipasi menjadi banyak.

“Saya sebelunya pengen cuma beberapa orang, 300-400 orang. Tapi tersebar di media sosial jadinya udah pada tau semua,” kata Sys NS, yang juga bertindak selaku koordinator acara, kepada awak media, Minggu malam. Demikian dikutip dari Kompas.com.

Akibat dari kehebohan terkait Ahok ini–meski Ahok-nya sendiri tidak datang–saya dan publik sepertinya harus bersiap menghadapi gelombang informasi “perlawanan” terkait kegembiraan para pendukung di Citos ini.

Informasi “berlawanan” inilah yang mengundang senyum karena biasanya bersifat menafikan atau bertolak belakang sama sekali. Seolah-olah kita nginep di Bumi yang berbeda.

Sudah jamak dalam tata pergaulan di media sosial ini, seperti gelombang ombak menerpa batu karang. Ketika ada gelombang datang dari arah laut, maka kita akan bersiap melihat hempasan balik gelombang yang sama setelah membentur batu karang dengan bunyi yang lebih heboh dari saat gelombang itu datang.

Jadi, saya tak lama lagi akan terpapar juga versi berbeda dari kehebohan di Citos itu. Atau mungkin, akan ada kegiatan berbeda yang berusaha melebihi magnitude keriaan ciptaan Sys NS dkk ini.

Satu lagi, trending topic yang bikin saya tersenyum: BESOK SENIN. Ini menempatin nomor 2 terbanyak jadi cuitan sejak Minggu malam. Sudah sekitar 7.628 cuitan menggunakan dua kata ini.

Ada apa dengan hari Senin? Jawabannya bisa dilihat di salah satu dari twit selebritas ini.

Jennifer Rachel, ‏@Rachel_JKT48 :

Besok senin.
Udah mulai sekolah besok, jiwa dan raga blm siap jalanin kehidupan ini (?) *apasingawur*

Nah loh, rupanya Senin ini, 9 Januari 2017, memang merupakan hari masuk sekolah nasional, setelah libur Tahun Baru. Para pekerja pun kebanyakan telah menyelesaikan cutinya, dan Senin ini, semua siap kembali bekerja.

Untuk penghuni Kota Jakarta dan sekitarnya, rutinitas menghadapi kemacetan kota besar, mengejar waktu, dan sebagainya, kembali terjadi. Jakarta akan berdetak kencang lagi seperti biasanya. Tidak seperti dua minggu lalu, di mana jalanan terasa lengang, dan segala sesuatu tidak terasa perlu diburu-buru.

Kali ini, saya senyum-senyum kecut. Sama seperti kebanyakan pengguna kata “BESOK SENIN” di Twitter, saya juga merasa males banget harus menghadapi rutinitas ini. Tapi ya mau bagaimana? Berakit-rakit dahulu, bersenang-senang kemudian.

Dengan kita bekerja keras, kita akan merasakan nikmatinya liburan bukan? Jadi, mari kita “nikmati lagi” isu Ahok dan rutinitas di kota besar ini sampai nanti ada tanggal merah yang jatuh hari Jumat atau hari Senin. Dengar-dengar, katanya tahun ini lumayan banyak tanggal merah dengan posisi asyik macam itu.

 

Foto: Twitter @RennyFernandez (atas) dan Screenshot (bawah)

Bila Kelewat Fanatik

Apapun, bila sudah kelewat fanatik memang tak baik. Begitulah, karena terlalu mendukung Liverpool FC, anak-anakku di rumah, khususnya si sulung dan si bontot (anak kedua lebih moderat) seringkali berpengaruh pada situasi emosional mereka.

Bila menang, girang bukan main dan penuh semangat. Sebaliknya, bila kalah akan muram dan tak bergairah seharian.

Saat SD, si sulung malah sampai sakit hanya karena Liverpool kalah di final Liga Champion melawan AC Milan; tubuhnya panas dan tak sekolah dua hari. :-(Adiknya yang paling kecil itu, ikut-ikutan pula, sejak TK kali ikut-ikutan Liverpool-mania. Emaknya tak habis mengerti: kok bisa, dan berlanjut sampai sekarang?)

