Tag Archives: Hoax

Ratna Sarumpaet, Hoax, dan Duri Dalam Daging

Apa yang terjadi dengan Ratna Sarumpaet hanyalah puncak gunung es dari perilaku warga dunia maya di Indonesia. Kebetulan dia seorang aktivis yang dekat dengan seorang tokoh nasional. Kebetulan dia seorang seniman. Tapi apa yang dilakukannya, terlepas dari motifnya sendiri, bisa dilakukan oleh siapa saja.

Peredaran hoax masih merajalela di ranah maya kita. Payung hukum untuk memberantas tindakan kejahatan berupa pembuatan dan penyebaran hoax sebenarnya sudah ada. Tapi penegakannya yang masih tanda tanya. Bahkan terkesan tajam ke bawah, tumpul ke atas.

Coba kita lihat kasus Ratna Sarumpaet ini. Saya cenderung agak pesimistis bahwa kasus ini akan menjerat lebih banyak tokoh yang diduga ikut menyebarkan hoax tersebut. Dan kalau hal seperti ini terus terjadi, maka sampai kapanpun kasus macam ini akan terus terjadi bahkan bisa jadi makin menjadi.

Penegakan hukum tanpa pandang bulu adalah kuntji. Kalau tidak, kita akan terus merasakan kegelisahan. Seperti duri dalam daging. Seperti duri yang nyangkut di tenggorokan kita. Sangat tak nyaman dan terus menerus mengganggu.

Saya jadi ingat dengan Kitab Hakim-Hakim di Perjanjian Lama. Kalau mau diringkas, kitab ini sebetulnya mengisahkan pergumulan umat Israel di Kanaan yang terus menerus diganggu oleh orang-orang di sekitarnya, tetangganya.

Apa pasalnya? Sebetulnya sederhana, menurut saya. Sebab sejak semula umat Israel tidak patuh pada perintah Allah setelah mereka mendapat tanah pusaka menurut suku mereka masing-masing. Alih-alih menghalau dan membersihkan musuh dari tanah pusaka mereka, sebagian besar suku Israel memilih berdiam bersama mereka.

Kelak, para tetangganya inilah yang menjadi duri dalam daging mereka. Peperangan demi peperangan harus mereka hadapi dengan berkorban harta benda dan nyawa. Bahkan, mereka harus berperang dengan sesamanya. Coba kalau dari semula mereka patuh sebagaimana suku Yehuda dan Simeon, mungkin ceritanya berbeda.

Kembali ke masalah hoax dan penegakan hukum. Saya kira, segalanya sudah jelas. Payung hukum ada. Penegak hukumnya ada. Pelanggar hukumnya juga banyak. Tapi penegakan hukum tanpa pandang bulunya yang kurang. Sehingga, sebagaimana tetangga orang Israel, ada duri dalam daging kita.

Pada hemat saya, siapapun dia, latar belakang politiknya, bahkan jabatannya, tak boleh lepas dari keadilan hukum. Kepolisian dan penegak hukum yang lain harus berani bertindak.

Bukan Lidah Aruna

Bicara tentang kuliner, memang tak ada habisnya. Sekarang trend-nya bukan hanya menyantap kuliner, tapi juga memamerkannya di media sosial. Piknik dan wisata kuliner seolah jadi lifestyle orang akhir-akhir ini, baik muda maupun tua.

Bulan lalu, kami sekeluarga menikmati wisata kuliner ke pinggir luar kota Jakarta. Entah makanan mana yang menyebabkan hingga saya diare, dan makin memburuk hingga ambruk esok harinya, sampai harus masuk UGD dan diopname di rumah sakit. Saya tidak menyalahkan kuliner di tempat tersebut. Bisa saja memang kondisi saya yang kurang fit atau tidak cocok dengan jenis makanan yang saya santap di sana. Mungkin bumbunya yang terlalu banyak atau perut dan lidah saya yang tidak tahan.

Berkaitan tentang kuliner, teman saya, WS, baru saja menonton film “ARUNA DAN LIDAHNYA”. Aruna diperankan oleh Dian Sastro, idolanya. Film ini berkisah tentang Aruna, ahli wabah, wanita lajang berumur pertengahan 30 tahun, pecinta kuliner, dari kecil hobi makan, tapi sedang kebingungan karena sekarang dia sulit menikmati makanan.

