Tag Archives: Alkitab

Akibat Dosa dan Keserakahan

Dalam hal tertentu, sesuatu yang ‘terlalu’ itu baik. Misalnya, karena Allah yang terlalu mengasihi kita, sehingga Ia merelakan Anak-Nya menjadi manusia dan mati untuk dosa-dosa kita. 

Tapi kadang, apa yang terlalu itu juga kurang baik. Contohnya makanan yang terlalu manis, kurang baik bagi kesehatan kita. 

Begitu juga dalam hal lain. Seorang yang terlalu lama berkuasa tidak bagus, akan cenderung menjadi otoriter. Seseorang yang memiliki kekuasaan yang terlalu besar, juga tidak baik. Selain otoriter, dia bisa menjadi penguasa yang lalim.

Lord Acton, seorang profesor sejarah modern di Universitas Cambridge punya adagium yang terkenal: “Power tend to corrupt and absolute power corrupt absolutely”. Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan yang absolut, pasti akan korup.

Jauh sebelum Acton bicara, Allah sudah memperingatkan bangsa Israel tentang kekuasaan yang korup dan sewenang-wenang. Melalui Nabi Mikha, Allah memperingatkan mengenai ketidakadilan sosial dan penguasa yang menyalahgunakan kekuasaannya dan merampas hak orang lain.

Pada Mikha 3: 9-12, Firman TUHAN memberikan kita contoh penguasa yang lalim, penguasa yang menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka itu penguasa yang muak terhadap keadilan dan membengkokkan segala yang lurus (ayat 9). Mereka juga mendirikan kekuasaannya dengan darah dan kelaliman (ayat 10).

Apa yang sudah lurus, malah dibengkokkan. Tatanan hidup moral rakyat yang berlandas pada Taurat TUHAN, malah dirusak. Mereka menolak dan mengabaikan hukum TUHAN yang mengatur hidup, dan yang menjadi landasaan hidup masyarakat Israel pada masa itu.

Bahkan kekuasaan didirikan dengan sampai menumpahkan darah dan perbuatan lalim. Dan bukan cuma itu yang terjadi. Di ayat 11 kita menemukan bahwa mereka yang memiliki kekuasaan hukum juga sudah suap. Kalau di zaman sekarang, otoritas hukum ini antara lain polisi, jaksa, dan hakim. Kalau ketiga otoritas ini bisa disuap, maka tidak ada lagi keadilan. Orang yang tadinya tidak bersalah bisa diputus tidak bersalah dan sebaliknya. Yang penting, wani piro?  

Lalu ada juga golongan imam atau rohaniawan yang mengajar bukan untuk mendidik orang dalam kebenaran, tetapi karena ada bayaran, seperti yang disebut di ayat 11. Begitu juga golongan nabi yang menenung atau dalam terjemahan lain “tells fortune” atau meramal, karena uang. Padahal ironisnya, para nabi ini sering berkata “Kita ini bersandar kepada TUHAN karena Bukankah TUHAN ada di tengah-tengah kita? Maka Tidak akan datang malapetaka menimpa kita!” 

Para nabi itu sebenarnya tidak lagi bersandar kepada TUHAN melainkan kepada uang. Uang dianggap bisa menentukan peruntungan dan masa depan seseorang dan bukan TUHAN!

Segala yang dilandasi karena motivasi akan uang ujung-ujungnya akan melenceng dan korup. Tidak ada lagi tempat TUHAN di sana. Ketika pemimpin agama telah dikendalikan uang, sesungguhnya mereka tidak lagi melayani TUHAN, melainkan melayani mamon, yaitu uang dan keserakahan. Matius 6:24 berkata: “Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”

Jadi, bisa kita bayangkan situasi pada waktu moralitas Israel sedang buruk-buruknya. Penguasa menjadi lalim dan otoriter, aparat hukum bisa disuap, para rohaniawan sudah dikuasai uang dan keserakahan. Bagaimana dengan rakyat? Kalau penguasa saja seperti itu, yang terjadi pada rakyat adalah: Kalau tidak ikut-ikutan menjadi lalim, ya menjadi korban kelaliman itu sendiri.

Itulah sebabnya, tidak ada jalan keluar lagi. Nabi Mikha menyampaikan pesan TUHAN yang penting di ayat 12. Dia menyatakan bahwa Sion akan dibajak seperti ladang dan Yerusalem akan menjadi timbunan puing, serta gunung bait Suci akan menjadi bukit berhutan.

Membajak ladang itu tindakan yang menghancurkan tanah yang keras agar bisa ditanami tanaman. Orang Israel yang keras hati perlu diremukkan dan dihancurkan. Maka TUHAN akan menyerahkan bangsa itu ke tangan bangsa lain. Harga diri mereka yang tinggi diruntuhkan. Mereka akan menjadi bangsa buangan, tidak punya identitas, nasibnya ditentukan oleh bangsa lain.  

