Tag Archives: banjir

Banjir Jakarta: Anies Salahkan Proyek sampai Jokowi yang “Ingkar” Janji

Banjir yang melanda ruas-ruas jalan utama dan beberapa titik permukiman di Jakarta yang terjadi Senin (11/12) seketika membuat pembicaraan menjadi melebar ke ranah politik.

Banjir di bulan Desember memang biasanya bukan merupakan puncaknya, namun ini menjadi alarm yang bagus buat pemerintah sekarang. Semacam try out menjelang puncak turun hujan yang biasanya sekitar Februari.

Rasanya tidak adil jika harus menyalahkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakilnya Sandiaga Uno atas genangan air yang menyusahkan warga ini. Keduanya baru menjabat dua bulan.

Namun, publik malah disuguhkan “akrobat kata-kata” yang cenderung salah-menyalahkan yang sayangnya malah bersumber dari Gubernur Anies sendiri dan tentu saja para pendukungnya.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut pembangunan proyek infrastruktur yang berada di ruas jalan protokol telah menghambat aliran air di beberapa kawasan, seperti dilaporkan CNN.

Terhambatnya aliran ini pun mengakibatkan munculnya genangan air yang cukup tinggi di daerah Selatan, seperti di Jalan Gatot Subroto, Kuningan, Rasuna Said dan beberapa titik lainnya saat hujan lebat mengguyur Jakarta sejak siang hari kemarin.

Anies pun mengaku, pihak Pemprov sebenarnya sudah berulang kali mengingatkan pelaku pembangunan tersebut untuk memperhatikan tali air agar tak ada yang tersumbat meskipun proyek sedang berjalan.

“Kita akan panggil semua jajaran yang terlibat hari ini, akan berikan instruksi dengan tegas, karena apa, ini masyarakat yang dirugikan. Proyek memang harus berjalan tapi warga juga tidak boleh disengsarakan,” kata dia.

Namun, proyek LRT dan MRT bukan baru muncul dua bulan lalu, tetapi sudah berjalan beberapa tahun. Alasan untuk menjadikan proyek LRT dan berbagai proyek yang berjalan di Jakarta menjadi sulit dimengerti karena tidak ada presedennya.

Gubernur Anies Baswedan saat meninjau kondisi pompa air di Dukuh Atas, Jakarta. (Kompas.com)

Kecekatan mengawasi dan memelihara pintu air sebagai kunci mengurangi banjir pun teruji di sini. Gubernur Anies sempat mengecek kondisi pintu air di underpass Dukuh Atas, dan mendapat laporan dari operator pompa penyedot air bahwa ada kerusakan.

“Di sini ada 6 pompa, tapi yang berfungsi baik cuma dua. Langsung akan segera kita tindaklanjuti, kita pastikan tidak ada masalah,” kata Anies.

Masalahnya, salah satu operator pompa bernama Mulyadi mengatakan, sudah melaporkan kerusakan pompa tersebut sejak 22 Oktober 2017 lalu. Namun, hingga kini laporannya belum ditindaklanjuti, katanya kepada Kompas.com.

 

Ahok Awasi Pompa Air

Keadaan seperti ini sulit terjadi di zaman Gubernur DKI terdahulu, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Ahok diketahui publik ketika banjir terjadi benar-benar mengawasi kinerja pompa air di seluruh titik di Jakarta.

Ahok menginstruksikan lurah-lurah untuk mengawasi kondisi pompa antisipasi banjir di lingkungannya masing-masing.

“Saya instruksikan seluruh lurah harus tahu persis seluruh kondisi pompa di wilayahnya, harus ditungguin itu pompa, masih ada minyaknya enggak, hidup jam berapa, mati jam berapa,” kata Basuki saat menjabat gubernur di gedung DPRD DKI Jakarta, Sabtu (19/12/2015).

Basuki Tjahaja Purnama saat peresmian RPTRA Sunter. (Kompas.com)

Basuki juga mengatakan dengan demikian genangan di Jakarat bisa cepat surut, seperti direkam secara tertulis oleh detik.com.

Laporan terbaru dari mantan stafnya pun memberi gambaran tentang ketatnya Ahok mengawasi pompa air. Ismail Al Anshori yang mengaku mantan staf eks Gubernur DKI Ahok berkicau melalui Twitternya.

Pemilik akun @thedufresne itu, menuturkan perbedaan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Ahok ketika merespon banjir. Berikut cuitannya:

“19 bln kerja brg Ahok, gw ga pernah lihat dia berpose foto di ruangan ini. Kl banjir, Ahok sibuk d grup whatsapp penjaga pintu air & lurah.”

“Dan dia tau detail daerah mana aja yg kena, kepala dinas/lurah mana yg ga kerja, pintu air mana yg ga berfungsi optimal, dsb,” cuitnya di akun @thedufresne.

Jadi, semoga saja kasus pompa air rusak yang telat dikerjakan perbaikannya itu menjadi masukan buat Anies agar memperbaiki metode pengawasannya.