Ketika saya tanya bagaimana filmnya, dia merespon dengan sangat berenergi. Dia terlihat sangat bersemangat berkata, film itu sama sekali tidak menggurui, tapi membuat kita merenungkan banyak hal. Buat dia pribadi, bukan karena dia masih jomblo (alasannya) film itu sangat menyenangkan ditonton sendirian (dan saya sengaja menggoda dia dengan mengatakan bahwa saya yakin dia suka film itu karena film itu bagai refleksi kehidupan pergaulan jomblo yang seru, seperti dirinya sendiri, hahaha…). Dia tertawa dan tak menampik. Kami sudah akrab hingga biasa saling mencela.

Katanya, sepanjang film, dia tersenyum-senyum sendiri menyaksikan adegan-adegan dalam film, yang menyadarkannya bahwa begitu banyak hal-hal sederhana dalam hidup ini yang justru sebenarnya sungguh indah tapi sering kita abaikan.

Film itu membuatnya menyadari bahwa hidup ini terlalu indah untuk dihabiskan dengan menyimpan rasa benci atau menghabiskan waktu dengan orang-orang yang tidak kita sukai

(Saya sela lagi dia: “Tuh kan, alasan jomblo lagi kan,” goda saya.). WS bercerita lagi dan saya setuju dengan pesan moral film itu.

Tapi, kata WS, yang paling menarik dari film itu ternyata bukan soal makanan atau hubungan asmara para pelakonnya. Dia malah membahas hal lain yang masih dalam koridor filmnya, yaitu tentang flu burung.

Ketika Aruna berbicara perihal kasus drama flu burung yang dibuat demi mengucurkan dana project Alkes yang memang begitu besar dananya pada saat itu, teman saya si WS jadi teringat, pernah terjadi juga persis pada negara kita pada satu kondisi dimana salah satu menteri kesehatan dulu juga kena kasus yang sama. Kasus drama flu burung ini menyentak si WS pada satu hal, apa yang terjadi dengan project HAM, LSM dan kegiatan yang berkedok sosial lainnya di negera kita? Dia bertanya. Apakah ada dana yang sedang mereka kejar? Atau ada projek yang mereka kerjakan dengan bermain disekitar drama pelanggaran HAM dan sebagainya? Teman saya si jomblo WS ini, sungguh berapi-api, hingga saya tidak berani merespon. Saya kuatir itu bukan koridor saya.

Lalu dia menyambung ke isu sosial yang sedang hangat baru-baru ini, tentang sesosok figur yang dulu begitu vokal sebagai aktifis pelanggaran HAM, tiba-tiba bermutasi menjadi pembuat drama hoax dan menciptakan kegaduhan yang begitu besar, sampai-sampai melibatkan orang-orang besar dan hal ini menjadi senjata empuk bagi pihak-pihak yang bertujuan memperburuk citra pemerintah. Dengan mudahnya orang itu menciptakan kisah penganiayaan dirinya, yang setelah diusut rupanya hanya kebohongan. Mudah sekali menciptakan kebohongan, semudah dia berkata maaf. Lucu sekali.

Teman saya WS dengan gaya lucu berkata:
“Hati saya jadi bertanya-tanya, ‘ADA APAAA YAH SEBENARNYA??’” (Dia mencoba menirukan Aruna, walau dia sadar, pasti tidak seimut Aruna jika dia yang ngomong).

Lanjutnya: “Ada apa dengan lidahnya? Apakah dulu vokal karena mengejar budget untuk project LSM? Apakah sekarang budget untuk LSM sudah begitu mengering sehingga dibutuhkan sebuah drama besar untuk mengembalikan dana itu kembali mengucur? Yang pasti, dalam film, ketika proses investigasi Aruna berhasil memasukkan Priya kedalam sel, saya berharap, di dunia nyata, Nenek pembuat drama yang ini juga bisa merasakan buah drama yang dia ciptakan sendiri!”

Sekali lagi saya tidak berani berkomentar. Saya merasa lidah saya tidak ingin menciptakan kata-kata. Mungkin karena saya sedang lapar dan sudah mulai berhati-hati memilih konsumsi makanan, karena takut diare lagi.

Walaupun saya tidak berkomentar, tapi saya merasa agak setuju dengan teman saya yang kocak, si WS itu.

Saya berpikir, mungkinkah dalam hidup kita pernah mengalami, sedikit seperti Aruna. Walau hidup Aruna meriah dan penuh rasa, tapi masih saja dia merasa hambar. Dia tak bisa menikmati rasa yang dia inginkan. Kita pernah merasa hambar dan mencari sesuatu untuk mengobatinya.