Yerusalem akan menjadi timbunan puing. Ini nubuatan tentang kehancuran kota Yerusalem yang megah, yang sebelumnya menjadi pusat sosial, budaya, politik, dan agama bangsa itu, sebelum hancur pada abad 8 SM, ketika bangsa Babel datang. Kota mereka dibakar dan dihancurkan. Tak ada yang tersisa pada apa yang dulu mereka bangga-banggakan. 

Bahkan bukit Bait Allah yang dibangun oleh Raja Salomo pada abad ke-10 SM untuk menggantikan Kemah Suci, dirobohkan dan dihancurkan oleh Bangsa Babel di bawah Nebukadnezar pada tahun 586 SM. Bukit itu ditinggalkan dan menjadi semak-semak dan hutan.

Sedih sekali kalau kita bisa membayangkan keadaan pada masa itu. Semua terjadi karena dosa dan keserakahan. Firman ini memberitahu kita betapa mengerikannya dampak dosa dan keserakahan. Tidak hanya mengubah tatanan yang baik menjadi buruk, tapi pada akhirnya adalah kehancuran belaka.

Perbuatan dosa akan selalu ada ganjarannya. TUHAN kita memang penuh kasih dan pengampunan. Tapi kita perlu tahu bahwa TUHAN juga Maha Adil. Untuk setiap perbuatan jahat pasti ada ganjarannya. Jadi mari berhenti melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, sebelum semuanya menjadi terlambat, Ketika kita tidak lagi punya kesempatan untuk bertobat.

Firman TUHAN di 1 Yohanes 3:6 berkata: “Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia.” 

Seperti kata Firman TUHAN, Tetaplah di dalam Dia. Maka kita tidak akan berbuat dosa. Mari terus membangun pengertian yang benar tentang Yesus, Sang Kebenaran, yaitu dengan bergaul dengan FIrman TUHAN. Berapa kali Anda baca Alkitab dalam sehari? Apakah Alkitab menjadi kompas hidup saudara? Pengertian yang benar akan semakin menguatkan iman kita kepada-Nya.

Dan “berada di dalam yang benar” artinya kita tinggal dalam hidup yang berpatokan pada hidup Yesus sendiri. Bagaimana Yesus hidup sebagaimana yang diceritakan di dalam kitab Injil, begitulah seharusnya kita menjalani dan melakukan kehidupan kita.

Saya percaya, itu akan membantu kita lepas dari jeratan dosa. Tapi kalau jatuh lagi, bangkit lagi, berjuang lagi. Selama kita masih hidup, itu artinya kita masih diberikan kesempatan oleh TUHAN. Jangan sia-siakan, sebelum semuanya terlambat.

Berpegang pada Kebenaran

Bagaimana cara TUHAN mendidik kita dalam kebenaran? Tidak lain dan tidak bukan adalah dengan Firman-Nya, sebagai sumber kebenaran yang hakiki dalam iman Kristen.

Saya teringat Mazmur 119 yang secara garis besar termasuk ke dalam Mazmur-mazmur yang merenungkan cara-cara TUHAN dalam mendidik kita mengenai kebenaran. Mazmur 119 diawali dengan perkataan yang penting: Berbahagialah!

Berbahagia kenapa? Siapa orang yang akan berbahagia?

Pada ayat 1 dikatakan: berbahagialah orang-orang yang hidupnya tidak bercela, yang hidup menurut Taurat TUHAN.

Jadi dari mana dasar kebahagiaan sejati kita, tidak lain dan tidak bukan, dari Firman TUHAN. Kebahagiaan sejati akan kita nikmati ketika kita hidup dalam kebenaran.

Banyak orang yang mulai mempertanyakan kebenaran Firman TUHAN dan mengujinya dengan sains dan bahkan membandingkannya dengan kitab agama lain.

Tapi kita diajar bahwa Firman TUHAN tidak diwahyukan sebagai penguji ilmu pengetahuan, walaupun di dalamnya banyak kebenaran tentang sains.

Firman TUHAN diwahyukan untuk menuntun anak-anak Adam kembali ke Taman EDEN! Sebab sebagai orang percaya, kita diberikan kehidupan atau diciptakan semata-mata untuk berpegang pada Ketetapan TUHAN. Ya, kalau tidak berpegang pada ketetapan TUHAN, ya sebenarnya kita sama saja dengan mati!

Seperti yang disebutkan di Mazmur 119:5 “Sekiranya hidupku tentu untuk berpegang pada ketetapan-Mu!” Hakikat kita adalah mendengarkan TUHAN dan berpegang pada ketetapan-Nya, tidak yang lain.

Dan akhirnya, dengan berpegang kepada Firman Tuhan kita tidak akan dipermalukan! Mazmur 119:6 berkata: “Maka aku tidak akan mendapat malu, apabila aku mengamat-amati segala perintah-Mu.”

Dalam perspektif lain kita bisa membaca di Yeremia 6:15: “Seharusnya mereka merasa malu, sebab mereka melakukan kejijikan; tetapi mereka sama sekali tidak merasa malu dan tidak kenal noda mereka. Sebab itu mereka akan rebah di antara orang-orang yang rebah; mereka akan tersandung jatuh pada waktu Aku menghukum mereka, Firman TUHAN.”