Sekadar info, baru-baru ini, situs Liverpool Fans Club memberitakan ada satu nenek, oma sepuh berusia 90-an tahun dari Inggris, dinobatkan sebagai pendukung LFC paling setia. Ia masih sehat dan tetap fanatik serta mengusahakan nonton tiap pertandingan LFC, kecuali bila sakit, namun tetap menonton dari tv.

Semangatnya si grandma itu, pun emosinya bila membicarakan Liverpool, akan fluktuatif dan dia mengaku amat happy sebagai anggota Big Reds sedunia.

Liverpool mencatat beberapa sejarah kelam pula akibat dukungan fans yang berlebihan. Peristiwa di stadion Heysel, Belgia, dan stadion Boro di Inggris, sampai “menerkam” korban puluhan orang, mati sia-sia karena berantam dengan fans lawan, dan tragisnya ada pula korban tersebut ayah dan anak! Gila bukan? Karena fanatisisme pada klub dukungan sampai mengorbankan nyawa?

Begitulah, di rumah kami, bila Liverpool kalah, sebaiknya jangan dibahas, tunggu mereka duluan yang menyampaikan. Namun emak mereka kadang masih saja tak paham, kadang jadi ketuslah jawaban si sulung atau si bontot karena merasa “annoying.”

Karena ketatnya persaingan di Liga Primer (melebihi ketatnya karet celana dalam :-p) dan Liverpool tertinggal enam poin dari kompetitor terberatnya, Chelsea FC, semalam si bontot jadi lesu karena Liverpool hanya main draw dengan klub calon degradasi, Sunderland: 2-2.

Dia kecewa, seharusnya memang–di atas kertas–Liverpool bisa menang dengan banyak gol. Tetapi begitulah,  hasilnya di luar bayangan, dan dia kemudian melamun sampai lewat tengah malam. Aku paham, tak kuberi komentar.

Nah, ini nih si sulung… Dia nonton bareng teman-temannya sesama Big Reds di satu kafe. Kutelepon supaya segera pulang, malah dijawab: “Iya Pak! Kok nggak ngerti sih, gua lagi bete karena Liverpool main seri melawan Sunderland! Tunggu aja kek, ntar juga gua pulang!” 🙁 :-p

Bah…, kok jadi aku kena imbasnya? Pikirku setengah protes dan itu entah keberapa kali.

Barangkali, analogi fanatisisme anak-anakku dan juga berjuta supporter pada klub bola dukungan mereka, bisa kujadikan contoh untuk memahami bahaya fanatisisme yang berlebihan, termasuk orang-orang beragama, atau pada tokoh politik atau pejabat dukungan mereka, hingga tak menerima kekalahan atau kelemahan yang didukung.

Jadi oversensitive, tak bisa menerima realitas, dikritik sedikit dukungannya, mereka langsung tersinggung atau marah. Sungguh irasional bukan?

Tugaskulah mendidik ketiga putra-putri ini, terutama si sulung dan si bontot, agar tetap mengedepankan akal-sehat, objektif memandang apapun. Jangan karena kelewat membela (pada apapun) jadi irasional, tak bisa lagi berpikir objektif, karena itu norak selain kampungan.

Foto ilustrasi: Unsplash/Pexels

Teladan dan Sinkronisasi Antara Perkataan dan Perbuatan

Dahulu sekali, ada tradisi malam tahun baru di keluarga kami, yang tak boleh kami lewatkan. Pada masa kanak-kanak itu, senyenyak apapun kami tidur, pasti dibangunkan saat jam berdentang 12 kali.

Tradisi malam tahun baru itu adalah saat kami duduk bersama dan setiap orang harus menyampaikan sesuatu. Biasanya, yang tua, akan menyampaikan pesan-pesan serta petuah pada yang muda.

Sedang yang muda? Biasanya kami akan malu-malu untuk berbicara. Jantung akan berdegup kencang menunggu giliran dalam antrean.

Setelah tiba gilirannya, nyaris tak ada kata-kata yang berloncatan dalam pikiran. Buntu! Pada saat seperti itulah, rasanya ingin sekali waktu cepat berlalu. Lalu segera menikmati berbagai penganan khas tahun baru, seperti ketupat ketan yang dipadukan dengan rendang. Enak sekali.