Terkait dengan tokoh yang membuat kabar kebohongan kemarin, mungkinkah dia juga pernah merasa lebih parah daripada Aruna, hidupnya mungkin sangat kurang rasa, hingga dia berusaha mencari sensasi, yang justru berlebihan hingga menjadi bumerang buat dirinya sendiri? Mungkinkah dia mencari sensasi rasa dengan konsumsi yang terlalu banyak bumbu, hingga jadi overdosis? Sebab bukankah makanan terlalu berbumbu bisa membuat muak, mual, sakit bahkan kemungkinan terburuk lainnya?

Apapun itu, kita memang benar-benar harus bisa menjaga lidah kita sendiri. Seperti tertulis di wikipedia, lidah adalah kumpulan otot rangka yang dapat membantu pencernaan makanan dan sebagai indra pengecap. Lidah juga turut membantu dalam tindakan bicara. Ini adalah dua hal penting dari fungsi lidah yang sungguh vital dalam hidup kita.

Sebab seperti tertulis dalam kitab suci, ‘

Orang jahat terjerat oleh pelanggaran bibirnya, tetapi orang benar dapat keluar dari kesukaran

(Amsal 12:13), dan:

“Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu”

(1 Petrus 3:10).

Hoax dan Fitnah, Mengapa Ia Merupakan Kekejian

Ada ungkapan lama yang mengatakan, fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Saya kira, pepatah kuno ini memiliki landasan pemikiran yang tepat sekali. Bahwa fitnah, adalah perilaku yang sangat jahat, lebih jahat dari pembunuhan.

Tuhan, sejak semula juga sudah mengingatkan kita betapa mengerikannya dosa fitnah itu. Fitnah adalah salah satu bentuk dusta yang dipandang keji oleh Tuhan. Di dalam Amsal 6:16-19, saksi dusta adalah satu dari tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi hatiNya. Saksi dusta juga adalah satu dari 10 Hukum Taurat.

Belakangan ini kita sering mendengar kata hoax. Kurang lebih artinya dekatlah dengan fitnah.

Fitnah berakar dari dusta. Kata Yunani yang dipakai untuk dusta adalah “Pseudomartureo” yang juga berarti bohong, tidak benar, khianat, tidak setia ataupun palsu. Sedang hoax merupakan serapan dari bahasa Yunani “Hocus” yang artinya untuk menipu.

Hoax memang dimaksudkan untuk menipu orang lain dengan menyebarkan informasi-informasi palsu. Benang merahnya, fitnah dan hoax sama-sama dilandaskan pada dusta, sesuatu yang palsu dan menipu.

Motifnya macam-macam. Bisa urusan bisnis, politik, agama, menjatuhkan kredibilitas orang lain, membunuh karakter, dan sebagainya. (Baca: 7 Tips Mengatasi Hoax yang Wajib Kamu Coba)

Alkitab menyatakan perilaku ini sangat terlarang dan harus kita jauhi. Mengapa?

Pertama, fitnah, hoax dan sejenisnya adalah ciri khas Iblis dan mereka yang melakukannya adalah ‘anak’ iblis.
Penjelasannya begini, Alkitab berkata iblis adalah bapa dari segala pendusta (Yohanes 8:44). Kalau kita melakukan keinginan-keinginan iblis, maka kita menjadikan iblis sebagai bapa kita. Jelas, Allah dan iblis bertentangan dan berseberangan. Di saat kita melakukan kehendak iblis, maka kita ada di pihak yang berseberangan dengan Tuhan.

Kedua, fitnah dan hoax itu menimbulkan pertengkaran dan perpisahan.
Fitnah dan hoax memang ditujukan untuk menipu orang lain dan menyebabkan perpecahan. Amsal 16:28 berkata orang yang curang menimbulkan pertengkaran, dan seorang pemfitnah menceraikan sahabat yang karib. Fitnah, hoax, berita palsu, informasi yang menyesatkan, sudah pasti akan menimbulkan kesalahpahaman dan pertengkaran. Fitnah itu seperti gada atau pedang atau panah yang tajam (Amsal 25:18), ia sangat melukai. Kalau dipakai untuk memisahkan teman dengan teman, ini sangat efektif. Bukan hanya teman, bahkan bisa membuat saudara bertengkar, seperti yang disebut dalam Amsal 6:19: “Seorang saksi dusta yang menyembur-nyemburkan kebohongan dan yang menimbulkan pertengkaran saudara.” Imbasnya bisa sangat mengerikan dan menakutkan.