Dengan kata lain, mereka yang tidak bergaul dengan Firman TUHAN, di mana lagi mereka berada? Kecuali melakukan berbagai kejijikan dan akhirnya akan terjatuh dan dihukum TUHAN? Semoga tidak di antara kita yang berada dalam barisan orang-orang ini.

Kloning Manusia: Kontroversinya dan Pandangan Alkitab

Zhong Zhong dan Hua Hua, sepasang monyet makaka yang kembar identik, lahir pada 5 Desember 2017 lalu. Kehadiran mereka mengguncang dunia ilmu pengetahuan. Keduanya adalah primata pertama yang tercipta melalui kloning.

Teknik kloning yang dipakai untuk menciptakan monyet kembar itu sama dengan yang dipakai untuk menciptakan Dolly, si domba kloning, yang lahir pada 1996. Mereka tercipta melalui teknik somatic cell nuclear transfer (SCNT).

Kehadiran Zhong Zhong dan Hua Hua memanaskan kembali kontroversi mengenai kloning, khususnya kloning manusia.  Sejumlah negara sudah terang-terangan menolak dan melarang upaya atau penelitian apapun mengenai kloning manusia.

Penentang kloning manusia terutama adalah kaum rohaniawan yang menganggap kloning manusia itu bertentangan dengan Firman Tuhan. Selebihnya menganggap kloning tak etis sebab akan mengambil sel yang berasal dari embrio manusia dan itu sama saja dengan aborsi.

Tapi pemikiran ‘liar’ manusia tak bisa dicegah. Setidaknya dalam berbagai budaya populer, kloning pada manusia menjadi topik yang banyak menarik perhatian dan menginspirasi para pekerja seni. Mulai dari yang sekadar humor sampai yang serius di film layar lebar, serial televisi, sampai novel macam novel Chromosome 6 karya Robin Cook dan The Island, karya Michael Bay.

Kloning dalam Garis Waktu dan Sejarah
Kloning manusia berkembang sejalan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang biologi perkembangan, genetika, teknologi reproduksi, pembuahan binatang, dan kini: stem cell embrionik yang kontroversial itu. Manusia sukses membuat teknik reproduksi macam bayi tabung, di mana pembuahan sel telur manusia dilakukan di luar tubuh manusia, kemudian pada tahap embrio, ditanam ke dalam kandungan si ibu untuk kemudian bertumbuh sampai lahir dengan selamat. Di dunia penelitian hewan, teknik macam bayi tabung tadi dikembangkan dan diperbaiki untuk menghasilkan genom di laboratorium.

Menurut catatan sejarah, eksperimen kloning terawal dilakukan oleh ahli embriologi Jerman, Hans Spemann, pada akhir 1920-an. Lalu pada 1962, ahli biologi perkembangan Inggris, John Gurdon, mengklaim telah menghasilkan kodok dewasa dengan mentransfer nukleus dari sel kecebong ke sel telur kodok yang enucleated, meski dengan angka keberhasilan yang sangat rendah. Setelah tahap ini, peneliti mulai memikirkan untuk mengeksplorasi kemungkinan transfer sel itu di dalam dunia mamalia.

Sedangkan topik kloning manusia mulai hangat dibicarakan sejak1960-an ketika ahli genetika pemenang Nobel, Joshua Lederberg, mendorong ide mengenai kloning dan genetic engineering dalam tulisannya di The American Naturalist pada 1966. Dia terinspirasi oleh penelitian yang dilakukan sejak masa Hans Spemann sampai John Gurdon.

Sejak tulisan itu, perdebatan soal kloning manusia mengemuka, bahkan sampai berpuluh-puluh tahun kemudian. Di sisi lain, penelitian terhadap hal-hal yang terkait dengan kloning pada manusia terus berlanjut. Salah satunya adalah yang dilakukan oleh peneliti di Advanced Cell Technology di Worcester, Massachusetts. Mereka mengklaim bahwa mereka sukses menumbuhkan embrio manusia untuk memanen stem cell embrionik. Stem cell atau sel punca adalah sel yang bertugas membuat aneka sel dalam tubuh manusia untuk menjaga kelangsungan hidupnya, seperti membuat jantung kita berdetak, otak kita berpikir, ginjal membersihkan darah kita, mengganti kulit yang terkelupas, dan seterusnya. Stem cell adalah sumber untuk sel-sel baru.

Stem cell itu macam-macam. Salah satunya terdapat pada pada tahap awal perkembangan manusia, yakni saat embrio. Itulah sebabnya, stem cell ini disebut stem cell embrionik. Ilmuwan tertarik pada stem cell jenis ini sebab tugas alaminya adalah untuk membangun setiap organ dan jaringan di tubuh kita. Ia bisa berubah menjadi hampir semua jenis sel manusia. Sehingga, ia sangat cocok untuk memperbaiki organ kita yang sakit. Karena kemampuannya inilah, stem cell embrionik membuka jalan kepada kloning manusia.

