Tag Archives: Convenience

Pemimpin yang Berkata: Aku Tidak Menghiraukan Nyawaku Sedikitpun

Ada seorang pemimpin bertanya kepada Yesus, katanya: “Guru yang baik, apa yang harus aku perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Jawab Yesus: “Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja. Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu.”

Kata orang itu: “Semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku.”

Mendengar itu Yesus berkata kepadanya: “Masih tinggal satu hal lagi yang harus kaulakukan: juallah segala yang kaumiliki dan bagi-bagikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.”

Ketika orang itu mendengar perkataan itu, ia menjadi amat sedih, sebab ia sangat kaya. Lalu Yesus memandang dia dan berkata: “Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah.”

Harus diakui bahwa pemimpin ini memiliki moral yang tinggi. Walaupun ia sangat kaya namun ia tetap menjaga kesucian hidupnya dengan tidak berzinah dan tidak mencuri atau berdusta. Dan dia tetap hormat pada kedua orang tuanya. Dan ini dia lakukan sejak masa mudanya. Saat ini kita sering mendengar dan menyaksikan kehidupan orang-orang yang setelah banyak uangnya ia dengan mudah larut kedalam kehidupan yang dikontrol hawa nafsu kedagingan, serta lebih menuntut dihormati ketimbang menghormati orang lain.

Tantangan Kristus menguak kekurangan si pemimpin kaya itu. Benar apa yang Yesus pernah ajarkan bahwa firman itu bisa jatuh di tanah yang penuh semak duri. (Benih) yang jatuh dalam semak duri ialah orang yang telah mendengar firman itu, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekuatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang. (Luk. 8:14).

Tantangan Kristus menempatan pemimpin itu di titik pisah antara pilih convenience atau commitment. Dan akhirnya si pemimpin memilih convenience; dan dengan demikian ia menolak commitment. Ternyata rapuh imannya, convenience lebih penting dari commitment.

Commitment itu memang mahal harganya dan sering berseberangan dengan convinience.

Rasul Paulus melayani Tuhan dengan penuh commitment. “Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan kuasa-Nya, yang bekerja dengan kuat di dalam aku. “ Kol. 1:29.

Lebih jauh ia mengatakan, “Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah.” Kis. 20: 24.

Ia tidak melakukan pelayanan secara ala kadarnya, yang artinya, oke saya akan melayani sejauh hal itu convenience bagi saya. Dalam pelayananNya Kristus tidak mencari simpatisan yang mengasihaniNya, melainkan mereka yang mau membayar harga suatu commitment.

“Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. “ Luk. 9:23.

Gereja adalah komunitas yang menuntut commitment semua anggotanya. Komitmen kehadiran, komitmen berpartisipasi dalam aktivitasnya, komitmen memberi perpuluhan, bahkan mungkin lebih dari itu ketika gereja dalam kesulitan finansial. Commitment untuk saling memperhatikan dan commitment untuk bertumbuh bersama dalam pengenalan akan Tuhan dan menjadi berkat satu sama lain dan di masyarakat.

Commitment
ini harus terus dipupuk setiap saat. Tanpa semua commitment ini maka gereja menjadi tidak sehat, subur gossip dan mudah pecah. Gereja bukanlah lembaga entertainment yang selalu berusaha memberi convenience pada setiap pengunjungnya. Bila Anda mencari gereja yang bisa memberi convenience selalu, maka Anda akan menjadi anggota setia ‘GKJJ’ (Gereja Kristen Jalan-jalan). Dan bila Anda menemukan gereja yang cocok dengan Anda, maka kemungkinan besar gereja itu penuh dengan kompromi.

Pendeta sebagai Ketua Jemaat atau Pemimpin Rohani Jemaat dituntut komitmen untuk memberikan pengajaran yang sehat berdasarkan Firman Tuhan. Dengan demikian seorang Pendeta haruslah seorang sudah dipersiapkan dengan baik dalam hal pemahaman Firman Tuhan, dan seorang yang terus menerus berusaha mendalami Firman Tuhan seumur hidupnya, agar dapat memberikan pengajaran yang sehat kepada jemaat yang dipimpinnya. Kepadanya juga dituntut untuk menjadi teladan bagi jemaatnya.

Pendeta harus terus menyerukan pertobatan dari dosa-dosa kepada jemaatnya tanpa takut ancaman pemecatan, memperlengkapi jemaatnya untuk menjadi garam dan terang di masyarakat, menjadi saksi-saksi Kristus. Para majelis dan pelayan jemaat juga dituntut commitment untuk terus menerus bertumbuh dalam Firman Tuhan dan memperlengkapi diri menjadi pelayan yang baik.

Tanpa commitment Pendeta, para pelayan dan anggota jemaat, maka gereja akan menjadi lembaga entertainmen yang selalu mengupayakan convenience.

Dan pemimpin bukan hanya pendeta saja. Hal ini juga berlaku buat semua pemimpin yang adalah umat Kristen. Sebab menjadi umat Kristen adalah menerima panggilan menjadi pelayan Kristus di mana pun berada.

Mintalah kekuatan dari Roh Kudus agar kita menjadi pengikut dan pelayan Kristus yang memiliki commitment. Dan perbuatlah itu. Be a committed Christian.

-*-
Foto: Pixabay