Lantas, apakah ganjaran bagi si pemfitnah atau penyebar hoax? (Baca juga: Melawan Hoax)

Pertama, pemfitnah akan dipermalukan dan dijauhi
Fitnah tidak berlandaskan kepada kebenaran. Kalau terungkap, hanya akan mempermalukan pelakunya dan akhirnya mereka akan dijauhi orang lain. Kitab 1 Petrus 3:16 menyatakan bahwa ketika orang-orang korban fitnah tetap hidup dengan benar, maka pemfitnah-pemfitnahnya justru dipermalukan karena fitnahannya sendiri. Seperti pepatah, menepuk air di belanga terpercik muka sendiri.

Selain dipermalukan, Alkitab juga dengan jelas mengatakan bahwa pelaku fitnah akan ditinggalkan orang. Dalam suratnya yang pertama kepada Jemaat Korintus, Rasul Paulus meminta mereka untuk tidak bergaul dengan beberapa kalangan orang yang menyebut dirinya saudara tapi mereka salah satunya adalah pemfitnah. (1 Korintus 5:11).

Kedua, pemfitnah kehilangan peluang masuk ke dalam kerajaan Allah
Ada sejumlah contoh dalam Alkitab yang bisa menjelaskan hal ini. Salah satunya adalah ketika ada seorang muda kaya raya bertanya kepada Yesus, perbuatan baik apakah yang harus dilakukan untuk memperoleh hidup yang kekal (Matius 19:16-26). Yesus berkata: “Turutilah segala perintah Allah.” Salah satunya adalah tidak mengucapkan saksi dusta, atau memfitnah orang lain.

Ketiga, yang berkaitan langsung atau merupakan efek langsung dari ganjaran kedua, yaitu: pemfitnah akan dihukum berat oleh Tuhan.
Kalau Allah sudah tidak berkenan, maka yang ada adalah penghukuman. Kalau Amsal menyebutkan saksi dusta adalah satu dari tujuh kekejian di mata Tuhan, Rasul Paulus juga menilai begitu. Paulus mengkategorisasikan fitnah sebagai salah satu dosa paling memuakkan dalam daftar yang ditulisnya dalam kitab Roma 1:18-32. Dan murka Tuhan nyata bagi pendosa-pendosa semacam ini. Pada bagian lain kitab Roma, yakni di Roma 3:8, Paulus menuturkan bahwa orang yang memfitnah orang lain layak mendapat hukuman dari Tuhan.

Jelas tak ada manfaat apapun yang bisa dipetik dari penyebaran berita palsu atau hoax, karena mereka akan termasuk golongan para pemfitnah yang sangat dibenci oleh Tuhan. Pemfitnah termasuk golongan pengikut iblis, sang bapa dari segala dusta. Pemfitnah hanya akan menceraikan hubungan baik antara teman dan saudara. Ia seperti palu, gada, dan panah, yang sangat melukai hati, membunuh karakter, bahkan menimbulkan kejahatan lain yang mengerikan.

Pada akhirnya, berdiri pada barisan pemfitnah dan pengikut iblis, hanya akan membuat kita mendapat hukuman Tuhan. Dalam hidup mereka juga hanya akan ditinggalkan banyak orang dan dipermalukan. Siapa mau? Semoga tak ada di antara kita.

Baca artikel lain: Tips Praktis Memastikan Berita Hoax atau Bukan

Tips Praktis Memastikan Berita Hoax atau Bukan

Setelah merumuskan tujuh tips praktis untuk mencegah tersebarnya hoax, yang dimulai dari diri sendiri, kali ini kita bicara soal cara menentukan sebuah berita itu hoax atau tidak, secara praktis. (Tentang tips mencegah penyebaran hoax, baca di sini)

Tips ini adalah hasil jajak pendapat komunitas alumni persekutuan mahasiswa Kristen di Fakultas Ilmu Budaya UI, dan inilah hasilnya:

Berita itu hoax kalau:

1. Terkesan bombastis dan timbul perasaan tak enak saat membacanya.
Hehehe.. untuk melakukan ini memang tak bisa instan ya. Kamu harus banyak-banyak membaca berita sehingga tahu mana yang bombastis dan mana yang tidak. Apalagi kalau main perasaan. Kata Yustinus Yuniarto sih, kalau menimbulkan kegalauan nasional, patut dicurigai itu.