Di sisi lain, perkembangan penelitian soal kloning di dunia hewan berkembang lebih pesat dan lebih jauh dari sekadar mentransfer sel amfibia. Paling populer adalah pengkloningan domba yang melahirkan Dolly. Dolly dikloning oleh Keith Campbell, Ian Wilmut, dan koleganya di Roslin Institute, University of Edinburgh, Skotlandia, serta perusahaan bioteknologi PPL Therapeutics dari Edinburgh. Domba betina ini lahir pada 5 Juli 1996 dan mati tujuh tahun kemudian karena penyakit paru-paru.

Dolly diciptakan dengan teknik somatic cell nuclear tranfer (SCNT), di mana nukleus dari sebuah sel dewasa ditransfer ke sel telur yang sedang berkembang (oosit) yang nukleusnya dikeluarkan. Sel hibrid ini kemudian distimulasi untuk melakukan pemisahan diri menggunakan kejutan listrik. Saat ia sudah berkembang jadi blastosit, sel ini ditanamkan ke seekor surrogate mother. Salah satu hal menarik dari Dolly adalah bahwa sel yang diambil dari mamalia dewasa ternyata bisa dikembangkan menjadi sel baru yang melahirkan individu baru.

Dengan teknik yang sama diciptakan monyet makaka dari China: Zhong Zhong dan Hua Hua, buah penelitian tim ilmuwan dari Institute of Neuroscience of the Chinese Academy of Sciences di Shanghai. Peneliti yang dipimpin oleh Qiang Sun dan Muming Poo itu juga memakai teknik SCNT. Menurut Muming Poo, pentingnya penelitian mereka adalah untuk menciptakan hewan-hewan identik secara genetik untuk keperluan eksperimen hewan. Makaka pemakan kepiting itu biasanya dipakai sebagai model untuk mempelajari atherosclerosis. Poo juga menyebut kemungkinan dampaknya pada penelitian ilmu saraf, seperti penanganan masalah parkinson dan alzheimer.

Tapi tak urung keberhasilan mereka menimbulkan pertanyaan lanjutan. Kalau pada primata sukses, bagaimana dengan manusia? Bukankah manusia juga bagian dari keluarga primata?

Dina Fine Maron, pada 24 January 2018 lalu, kemudian menulis artikel di Scientific American yang menyatakan bahwa kesuksesan kloning monyet hanya akan memantik perdebatan etika yang baru. Meski di sisi lain, itu akan banyak bermanfaat dalam riset medis.

Kloning, Pandangan Publik, dan Alkitab
Kloning pada manusia masih lebih banyak ditolaknya ketimbang didukung. Ian Wilmut sendiri, meski sukses mengkloning domba, tidak menyarankan kloning manusia. Sebab pada hewan saja tingkat kesuksesannya rendah dan mereka mesti memakai sel yang diambil dari hewan dewasa untuk mencapai tahap embrio, yang kemudian gagal berkali-kali.

Tapi sikap yang ada di luar sana masih terbelah. Publik Amerika Serikat sendiri ada yang menolak dan ada yang mendukung ide kloning manusia. Sebuah survei yang diadakan Gallup pada Mei 2002 menghasilkan pendapat, 90 persen orang menolak kloning untuk menciptakan seorang anak, 61 persen menolak kloning embrio manusia untuk riset medis. Sebanyak 52 persen setuju saja dengan riset medis yang menggunakan stem cell yang diambil dari embrio manusia. Sedang 51 persen setuju kloning sel manusia dewasa untuk kebutuhan riset medis.

Well, perdebatan dan kontroversi kloning manusia memang berputar di sekitar topik stem cell embrionik. Sebab stem cell diambil pada saat embrio manusia memasuki tahap blastocyst, atau sekitar 4-5 hari setelah pembuahan. Saat itu embrio sudah mengandung 50-150 sel. Saat stem cell diambil, itu akan menghancurkan blastocyst, yang sama saja dengan ‘membunuh’ embrio itu.

Kalau membandingkan upaya mengkloning hewan dan kloning manusia, kita melihat dua respons yang sama sekali berbeda. Kloning hewan masih bisa diterima oleh banyak orang, ketimbang kloning manusia.

Hal ini ada hubungannya dengan pernyataan di kitab Kejadian 1:28, yang menyebutkan bahwa manusia ditugaskan untuk berkuasa atas segala yang hidup, yang bergerak di Bumi. Jadi, jika kloning pada hewan akan menguntungkan manusia, sebagai contoh misalnya kloning pada sapi kemungkinan akan menghasilkan sapi yang memproduksi lebih banyak susu yang akan mencukup kebutuhan manusia, maka tidak ada hambatan dalam kasus ini.

