Tag Archives: Christ

Is This Christmas Really My CHRISTmas or Only Christmas Without Christ? (Part I)

This is December ! Merry Christmas !!

Natal adalah moment yang ditunggu-tunggu oleh umat Kristiani di seluruh dunia, dan tentu saja aku termasuk dalam kumpulan orang-orang yang menantikan natal ini. Tahun 2016 ini adalah ke 20 kalinya aku merayakan natal semenjak Tuhan menghadiahkanku untuk kedua orangtuaku dan orang-orang disekelilingku.

Sama dengan tahun sebelumnya, aku merayakan natal tahun ini jauh dari keluarga inti. Aku merayakan natal bersamaan dengan abangku di kota metropolitan ini. Bagaimana rasanya merayakan natal jauh dari keluarga? Hmm, jangan tanyakan karena rasanya benar-benar membingungkan.

Baiklah, kali ini aku ga akan menceritakan tentang gimana rasanya natalan tanpa keluarga, tapi hal yang jauh lebih penting dari itu, apakah ternyata selama ini kita merayakan Natal tanpa kelahiran Sang Mesias tersebut di hati kita?

Jleeb.. ! Namun, itulah makna natal yang tahun ini aku dapatkan dari Tuhan sepanjang tahun ini. Bisa dikatakan, tahun ini adalah tahun yang cukup berat bagiku. Namun, di tengah- tengah pergumulan dalam hidupku sepanjang tahun ini, Tuhan benar-benar mengajarkanku betapa pentingnya Dia dalam hidupku, bukan hanya bagiku bahkan bagi kita semua juga.

Semua diawali ketika aku merasa baik-baik saja dengan up and down kehidupan rohaniku. Aku melayani di kampus, gereja, dan bahkan di keluargaku dengan kondisi yang up and down dalam hal keintiman dengan Tuhan (re : Saat Teduh, Doa, dan Penyembahan), dan aku merasa baik-baik saja dengan hal tersebut.

Tidak ada yang salah. Hingga akhir-akhir ini aku menyadari bahwa sebenarnya aku sedang dalam keadaan TIDAK baik-baik saja.

Terkadang dalam hidup kita,seperti dalam hidupku, kita merasa melayani Tuhan di kampus, di gereja, atau di manapun itu sudah cukup untuk menyenangkan-Nya. Namun ternyata salah besar!

Aku ditegur akan hal ini lewat Firman Tuhan yang menyapaku beberapa hari kemarin yaitu dari Kitab Yeremia 1: 16 “Maka Aku akan menjatuhkan hukuman-Ku atas mereka, karena segala kejahatan mereka, sebab mereka telah meninggalkan Aku, dengan membakar korban kepada allah lain dan sujud menyembah kepada buatan tangannya sendiri”.

Dan Yeremia  2: 11 ”Pernahkah suatu bangsa menukarkan allahnya meskipun itu sebenarnya bukan allah? Tetapi umat-Ku menukarkan Kemuliannya dengan apa yang tidak berguna”.

Ayat ini benar-benar mengingatkanku, karena terkadang tanpa kita sadari kita telah meninggalkan Allah dan membakar korban kepada allah lain (pelayanan, study, percintaan, dsb) yang merupakan buatan tangan kita sendiri.

Terkadang tanpa kita sadari, kita telah menyembah allah lain tersebut dengan cara memberikan yang terbaik, mengorbankan segala sesuatunya dan bekerja keras untuk hal itu TANPA mengingat hubungan pribadi kita dengan Tuhan yang sebenarnya, dan dari Yeremia 2 : 11 kita melihat bahwa Allah pun merasa demikian kepada kita.

Ketika membaca Yeremia 2 : 11, aku benar-benar merasa tertegur dan merasa betapa Allah kecewa terhadap diriku selama ini, terutama di saat aku merasa “baik-baik” saja dengan up and downnya hubunganku dengan Allah.

Selain itu, Allah juga menegurku lewat kepanitiaan natal yang selama ini aku pegang. Aku melakukan semua yang aku bisa untuk kepanitiaan ini, aku mengorbankan banyak hal dalam kepanitiaan ini, dan aku mengganggap ini adalah korban bakaranku untuk Allah.

Namun, ternyata kembali lagi, aku tidak mengingat betapa hubungan pribadi dengan Tuhan itu sangat-sangat penting dibanding dengan korban bakaran yang kuberikan tanpa pengenalan yang baik akan Dia.

Aku ditegur kembali lewat Firman Tuhan dalam Hosea 6: 6 “Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran”.

Ayat ini juga jelas-jelas mengingatkanku bahwa semua yang kulakukan, semua yang aku anggap pelayanan untuk Tuhan, tanpa pengenalan yang baik akan Dia bukan merupakan kesenangan bagi Allah.

Dalam hal ini aku diingatkan kembali ketika aku merasa “baik-baik saja” saat kehidupan rohaniku up and down, berarti di saat itu juga sebenarnya aku sedang TIDAK baik-baik.

Aku telah merayakan beberapa natal baik itu di kampus, ataupun di gereja dengan keadaan yang seperti itu. Refleksiku untuk diriku sendiri adalah apakah benar selama ini aku telah merayakan kelahirannya? Apakah ternyata selama ini aku merayakan Natal tanpa kelahiran Sang Mesias tersebut di hatiku?