2. Tak sesuai logika atau tak masuk akal.
Poin ini cukup banyak responden yang seia sekata. Menurut Sury Waruwu, berita hoax itu pasti tidak logis dan punya kecenderungan menjatuhkan seseorang atau produk.

3. Keterlaluan ngaconya
Eva Sinaga mengatakan, berita hoax itu adalah berita yang aneh dan ngaconya keterlaluan.
Dalam istilah lain, kata Elsye Meilani, kalau berita itu terkesan lebay. “Bikin males nerusin membaca sampai habis,” tutur Tyas.

4. Terlalu berbeda dengan berita-berita lain
Betul juga, kalau mayoritas media bilang A, terutama media-media yang memiliki reputasi baik atau mainstream, tiba-tiba ada yang bilang Z, maka patut dicurigai berita beda sendiri itu adalah hoax.

5. Tidak nyambung
“Berita hoax suka enggak nyambung atau bombastis lebay tralala,” kata Budi Harnata.

6. Kalau sumber-sumber terpercaya sudah mengkonfirmasi
Maksudnya, kalau ada berita yang kamu curigai, ada baiknya lakukan cross check ke mesin pencari, seperti yang dilakukan Dyah Kristiani. Kamu juga bisa tanya-tanya orang yang lebih punya wawasan atau. Lalukan juga cross check ke sumber lain yang punya reputasi.

Mudah-mudahan membantu ya. Semoga kamu termasuk orang yang tak terlalu mudah pada berita-berita yang palsu apalagi menyebarkannya. Say no to hoax. #turnbackhoax

7 Tips Mengatasi Hoax yang Wajib Kamu Coba

Berita palsu alias hoax yang beredar akhir-akhir ini telah menimbulkan keprihatinan kita. Dunia maya dan media sosial menjadi saluran penyebaran hoax yang sulit sekali dikendalikan.

Sebetulnya, untuk menangkal hoax bisa kita mulai dari diri sendiri. Sebab tak bisa dicegah, kita semua bisa terpapar hoax. Yang bisa kita lakukan adalah mencegah hoax itu tersebar lagi dengan berhenti menyebarkannya ke lingkaran pertemanan kita.

Ada beberapa tips untuk menghentikan peredaran hoax di Internet, berdasarkan survei kecil-kecilan yang dilakukan PETRA di komunitas alumni persekutuan mahasiswa Kristen Fakultas Ilmu Budaya UI, baru-baru ini:

1. Pastikan kebenarannya
Cukup mudah memastikan kebenaran sebuah informasi di era googling saat ini. Kita tinggal mengetik di kolom pencarian. “Baca baik-baik, lihat sumber beritanya,” kata Dyah Kristiani. Kalau sudah pasti hoax, “Langsung saya hapus,” ujar Sury Waruwu.

2. Kalau ragu
Kamu bisa memanfaatkan komunitasmu, keluarga, orang dekat, atau siapa saja yang kemungkinan besar punya informasi yang lebih bisa dipercayai mengenai sebuah berita, kalau kamu meragukan kebenarannya.

3. Jangan terpikat kata pancingan
Kata “Ini bener enggak ya?” bisa jadi pemancing yang baik dan pembuat hoax tahu itu. Karena itu tepat seperti kata Job Palar, “Saya enggak bakal teruskan atau share meskipun dengan embel-embel kalimat itu, saya akan delete.”

Terlepas dari adanya pancingan, Aster Silalahi memilih membaca saja hoax yang ada, “Sambil nyela-nyela beritanya, tapi dalam hati saja.”

4. Cuekin
Langkah ini paling banyak dipilih oleh responden Petra dan ini ampuh untuk membuat berita hoax berhenti di kamu, tidak tersebar ke mana-mana lagi.

5. Tegur pengirimnya
Cara ini dipandang ampuh untuk membuat si pengirim hoax tak meneruskan aksinya, khususnya kalau si pengirim adalah orang yang kamu kenal. Ingat, sampaikan teguran melalui jalur pribadi, kata Sury.

6. Unfollow
Kalau penyebar hoax ada di jejaring sosialmu, langkah ini dipandang efektif untuk menghindarkan kamu dari hoax dan tak terjebak ikut menyebarkannya. “Sedang berita hoax-nya, abaikan saja, tidak diteruskan,” kata Sarwendah Palupi.