Tapi ini berbeda dengan kloning pada manusia. Alkitab menggambarkan dengan sangat jelas bahwa penciptaan hewan dan manusia itu berbeda. Manusia diciptakan dengan cara yang khusus dan terpisah dari hewan. Pada Kejadian 2:6 dan Kejadian 2:8 disebutkan bahwa Tuhan berkuasa atas hewan, dan tak pernah disebutkan manusia berkuasa atas manusia lain.

Setiap pembuahan sel telur, termasuk dari hasil kloning, adalah individu yang baru. Untuk menyempurnakan teknik kloning dibutuhkan beberapa eksperimen dan banyak embrio akan hancur dalam proses itu. Menengok percobaan di Massachusetts, embrionya mati sebelum tumbuh cukup untuk menghasilkan stem cell.

Kloning manusia sangat dekat berkaitan dengan isu aborsi dan permulaan riil hidup manusia. Bila ada kerusakan dalam pertumbuhan klon, maka solusinya adalah aborsi. Lebih jauh lagi, tidak ada ahli biologi, bahkan yang akrab sekali dengan tubuh manusia, yang akan membantah fakta yang jelas bahwa semua pengkodean DNA yang diperlukan untuk membangun ciri fisik setiap individu, ada di dalam pembuahan sel telur. Tidak ada informasi genetik baru yang pernah ditambahkan pada sebuah embrio yang hidup dan bertumbuh. Embrio adalah manusia sejak semula. Dan menurut Alkitab (Keluaran 20:13) dan seluruh standar etika, sangat salah secara intensif membunuh kehidupan manusia tak berdosa.

Kloning juga bertentangan dengan institusi keluarga secara biblikal. Sebab memproduksi kloning manusia yang tak pernah punya dua orang tua, proses kloning hanya akan bertentangan dengan dotrin keluarga yang diperintahkan Tuhan di Kitab Kejadian.

Mungkin bagi mereka yang tak menerima otoritas Alkitab, mereka hanya menganggap Penciptaan sebagai suatu mitos, dan jelas menolak standar institusi yang agung seperti keluarga dan dominion manusia, sebagaimana juga kekudusan manusia yang serupa dan segambar dengan Allah (Kejadian 1:27).

Jangan lupakan juga fakta bahwa stem cell non-embrionik sudah terbukti secara laboratorium dan klinis sukses dan tak perlu mengorbankan nyawa manusia. Sebagai contoh, stem cell telah berhasil diekstraksi dari area hippocampal dan periventricular di otak, umbilical cord blood, pancreatic ducts, folikel rambut, biopsi kulit, dan liposuctioned fat.

PUSTAKA
Liu, Zhen; Cai, Yijun; Wang, Yan; Nie, Yanhong; Zhang, Chenchen; Xu, Yuting; Zhang, Xiaotong; Lu, Yong; Wang, Zhanyang; Poo, Muming; Sun, Qiang (24 January 2018). “Cloning of Macaque Monkeys by Somatic Cell Nuclear Transfer”

Lederberg Joshua (1966). “Experimental Genetics and Human Evolution”. The American Naturalist. 100 (915): 519–531

Maron, Dina Fine (24 January 2018). “First Primate Clones Produced Using the “Dolly” Method – The success with monkeys could ignite new ethical debates and medical research”. Scientific American.

Mark Looy and Ken Ham, The Scientific and Scriptural Case Against Human Cloning
A Preliminary Comment, Answersingenesis.org, November 27, 2001

Spemann, Hans Embryonic development and induction
New Haven : Yale University Press ; London : H. Milford, Oxford University Press, 1938

The President’s Council on Bioethics, Human Cloning and Human Dignity: An Ethical Inquiry
President’s Council on Bioethics, 2002

(Lagi-Lagi) Meramal Kiamat dan (Lagi-Lagi) Ngapusiii

Berbagai pesan, broadcast, berita, meramaikan ramalan bahwa pada 23 September 2017 Bumi akan kiamat. Tapi apa yang terjadi? Sampai sekarang, Bumi masih baik-baik saja. Bukan kali ini saja begitu.

Saya ingat pada 2012, tepatnya Desember 2012, kehebohan yang sama pernah terjadi di seluruh dunia.

Menyikapi hal itu, di rapat redaksi Harian Detik (koran digital terbitan Detikcom, yang kini sudah almarhum), kami berdiskusi tentang cover edisi pagi 21 Desember 2012. Hari itu berita soal bakal kiamatnya Bumi pada 21 Desember 2012 sedang hangat-hangatnya.

Saya mengusulkan, cover edisi pagi besok diisi gambar Bumi saja dan caption: “Kalau Anda bisa baca koran ini, berarti Bumi belum kiamat.” Sah! Cover itu pun disetujui dan keesokan harinya, semua orang bisa membacanya. Sebab kiamat belum terjadi.

Sudah banyak kali manusia, entah itu yang menamakan dirinya cendekiawan, rohaniwan, yang mendapat pencerahan, meramal soal kiamat ini. Dan berkali-kali juga ramalan itu tak benar, mendekati pun tidak.