Semakin saya dewasa, semakin mengerti bahwa biasanya waktu-waktu itu akan lebih didominasi oleh petuah dan nasihat yang tua kepada yang muda.

Masalahnya, seingat saya, sedikit sekali yang tua itu mengevaluasi dirinya sendiri dan berbesar hati untuk meminta maaf pada yang muda untuk segala kesalahan pada tahun yang baru lampau.

Tak ada salahnya petuah. Bukankah Tuhan meminta anak-anak untuk dengar-dengaran pada orangtuanya? Tapi orangtua juga wajib menunjukkan teladan pada anak-anaknya, bukan?

Teladan orangtua adalah dengan menunjukkan integritasnya, yaitu sinkronisasi antara perkataan dan perbuatan. Kalau terlalu banyak bicara, maka jadinya omong doang alias omdo.

Ini juga otokritik pada diri saya sendiri. Seringkali sulit untuk mensinkronisasi antara perkataan dan perbuatan di hadapan anak-anak sendiri.

Kadang kita ini seperti yang apa yang dinasihatkan oleh Pengkotbah 6:11 “Karena makin banyak kata-kata, makin banyak kesia-siaan. Apakah faedahnya untuk manusia?”

Menurut saya, bukan banyaknya petuah yang dilontarkan kepada anak-anak kita yang terpenting. Tetapi banyaknya kesesuaian antara perkataan dan perbuatan yang kita teladankan, yang akan sangat berdampak besar bagi mereka.

Kepada para penatua, Petrus berkata: “Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.”

Bukan perintah yang akan menyelamatkan orang-orang yang kita kasihi, seperti anak-anak kita, atau orang-orang yang mengikuti kita. Melainkan teladan kita.

Foto: Pixabay

Bagaimana Mencapai Resolusi Tahun Baru

Menjelang pergantian tahun, ada tradisi yang ditularkan dari kebudayaan asing kepada kita, yaitu membuat resolusi tahun baru.

Tapi itu tak ada salahnya kok membuat resolusi tahun baru untuk diri kita sendiri menjelang pergantian tahun. Biasanya resolusi ini berhubungan dengan perubahan kebiasaan atau perilaku.

Tapi yang terpenting adalah bagaimana agar resolusi tak sekadar jadi resolusi di bibir. Resolusi harus menjadi kenyataan pada tahun depan.

Supaya persentase keberhasilannya tinggi, jangan banyak-banyak bikin resolusi. Satu saja, supaya kita lebih fokus dan lebih besar peluang kesuksesannya sebab energi kita tercurah pada satu aspek saja dari perilaku yang hendak kita ubah.

Jangan tunggu sampai pergantian tahun untuk memilih resolusi macam apa yang hendak kita lakukan. Harusnya kita sudah memikirkannya beberapa hari sebelum hari ini, untuk memutuskan apa yang hendak kita capai pada tahun depan.

Pilihlah resolusi yang memang benar-benar kita inginkan untuk hidup kita. Tentukan resolusi yang baru, sebab mengulang-ulang resolusi lama hanya akan membuat kita jatuh ke dalam rasa frustasi dan kekecewaan.

Kalau bisa, breakdown resolusi kita menjadi beberapa langkah konkret dan terukur serta berdasarkan pada sebuah kerangka waktu. Bikin beberapa sub-goal untuk mencapai goal yang sesungguhnya.

Ceritakan pada teman dan keluarga apa resolusi yang ingin kita capai pada tahun depan. Kita akan terbantu karena ada teman dan keluarga yang bisa mendukung dan mengingatkan kita kapan saja.

Supaya tetap termotivasi, buatlah checklist, apa saja hal-hal yang akan kita capai kalau resolusi kita berhasil. Kalau sebuah sub-goal tercapai, berilah penghargaan pada diri sendiri supaya kita makin termotivasi dan terasa adanya kemajuan.

Bikin perencanaan untuk mencapai tujuan kita pada jurnal atau tulisan di papan untuk selalu mengingatkan kita. Kalau ada kegagalan, anggaplah kemunduran sementara, bukan kegagalan keseluruhan resolusi kita.

Misalnya, kalau kita bermaksud mengurangi berat badan, tentukan berapa banyak bobot tubuh yang hendak dikurangi. Lalu breakdown menjadi beberapa sub-goal yang harus dicapai.