7. Tertawakan
Tips ini lucu dan menarik juga. “Tertawa ngakak atau tertawa miris lalu lupakan,” kata Eva Sinaga.

***

Kamu bisa baca tulisan saya yang lain soal hoax di:  http://bangdeds.com/2017/01/09/melawan-hoax/

Memfitnah Pekerja Media “Buzzer Penista Agama”, Selamat Menikmati Dusta yang Kau Tabur

Di kalangan pelaku kriminal, baik yang kelas teri, kakap, maupun paus, berlaku satu peraturan baku: jangan kau jadikan polisi sebagai korban kejahatanmu. Ya, kalimat seperti ini pun sering tersirat dalam adegan-adegan film produksi Holywood.

Di film Godfather produksi 1972, ketika Michael Corleone, anak bungsu dari sang Godfather Don Corleone, ingin membunuh seorang kepala polisi, semua anggota keluarga menjadi marah dan kesal. Polisi yang diincar padahal merupakan polisi korup, beking pedagang narkoba, dan dalang usaha pembunuhan sang ayah, Don Corleone.

Akhirnya, adegan film memperlihatkan bahwa eksekusi ke polisi korup tetap terjadi, namun banyak harga yang harus dibayar, bisnis mafia Godfather banyak yang mesti “shut down”, media harus dikontrol, dan Michael Corleone meninggalkan New York, AS, untuk mengungsi ke Italia sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

Intinya, aparat keamanan jangan dijadikan korban, karena kejahatan yang menimpa masyarakat awam saja bisa dibongkar oleh polisi, apalagi kalau yang jadi korban polisi itu sendiri.

Habis sampai ke akar-akarnya itu geng penjahat kalau berani. Aparat kepolisian punya semua sarana prasarana mumpuni yang diberikan secara sah oleh negara untuk memberantas kejahatan.

Apa yang dilakukan akun Facebook Eko Prasetia pun rasanya bisa sama seperti perumpamaan di atas.

Akun ini membuat berita hoax yang menyakitkan para pekerja media, terutama para pewarta foto. Saya sebagai salah satu pewarta foto juga, dan mengenal beberapa kawan yang ada digambar hoax itu, benar-benar merasa geram.

Akun Eko Prasetia bermain di media sosial–yang terlacak Facebook dan Twitter–untuk memfitnah pekerja media. Bagi saya ini nekat, cenderung kurang cerdas.

Ditulis di inputan hoax itu, “Tim cyber/buzzer penista agama yang malu dan takut ketahuan tampangnya untuk dipublikasikan…Udah seperti PSK asal China kelakuannya, pake tutupin muka segala”.

Astaga, kotor sekali pikiran akun ini. Membuat predikat “Tim buzzer penista agama yang malu dan takut” saja sudah semacam kekejian fitnah luar biasa. Bagaimana mungkin bisa sampai ke PSK China dibawa-bawa?

Bagaimana bisa si pemilik akun yang “cuma” punya media sosial malah memfitnah pekerja media? Para pekerja media ini bukan cuma punya media sosial masing-masing, mereka juga punya media tempat mengabdi, plus punya rekan dan ikatan seprofesi yang dijunjung.

Akibatnya jelas, para pekerja media melawan hoax yang diciptakan oleh akun Eko Prasetia ini. Media mainstream dan media sosial pun bergerak untuk melawan hoax ini. Berbagai media online skala nasional pun menuliskannya ini.

“Pengakuan teman-teman, saat mereka sedang menunggu sidang, tiba-tiba ada seorang peserta unjuk rasa yang berjalan melewati mereka. Namun orang itu balik lagi sambil berkata ‘wah, teman-teman wartawan belum difoto nih’. Lalu dia mengeluarkan HP dan langsung memotret teman-teman ini,” kata Ketua Pewarta Foto Indonesia, Lucky Pransiska, seperti dikutip dari Kumparan.com, Selasa (10/1).

“Teman-teman fotografer mengklarifikasi kalau yang di dalam foto tersebut adalah jurnalis foto yang tengah meliput sidang dugaan penistaan agama di Auditorium Kementan,” ujar
Lucky telah mengkonfirmasi hal tersebut kepada jurnalis foto yang ada di dalam foto tersebut. Mereka adalah fotografer beberapa media online nasional yang sedang bertugas.