Teranyar, itulah ramalan kiamat pada 23 September 2017. Bahwa pada tanggal itu, Bumi akan bertabrakan dengan planet Niburu. Pernyataan itu diklaim berdasarkan fakta yang terukur di langit, biblikal, dan merupakan hitung-hitungan numerologi yang akurat.

Faktanya, Bumi tak juga kiamat. Planet Niburu disebut hanya isapan jempol belaka. NASA mengklaim, tak ada benda langit apapun yang mendekati Bumi, yang berpotensi menyebabkan tubrukan hebat.

Klaim Bumi akan kiamat pada 23 September ini disebarkan oleh David Meade, seseorang yang menjuluki dirinya sendiri “Spesialis riset dan investigasi”. Terkait tak kiamatnya Bumi, Meade hanya berkata: “Begitulah tepatnya yang saya duga.” Bah!

Sekarang Meade fokus pada penanggalan baru, 15 Oktober 2017. Dia mengklaim, hari itu Bumi akan memulai fase kehancurannya atau memulai masa yang disebut “Masa kesengsaraan tujuh tahun”. Pada saat itu, Bumi akan mengalami tujuh tahun terjadinya berbagai bencana yang mendatangkan malapetaka. Benarkah? Entahlah. Kita lihat saja nanti.

Tapi saya ingat perkataan dosen saya di STT Iman Jakarta, Graham Roberts, bahwa ada satu kata yang sangat penting dalam perjalanan iman, yaitu “misteri”. Saya sangat sependapat dengan itu.

Dalam konteks memahami Firman Tuhan, ada banyak misteri yang bahkan Tuhan Yesus Kristus sendiri bilang: “Hanya Bapa yang tahu”. Yup, contohnya ya soal kiamat tadi itu. Makanya, sudahlah!

Di Matius 24:36, Yesus berkata: “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri.”

Petrus menulis di 2 Petrus 3:10, “Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap.”

Siapa yang bisa mengetahui kedatangan pencuri?

Hanya berjaga-jagalah yang bisa kita lakukan. Berjaga-jaga terhadap pencuri versi saya di rumah adalah memasang kunci pintu yang baik, tak lupa mengunci pagar, serta melepaskan anjing penjaga kami setiap malam. Gonggongannya adalah sebuah tanda yang harus saya cermati dan waspadai.

Begitupun dalam menanti-nantikan kedatangan Yesus yang kedua kali, kita diminta untuk berjaga-jaga. “Hati-hatilah dan berjaga-jagalah! Sebab kamu tidak tahu bilamanakah waktunya tiba,” kata Yesus di Markus 13:33.

Berjaga-jaga di sini adalah menjaga iman kita sampai akhir. Mungkin kita akan mati sebelum hari itu tiba, tak apa. Atau mungkin juga kita masih hidup saat Tuhan Yesus datang, haleluya!

Tapi kita akan dengan percaya diri menghadap Tuhan Yesus dan dia menyambut kita: “Marilah hai anakku yang setia, ambillah tempat yang telah Ku sediakan.” Ada amin?

 

===

Artikel ini dikutip dan diedit sedikit dari tulisan sendiri di blog: bangdeds.com.

Bunuh Diri dalam Kekristenan dan Menurut Alkitab

Akhir-akhir ini kasus bunuh diri sepertinya sedang marak. Malah, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, sedang ramai orang yang mengakhiri hidupnya lalu menyiarkannya ke seluruh dunia melalui media sosial. Gile bin konyol.

Bunuh diri biasanya berkaitan dengan masalah tekanan psikis atau depresi. Akal sehat jelas tak bisa menerima tindakan bunuh diri, apapun alasannya. Tapi depresi biasanya membuat akal sehat entah ke mana.

Bagaimana bunuh diri dalam sudut pandang kekristenan dan Alkitab? Setidaknya ada tujuh orang yang disebut membunuh dirinya, seperti disebut dalam Alkitab.

Mereka adalah Simson (Hak 16:26-31), Abimelek (Hak 9:54), Saul (1 Samuel 31:4), pembawa senjata Saul (1 Samuel 31:4-6), Ahitofel (2 Samuel 17: 23), Zimri (1 Raja-Raja 16:18), dan Yudas (Matius 27:5). Berikut ini kisah mereka:

Abimelek
Abimelek adalah putra Gideon dari gundiknya di Sikhem. Selama beberapa waktu dia menjadi raja kota di Sikhem dan tercatat berbuat kejahatan dengan membunuh 70 saudara tirinya. Tapi dia mati saat hendak memperluas kekuasaannya ke Tebes. Seorang perempuan menimpakan batu ke kepala Abimelek sampai pecah. Agar tak malu karena dibunuh perempuan, Abimelek meminta bujang pembawa senjatanya untuk menikamnya sampai mati.

