Tag Archives: Diri

“Cek Toko Sebelah”, yang mana Diri Anda?

Membaca novel karya penulis Indonesia masih saya lakukan hingga kini. Tapi, menonton film Indonesia sudah lama tidak. Sebagian karena sibuk, sebagian lagi alasan penghematan, seperti kata teman: Sebentar lagi juga tayang di televisi, sayang uangnya.

Jadi ketika suami dan anak-anak mengajak menonton film ini, saya masuk ruangan bioskop dengan setengah berharap.

Tak diduga, baru beberapa adegan, saya ikut tertawa. Lalu adegan berikutnya makin terbawa, dan tak sadar terus tertawa-tawa hingga film selesai. Tak disangka saya juga sempat terharu dalam beberapa adegan.

Bagi saya, film ini sangat membumi. Apa yang diceritakan, adalah representasi kejadian sehari-hari, yang dikemas dalam bentuk yang lebih dramatis. Hampir sebagian besar tokoh, seolah berada dalam kehidupan saya sehari-hari.

Koh Afuk, mengingatkan saya sedikit pada mertua saya, yang sudah ditinggal oleh istrinya. Saya melihat kesedihan dan kesepiannya, sendirian, karena anak-anak sudah memiliki tempat tinggal sendiri.

Natalie, mengingatkan saya akan seorang rekan kerja, yang merasa sudah jauh-jauh kuliah di luar negeri dan bekerja di perusahaan asing, eh akhirnya menikah dengan seorang anak pengusaha toko, pewaris keluarga.

Yohan mengingatkan saya akan seorang sepupu, yang masih terkatung-katung antara hobi dan mencari pekerjaan yang kantor yang tak disukainya, dan akhirnya turut membuat galau anggota keluarganya.

Aming, yang terus-terusan makan cemilan dan jajan, tapi masih terus menyebut dirinya sedang berdiet, adalah perwakilan dari kita semua, hahahaha…

Robert, adalah, -anda tahu-, representasi para pria genit yang suka main perempuan, walau sudah punya anak dan istri di rumah.

Lalu Tini, penjaga toko sebelah, yang kecentilan sama gebetan pembantu tetangga, mengingatkan saya akan ART saya yang dulu.

Ayu? Wah, ini juga kisah seorang sahabat, pernikahan yang berbeda kultur, membuatnya kurang diterima dalam keluarga suami.

Saya dan suami merekomendasikan film ini. Film yang sungguh menghibur dan mengingatkan kita akan prioritas hubungan dengan orang-orang yang kita kasihi. Baik itu orangtua, atau saudara/kakak-adik. Dan bagi saya, pesan moral yang ingin saya bawa pulang adalah, seperti lagu kesukaannya bu Sonya:

Harta yang paling berharga adalah… Keluarga!

Family comes first!