Masih menurut laporan Kumparan.com. Difoto oleh orang tak dikenal, membuat beberapa jurnalis foto risih. Sebagian memalingkan badan dan ada juga yang menutupi muka karena merasa tak nyaman. “Pengakuan temen ada yang memang enggak suka difoto, jadi nutupin pakai tangan,” kata Lucky yang juga pewarta foto dari Kompas.

“Jadi teman-teman tahu ada orang yang ingin memotret mereka. Cuma mereka enggak tahu kalau foto mereka akan viral di media sosial. Baru sore ini ada yang ngasih tahu mereka kalau foto tersebut udah viral di media sosial. Mereka pun kaget karena caption dan kenyataan dalam foto sama sekali berbeda,” kata Lucky.

Kasus Ahok, ditambah lagi dengan sidangnya, benar-benar menarik perhatian. Hampir segala hal yang dibahas seputar kasus ini menjadi pembicaraan orang. Apakah ini juga maksud akun Eko Prasetia? Ingin menjadi pembicaraan orang? Sepertinya berhasil.

Akun Eko Prasetia mendadak banyak dijenguk. Namun, laporan terakhir, akunnya sudah ditutup, dan postingannya dihapus.

Laporan terakhir, rekan-rekan pewarta foto–secara kelembagaan Pewarta Foto Indonesia (PFI)–telah melaporkan akun Eko Prasetia ini ke kepolisian pada Rabu siang, 11 Januari 2017.

Makin terkenallah kau wahai akun Eko Prasetia. Selamat menikmati hari-hari yang tak tenang ke depan kawan. Kau yang menebar hoax, kau juga yang akan memanen hasilnya.

Satu pertanyaan mengganjal…kok kau tau sih kelakuan PSK China?

Melawan Berita Hoax

Sebelum era kampanye pilkada DKI Jakarta, istilah hoax mungkin belum seramai sekarang. Padahal, istilah ini sudah lama sekali dikenal.

Hoax berasal dari kata hocus yang artinya “untuk menipu”. Segala yang disebut hoax dimaksudkan untuk menipu. Istilah ini sudah ada sejak akhir abad ke-18.

Begitu pun informasi-informasi yang sekarang dikategorikan sebagai hoax, memang ditujukan untuk menipu.

Sebagai wartawan, melakukan check and recheck terhadap setiap informasi yang kami terima atau baca, adalah sebuah standar.

Berita yang kami terbitkan, seharusnya berangkat dari informasi-informasi yang sudah diverifikasi kebenarannya alias fakta.

Masalahnya, sekarang ada begitu banyak media atau yang menyebut dirinya media. Sulit sekali memastikan bahwa sekian banyak media itu sudah menerapkan prinsip-prinsip jurnalisme yang benar.

Oleh sebab itu, alih-alih mengharapkan media, tak ada salahnya masyarakat awam pun menerapkan check and recheck saat menerima informasi apapun. Terutama berita atau informasi yang beredar di dunia maya dan media sosial.

Untungnya, sekarang sudah ada tools yang bisa kita manfaatkan.

Kalau polisi beberapa waktu lalu punya kampanye melawan kejahatan bernama Turn Back Crime, sekarang pun sudah ada kampanye melawan hoax yang disebut Turn Back Hoax.

Tools ini diciptakan oleh Komunitas Masyarakat Anti Fitnah Indonesia. Ia berbentuk ekstensi peramban. Datanya berdasarkan mekanisme crowdsourcing.

Artinya, kitalah yang berinisiatif melaporkan konten-konten Internet yang diduga sebagai hoax. Kemudian mereka akan menyatukannya jadi satu basis data.

Kita bisa mengunjungi basis data ini melalui PC atau perangkat mobile di website data.turnbackhoax.id. Ia bisa menjadi rujukan bagi kita untuk memilah informasi-informasi yang beredar di dunia maya.

Supaya input yang diterima tak salah, para pengguna bisa saling memverifikasi laporan yang masuk. Tata cara untuk melapor bisa dibaca di sini.

Foto: Pixabay.com

Tulisan ini dikutip dari blog sendiri: http://bangdeds.com/2017/01/09/melawan-hoax/

Santa Claus Datang ke Bekasi

You better watch out
You better not cry
You better not pout
I’m telling you why
Santa Claus is coming to town

Syair pembuka dari lagu “Santa Claus Is Coming To Town” ini terdengar jelas dari tengah Metropolitan Mall Bekasi di mana telah berdiri panggung bernuansa Natal. Saat itu sedang beraksi di “laga pembuka” para penyanyi remaja dari kelompok vokal Voice of Indonesia.