Simson
Setelah kekuatannya pulih, Simson membalas dendam pada orang-orang Filistin. Dia merubuhkan kuil tempatnya ditawan, sehingga ia juga ikut tewas. Tapi para ahli memperdebatkan apakah kematian Simson termasuk bunuh diri atau bukan. Sebab, dia punya tujuan dengan kematiannya, yaitu menumpas orang-orang Filistin yang telah memperdayanya.

Saul
Raja pertama Israel ini terjepit setelah pertempuran sengit di pegunungan Gilboa. Orang Filistin terus mengejar bangsa Israel dan bahkan membunuh anak-anak Saul: Yonatan, Abinadab, dan Malkisua. Saul kepergok pemanah dan dilukai sampai parah. Kalah dalam pertempuran, kehilangan seluruh anggota keluarga sangat memberatkan jiwa Saul. Dia pun meminta pembawa senjata pribadinya untuk membunuhnya. Tapi si pembawa senjata segan, sehingga Saul sendiri yang menjatuhkan dirinya ke pedang lalu tewas.

Pembawa pedang Saul
Demi melihat junjungannya tewas, pembawa pedang ini pun menjatuhkan dirinya ke atas pedangnya sendiri. Dia pun tewas. Tak ada lagi cerita mengenai sosok ini sehingga tak jelas alasannya ikut bunuh diri.

Ahitofel
Sosok ini adalah seorang penasihat Raja Daud yang disegani, berasal dari Gilo dan merupakan kakek dari Betsyeba. Tapi dalam revolusi Absalom melawan Daud, Ahitofel bersekongkol dengan putra Daud itu. Daud pun berdoa supaya nasihat Ahitofel tak berguna. Ahitofel pernah mengusulkan supaya Absalom memamerkan kekuasaan dengan mengambil semua gundik ayahnya. Dia juga mengusulkan agar menyerang Daud sebelum dia menghimpun pasukan. Tapi nasihat terakhir ini digagalkan oleh sahabat Daud, Husai. Karena nasihatnya ditolak, Ahitofel pulang ke kotanya dan gantung diri.

Zimri
Dia adalah raja kelima di kerajaan utara dan hanya memerintah selama tujuh hari. Semula dia adalah panglima pasukan kereta kerajaan Israel yang saat itu dipimpin oleh Raja Ela, anak Baesa. Dia mengadakan kudeta dan membunuh raja serta keluarganya. Tapi rakyat menolaknya dan menobatkan Omri sebagai raja. Mereka pun mengepung Zimri di Tirza. Ketakutan dan putus asa menjelang kejatuhannya, Zimri membakar istana dan ikut mati di dalamnya.

Yudas
Salah seorang dari 12 murid Yesus Kristus ini dilanda penyesalan amat sangat karena telah mengkhianati Yesus dengan imbalan uang 30 perak. Karena perbuatannya, gurunya kemudian ditangkap dan dihukum mati. Yudas melemparkan uang itu ke Bait Suci lalu pergi untuk gantung diri.

***

Kita melihat, alasan para tokoh ini bunuh diri umumnya karena kejahatannya, atau mereka dilanda penyesalan yang amat dalam dan rasa bersalah, rasa malu luar biasa, serta putus asa yang hebat.

Tapi tindakan bunuh diri, yakni sebuah tindakan yang dipilih sendiri oleh si pelaku dan dimaksudkan untuk mengakhiri hidup, adalah perbuatan yang salah dan tak seharusnya dilakukan orang Kristen.

Dalam sejarah gereja, ada perdebatan apakah bunuh diri termasuk dosa yang sangat besar dan tak terampuni atau tidak sama sekali. Dan pertanyaan yang jadi perdebatan adalah, apakah orang bunuh diri masuk surga?

Saya tak punya kapasitas untuk mengulik perdebatan itu. Tapi menurut pendapat saya pribadi, membunuh diri sama terlarangnya dengan melakukan pembunuhan, seperti pada hukum Taurat. Sebab ada unsur kesengajaan untuk menghilangkan nyawa, meski itu adalah nyawanya sendiri.

Membunuh diri sendiri juga sama artinya tak menghargai hidup kita sebagai maha karya Tuhan, yang diciptakan menurut rupaNya sendiri dan diberikan nafas kehidupan olehNya.  Jelas, Tuhan ingin kita hidup. Saat kita memilih mati, sudah pasti, perbuatan ini tak disukai Tuhan.

Ini semacam pemberontakan pada Tuhan, yang telah mengaruniakan kehidupan pada kita. Bukankah masa hidup kita ini sebetulnya Tuhan yang tentukan? Seperti dikatakan di Mazmur 31:15 “Masa hidupku ada dalam tangan-Mu..”

Agar bunuh diri ini tak sampai terjadi pada orang-orang terdekat kita, atau orang yang kita kenal, kita perlu memasang mata dan telinga. Jangan abai terhadap seseorang yang mungkin sedang mengalami tekanan hidup yang hebat, diliputi rasa bersalah, atau sedang berputus asa luar biasa.

Pedulilah dengan menyediakan telinga untuk mendengar curahan hati mereka. Tapi jangan menghakimi.

