Tag Archives: Gerasa

Babi dan Orang Gila

Hari-hari ini sedang ramai dipergunjingkan orang soal festival kuliner serba babi di Semarang, yang kemudian ‘dipaksa’ untuk dibatalkan penyelenggaraannya.

Babi adalah sumber protein bagi sebagian manusia. Kenapa sebagian? Sebab ada agama, seperti Yahudi (kemudian Islam), yang sungguh-sungguh mengharamkan binatang ini. Bagi orang Yahudi, jangankan dimakan, mereka yang kedapatan memelihara dan memakan babi, akan dihukum menurut hukum Musa.

Dalam kisah orang gila yang kerasukan setan di Gerasa, Yesus memerintahkan setan keluar dari tubuh orang itu. Tapi setan punya penawaran: “Jika Engkau mengusir kami, suruhlah kami pindah ke dalam kawanan babi itu.” (Matius 8:31). Pada Markus 5, dijelaskan lebih mendetail soal peristiwa ini. Bahwa si setan itu menyebut dirinya Legion karena mereka banyak.

Kawanan babi itu, yang menurut Kitab Markus jumlahnya mencapai 2.000 ekor, kemudian dirasuki setan, loncat ke danau, dan mati. Waduh, 2.000 ekor sekaligus loncat dari tebing ke danau dan mati bersamaan.

Kisah di Gerasa ini menarik bukan karena peristiwa ‘bunuh diri’ bareng babi-babi itu. Melainkan bagaimana Tuhan menghargai satu jiwa manusia yang sudah diabaikan oleh manusia lain, lebih dari apapun juga.

Kita ini seringkali tak peduli pada orang lain, apalagi pada orang-orang yang kita sebut ‘gila’. Menghargai manusia lain, memanusiakan orang lain, itulah yang saya maksudkan dari kisah babi dan orang gila dari Gerasa. Seberapa pun berbedanya kita dengan mereka. (Tulisan lain soal memanusiakan manusia lain, silakan baca pada artikel ini)

Seberapapun berbedanya kita dengan orang lain (termasuk bahwa mereka kemudian boleh menikmati sesuatu yang haram menurut kepercayaan kita), orang lain wajib dihargai melebihi tembok-tembok perbedaan.

Saya kira, itulah kunci persatuan dan kesatuan. Sehingga tak perlulah sampai festival kuliner serba babi di Semarang bikin sewot kemudian ‘dipaksa-paksa’ untuk dibatalkan.

Foto: Pixabay/Mutinka