Misalnya mencapai pola makan yang sehat. Tentukan latihan fisik yang efektif untuk menurunkan berat badan. Ada banyak informasi di Internet yang bisa kita manfaatkan untuk melakukan upaya penurunan berat badan yang sehat, efektif, terukur dan bertahan lama.

Foto: Pixabay/Unsplash

Boxing Day, Perayaan Natal ala Liga Inggris

Jika kegiatan di seluruh dunia seperti sedang rehat karena libur Natal dan Tahun Baru, kompetisi Premier League atau Liga Utama Inggris justru bergulir pada 26 Desember dan sering kali menyajikan laga-laga panas bagi para penggemar sepakbola.

Laga sehari setelah perayaan Natal ini biasa disebut dengan laga Boxing Day. Memang Boxing Day masih sangat berkaitan dengan Natal.

Publik Inggris telah mengenal Boxing Day jauh sebelum Premier League atau Liga Primer Inggris digelar. Menurut sejarah, Boxing Day dipopulerkan pada pertengahan abad ke-19, saat masa pemerintahan Ratu Victoria. Perayaan ini dikhususkan bagi para penduduk golongan bawah atau para pelayan yang selama satu tahun melayani majikan mereka.

Setelah melayani sang majikan pada hari Natal, keesokan harinya para pelayan tersebut mendapat jatah libur plus menerima berbagai hadiah yang pada saat itu umumnya berbentuk kotak persegi (box) yang diberikan majikan-majikan mereka. Hadiah tersebut beragam, bisa berupa pakaian, makanan, buah-buahan atau bahkan uang.

Karena hadiah yang diberikan juga berbentuk kotak, maka tradisi ini kemudian akrab disebut Boxing Day. Di beberapa negara, seperti Selandia Baru, Australia dan Kanada, perayaan ini juga akrab disebut Stephens Day.

Tradisi asli negara-negara asal Britania ini hingga kini masih dipertahankan. Namun seiring perkembangan zaman, tradisi ini pun bergeser, namun tetap memiliki makna yang sama.

Sebagai contoh, kini banyak gereja-gereja memanfatkan momen Boxing Day sebagai hari untuk membagikan sumbangan kepada kaum miskin. Intinya, Boxing Day menjadi hari untuk saling memberikan hadiah kepada orang lain, baik orang yang disayang, dikenal atau sebagai sikap dermawan kepada orang lain.

Di masyarakat Inggris, Boxing Day juga dirayakan dengan cara berkumpul bersama keluarga, teman, bertukar kado atau bahkan bersama-sama menyaksikan pertandingan sepakbola. Pada hari ini perkantoran umumnya diliburkan, namun pertokoan seperti mall tetap buka dan menjual barang-barang hadiah yang tentunya dengan harga diskon.

Begitu juga di sepakbola, Boxing Day memang tidak dirayakan dengan membagi-bagi hadiah secara laingsung. Akan tetapi, publik Inggris tetap menyelenggarakan pertandingan pada satu hari setelah Natal ini dengan maksud yang sama.

Setiap kontestan di Premiership umumnya bertanding untuk memberikan kado berupa kemenangan bagi para pendukungnya. Oleh karena itu pada ajang Boxing Day, kompetisi Premier League tetap bergulir. Semua tim bakal menjalani pertandingan guna mempersempahkan kado kemenangan bagi fansnya.

Klub tertua di dunia dan tertua kedua di dunia, Sheffield FC dab Hallam FC, pernah saling bertandingan pada Boxing Day. Tradisi pertandingan sepak bola pada Boxing Day kemudian dilanjutkan di Football League ketika masih memainkan 22 laga semusim pada 1888/1889 ketika Preston North End mengalahkan Derby Country 5-0 yang digelar sehari setelah Natal.

Pada Boxing Day, seluruh pertandingan Liga Premier akan dilaksanakan serempak. Ini berarti 10 pertandingan akan dihelat di hari yang sama.

Hal ini membuat Boxing Day begitu spesial di kalangan penggemar sepakbola, khususnya di Inggris. Boxing Day ibarat perayaan Natal dengan gaya khas sepakbola di Inggris.

 

Disadur dari berbagai sumber

Foto: fourfourtwo.com