 

Janji Jokowi Atasi Banjir Jakarta

Satu lagi, menggema juga di publik tentang janji Jokowi jika dia menjadi presiden akan lebih mudah untuk mengatasi banjir. Uniknya, yang menyorongkan ingatan ini ke publik tak lain adalah para pendukung Gubernur Anies sendiri.

Semisal Hidayat Nur Wahid yang juga salah satu Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), partai pendukung saat Anies maju Pilkada DKI.

Seperti dilaporkan Tribunnews, Hidayat mengingatkan, saat menjabat Gubernur DKI Jakarta, Jokowi pernah menyatakan bahwa persoalan banjir di Ibu Kota akan lebih mudah diselesaikan apabila ia terpilih sebagai presiden.

“Sekarang sudah 3 tahun Beliau menjadi Presiden, mestinya itu bisa dilakukan maksimal. Apa yang Beliau katakan dulu harusnya bisa dilaksanakan,” kata Hidayat, Selasa (12/12/2017).

Namun, Hidayat menilai, selama 3 tahun menjabat sebagai Presiden, upaya maksimal untuk menanggulangi banjir di Jakarta itu belum dilakukan. Nyatanya, kata dia, banjir masih terus terjadi di Ibu Kota.

Joko Widodo saat menjabat sebagai gubernur memang mengeluarkan pernyataan tersebut, tentu saja saat dia akan running menuju RI-1.

“Seharusnya lebih mudah (mengatasi kemacetan) karena kebijakan transportasi itu harusnya tidak hanya Jakarta, tapi juga Jabodetabek. Itu seperti halnya dengan masalah banjir. Banjir tidak hanya masalah Jakarta karena 90 persen air yang menggenangi Jakarta itu justru berasal dari atas (Bogor). Semua pengelolaan 13 sungai besar yang ada di Jakarta juga semuanya kewenangan pemerintah pusat,” papar Jokowi di Balaikota Jakarta, Senin (24/3/2014).

Jokowi menjamin, seluruh perencanaan transportasi yang telah dicanangkannya selama menjabat sebagai DKI-1 tidak akan terbengkalai jika nantinya ia menjabat sebagai RI-1. Ke depannya, Jokowi ingin agar Jakarta memiliki banyak moda transportasi, seperti terekam di Kompas.com.

Detail untuk mengelola air kiriman dari daerah penyanggah Jakarta, seperti Bogor, pun dibuatkan masterplannya.

Merdeka.com mengulas bahwa Denny Iskandar salah satu timses Jokowi saat maju untuk RI-1 menegaskan,” Gampang kok tinggal cari menteri yang mau bekerja. Anggaran penanganan juga bisa dipercepat. Waduk Ciawi, Cisadane, tidak bisa ditunda lagi dan akan mudah direalisasikan.”

Presiden Joko Widodo meninjau proyek Waduk Ciawi. (detik.com)

Nah, ternyata Jokowi tidak mengingkari ucapannya, seperti yang dituduhkan Hidayat Nur Wahid. Pengerjaan Waduk Ciawi, plus Waduk Sukamahi, telah berjalan. Kedua waduk ini berfungsi menampung air dari Bogor agar tidak langsung membanjiri Jakarta.

Dilaporkan detik.com, Proyek Waduk Ciawi dan Sukamahi di Kabupaten Bogor digulirkan untuk mencegah banjir kiriman masuk ke Ibu Kota. Proyek ini juga dibicarakan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.

“Berkaitan dengan Waduk Ciawi dan Sukamahi, itu juga. Tapi itu pemerintah pusat,” kata Jokowi di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (26/10/2017).

Proyek dua waduk itu semula hendak dikerjakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Namun, sejak Mei lalu, diketahui proyek itu diambil alih pemerintah pusat. Proyek akan segera digarap.

“Akan segera kita kerjakan, sehingga air yang berasal dari atas itu bisa kita cegat dulu di waduk itu,” kata Jokowi.

Seperti biasa, dan sering sudah didengar publik soal proyek yang tertunda-tunda. Pembangunan Waduk Sukamahi pun sejatinya sudah direncanakan sejak dulu, pada 1990-an.

Namun rencana pembangunannya saat itu terkendala pembebasan lahan. Warga yang rumahnya direncanakan terkena proyek waduk tersebut menolak ganti rugi yang ditawarkan pemerintah. Sekarang, sudah beres semua, proyek pun berjalan.

Warga memperoleh sertifikat pembebasan lahan untuk Waduk Ciawi. (Tribun Bogor)

“Pembebasan tahun 2017 ini diharapkan tuntas. untuk pembangunan kita lanjutkan tahun 2017 jadi ketika dibebaskan sebagian, sebagian dilakukan konstruksi, paralel,” kata Sekda Provinsi Jawa Barat, Iwa Karniwa kepada Tribun Bogor.