Sebanyak 12 penyanyi remaja beraksi di panggung dengan membentuk dua barisan. Mereka terdiri dari dua remaja pria yang berdiri di tengah barisan, dan sepuluh remaja putri dengan berpakaian atasan putih dengan rok merah.

Semuanya memakai topi ala Santa Claus. Waaah, Santa Claus datang ke Bekasi, setidaknya lewat syair lagu dan topi yang dikenakan para penyanyi remaja.

Mendengar lagu ini dinyanyikan dengan pengeras suara, kami sekeluarga langsung menonton dengan mencari tempat berdiri di bagian yang berhadap-hadapan dengan panggung. Kedua anakku malah langsung duduk manis di lantai.

Pengunjung mal pun mulai ramai mengerubungi di depan panggung. Keadaan mulai berdesakan karena kerumunan ini juga harus memberi jalan kepada orang yang lalu-lalang.

“Pak permisi, boleh tukar posisi berdiri enggak?”

Tiba-tiba seorang ibu dengan hijab cokelat muda mencolek bahu saya. Rupanya si ibu sedang berusaha mencari posisi terbaik untuk merekam kelompok vokal yang sedang beraksi di panggung itu.

Saya pun bergeser, mempersilakan si ibu merekam gambar. “Ini ibu tahu apa tidak ya kalau kelompok vokal ini sedang menyanyi lagu-lagu bertema Natal?” Begitulah saya membatin.

“Sebentar kak, Mama lagi merekam ini buat tantemu. Mama mau kasih tahu tante … (tak terdengar jelas) pertunjukan Natal-nya sudah mulai,” kata si ibu itu ke anak perempuannya.

Hoho, saya ngaco. Ternyata si ibu tahu ini pertunjukan Natal. Dan setelah diperhatikan, kerumunan orang yang menonton panggung yang melantunkan lagu-lagu Natal itu banyak juga yang dari tampilannya bisa diduga warga muslim.

Yang sudah pasti ya para ibu berhijab. Mereka tidak beranjak dan terlihat senang-senang saja menyaksikan tembang Natal dilantunkan.

Saya tak mendengar ada nada-nada keberatan yang keluar dari pengunjung atas aksi pertunjukan Natal di tengah mal di Kota Bekasi ini. Kita tahu, Kota Bekasi beberapa kali mencuat namanya karena ribut-ribut soal pendirian gereja. Baru-baru ini, Gereja Santa Clara diprotes massa yang keberatan dengan pembangunan gereja.

Saya pribadi masih sangat meyakini bahwa toleransi umat beragama di tingkat akar rumput–baik di Kota Bekasi atau di seluruh Indonesia bahkan–sebenarnya didominasi oleh suasana baik-baik saja, tidak ada saling curiga atau benci pada yang agama berbeda.

Namun sepertinya ada sekelompok orang yang sangat ingin kita saling membenci, saling curiga, dan berusaha membuat renggang hubungan antarumat beragama. Di media sosial pun serupa. Ada segolongan orang yang memproduksi berita-berita berbumbu kecurigaan dalam hidup beragama.

Masalahnya, kalau kita ikut mengomentari–meski dengan nada kesal tingkat dewa dengan dengan berita-berita atau tulisan-tulisan hoax yang menebar kebencian itu–artinya kita pun sedang ikut “menari di gendang yang ditabuh” sekelompok orang tersebut.

Jadi, saran saya: cukup Anda cegah tampil di wall medsos Anda–Facebook memiliki opsi “tidak ingin melihat” yang sewaktu-waktu bisa diaktifkan–, disetop dengan jangan dibagikan, atau Anda abaikan saja. Jangan dikomentar-komentari, karena baik atau buruk komentar kita, tetap saja yang sedang dibicarakan konten kelas “penebar kebencian” ini.

Jadi, seperti juga kisah Santa Claus yang dinyanyikan di tengah panggung mal di Bekasi dan yang selalu menjadi simbol keceriaan dalam perayaan Natal. Semoga kita bisa melawan “virus saling curiga” dengan suka cita Natal.

Karena bagaimana pun, kehadiran bayi Yesus adalah membawa damai di Bumi. Jika damai Natal telah menyelubungi kita, tak akan ada satu berita hoax pun yang akan sanggup mengganggu kita.

 

Foto: dok pribadi