Berikut data pembebasan tahap I dan II.
– Bendungan Ciawi (Cipayung)
Total luas: 89,42 Ha / 899 bidang.
Pembayaran tahap I: Desa Cipayung, 25 bidang, luas 0,30 Ha, Rp 8,575 milyar.
Pembayaran tahap II: Desa Cipayung, 78 bidang, luas 5,72 Ha, Rp 71,912 miliar.

– Bendungan Sukamahi
Total luas: 46,56 Ha / 620 bidang.
Pembayaran tahap I: Desa Sukakarya, 75 bidang, luas 4,5 Ha, Rp 22,164 miliar.
Pembayaran tahap II: Desa Sukakarua, 31 bidang, luas 1,04 Ha, Rp 8, 023 miliar.

Kesempulannya, banjir di Jakarta memang masih akan sulit ditiadakan siapapun pemimpinnya. Namun, cara menyikapi bencana inilah yang menjadi pembeda.

 

Tulisan ini juga dimuat di Sinarharapan.id

Tentang Rumah Ber-DP Nol Rupiah itu

Sebagai warga Jakarta sejak 40 tahun lalu, saya ikut menyaksikan perubahan dan permasalahan masyarakat urban Ibu Kota (transportasi, hunian, perekonomian, dll). Setahuku hampir tak ada lagi lahan untuk membangun pemukiman berjumlah besar (puluhan ribu unit) dan bangunan bersifat horisontal.

Alternatifnya, rumah susun/flat/apartemen, macam Kalibata City dan yang lain. Itupun harus dengan cara membeli atau menggusur permukiman-permukiman padat, wilayah “slum” yang memang masih banyak di lima wilayah kota.

Masalahnya, harga tanah yang relatif mahal dan warga belum tentu mau melepas tanah dan rumah mereka diakuisisi pemprov untuk dikonversi jadi rumah susun (high rise building).

Pilihan lain, membangun permukiman–terutama untuk segmen masyarakat kelas menengah dan bawah–di luar wilayah DKI Jakarta, yakni Bekasi, Bogor, Cibinong, atau Tangerang, seperti proyek-proyek yang dikerjakan pengembang (developer, umumnya korporasi) dalam 20 thn terakhir ini.

Lalu, bila cagub Anies-Sandi berani menawarkan pemilikan rumah tanpa panjar/DP, kira-kira rumah model apa dan dibangun di mana? Bangunan horisontal atau vertikal?

Agak mustahil saat ini membebaskan permukiman padat dengan “harga pemerintah”; bukan harga ala pengembang swasta yang berani menginvestasikan dana raksasa dan tak perlu minta persetujuan DPRD. Bila dipaksakan–atas nama fungsi sosial tanah yg sebenarnya dibolehkan UU Pokok Agraria–berisiko pula digugat warga ke pengadilan, dan diganggu para “aktivis anti penggusuran/relokasi” atas nama keadilan bagi rakyat bawah.

Membangun di luar wilayah DKI? Pilihan hanya ke wilayah Bekasi, Bogor, Cikarang, Karawang, Banten, karena sulit menemukan lahan luas. Bila itu yang dipilih, tentu bukan lagi warga Jakarta yang hendak dibantu cagub tersebut, melainkan warga Bekasi, Bogor, Banten.

Sekadar info, di pinggiran Jakarta arah timur mendekati perbatasan Bekasi, harga tanah termurah kini, per m2 sekitar Rp 5 juta. Menemukan lahan luas untuk membangun perumahan massal hampir mustahil pula, kecuali berani membebaskan dengan harga berlipat-lipat.

Jadi, capek kalian menggunjingkan uang muka 0 persen yang disodorkan Anies. Barangkali beliau tak paham peta dan harga pasar (bukan NJOP) tanah di Jakarta. Bila pemprov mau baik hati membantu penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan pas-pasan, hanya cara pemberian subsidi dalam jumlah besar yang harus disiapkan.

Dugaan saya, dia ingin menarik simpati warga pemilih terutama keluarga muda dan lajang yang akan berumah tangga namun belum memiliki rumah. Menggiurkan memang bila sepintas didengar, walau masih bagian dari teks iklan agar dipilih.

Saya pun tak yakin pasangan ini mampu menyelesaikan persoalan banjir–masalah usang Jakarta–tanpa membongkar bangunan-bangunan di bantaran kali/sungai, tak melebarkan kali, dan itu berarti tidak menggusur atau merelokasi warga yang mengokupasi. Kali Ciliwung, contohnya, semakin lama semakin menyempit karena bangunan, timbunan sampah, dan pendangkalan tepian kali, jadi mempersempit aliran air hingga menimbulkan banjir, apalagi bila dapat “kiriman” dari Bogor.

Tapi, begitulah… Orang-orang masih banyak yang lebih suka mengedepankan kebencian ketimbang mengakui hasil perbaikan, seraya mendesak terus pengurus negara/pengelola kota agar mempedulikan rakyat di semua lapisan dan di berbagai aspek.