Pada Kisah Para Rasul 16, ketika gempa bumi yang hebat membuat belenggu dan pintu penjara yang dihuni rasul Paulus dan Silas terbuka, kepala penjara stres bukan main, ketakutan, dan hendak bunuh diri. Paulus tak tinggal diam dan berseru mencegah perbuatan itu.

“Bagaimana supaya aku selamat?” ujar si kepala penjara. Itulah kesempatan Paulus bercerita tentang keselamatan dan Injil Yesus Kristus. Puji Tuhan, dari tadinya ingin bunuh diri, si kepala penjara dan seisi rumahnya malah menerima Tuhan Yesus sebagai juruselamat mereka.

Kalau kamu termasuk yang berada dalam tekanan hebat dan depresi, bahkan mungkin sempat berpikir hendak bunuh diri, urungkanlah niatmu. Berserulah pada Tuhan, seperti pesan Rasul Paulus di Roma 10:13. “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan.”

Allah peduli pada kita, sehingga Dia mengaruniakan AnakNya yang Tunggal sebagai jalan keselamatan kita. Yesus peduli pada kita, sehingga Dia rela menanggung dosa-dosa kita sampai Dia mati di kayu salib. Masakan kita tak peduli pada diri sendiri yang sudah dihargai begitu rupa?

Ilustrasi Foto: Johnhain/Pixabay

Penemuan Heboh Gua Laut Mati ke-12 (Apa artinya bagi Alkitab?)

Sebuah penemuan arkeologis terbaru dilakukan oleh arkeolog Israel di bukit berbatu di barat Qumran, di barat laut Laut Mati. Mereka menemukan sebuah gua tersembunyi dan diyakini sebagai gua Gulungan Laut Mati yang ke-12. Penemuan ini diumumkan ke publik pada awal pekan ini.

Peneliti yang menemukan gua itu meyakini bahwa itu adalah gua ke-12. Dan ini menjadi penemuan baru sejak penemuan gua ke-11 pada kurang lebih 60 tahun lalu. Gua itu disebut berasal dari masa Second Temple.

Namun, tak seperti gua lainnya, tak ditemukan gulungan naskah di gua itu. Diduga, naskah itu sudah hilang sejak kaum Bedouins menemukan naskah-naskah Laut Mati pada pertengahan abad ke-20.

Tapi tim yang dipimpin Dr. Oren Gutfeld dan Ahiad Ovadia dari Hebrew University di Yerusalem beserta Dr. Randall Price dan mahasiswa Liberty University di Virginia, menemukan jejak-jejak gulungan itu.

Mereka menemukan sejumlah kendi tanah liat bertutup yang tipenya mirip dengan kendi dari periode Second Temple (tahun 530-70 SM). Kendi-kendi itu tersembunyi di relung-relung di dinding gua.

Tapi kendi-kendi itu sudah pecah dan isinya tak ada, kecuali satu kendi yang berisi gulungan perkamen kosong tanpa tulisan. Gulungan lain diduga sudah diambil kaum Bedouins modern karena ditemukan sepasang kepala kapak penggali dari tahun 1950-an di dalam terowongan.

“Walaupun sampai akhir tak ditemukan gulungan kecuali segulung perkamen kosong, temuan ini mengindikasikan tanpa keraguan bahwa gua ini sebelumnya mengandung gulungan yang sudah dicuri,” kata Gutfeld.

Bukti bahwa di situ pernah ada gulungan, selain temuan pecahan kendi, kata Gutfeld, adalah tali kulit untuk mengikat gulungan, kain untuk membungkus gulungan, tendon, dan potongan-potongan kulit yang menghubungkan fragmen, dan lain-lain.

Di samping temuan dari era Second Temple, juga ditemukan peninggalan prasejarah di sana. Berupa sebuah stempel batu dari bahan batu akik.

Apa Arti Naskah Laut Mati

Gulungan Laut Mati memberikan sumbangan penting karena banyaknya naskah Alkitab yang ditemukan. Sebelumnya, naskah Perjanjian Lama yang tertua, disalin pada abad ke-9 dan ke-10 Masehi oleh sekelompok penyalin Yahudi yang disebut kaum Masoret.

Sedangkan naskah Laut Mati disusun oleh penyalin dari daerah Qumran, 1000 tahun sebelumnya. Identiknya naskah yang disusun di Qumran dengan Perjanjian Lama mengindikasikan betapa sungguh-sungguhnya penyalin Yahudi selama berabad-abad dalam menyusun Alkitab secara akurat. Sehingga diyakini bahwa Perjanjian Lama benar-benar menggambarkan kata-kata yang diberikan kepada Musa, Daud, dan para nabi.

Naskah Laut Mati pertama kali ditemukan pada Januari 1947 oleh seorang penggembala dari kaum Bedouin bernama Juma. Kambing-kambingnya memanjat tebing terlalu tinggi sehingga dia harus menjemputnya.

Saat memanjat, Juma melihat dua celah kecil. Dia melemparkan batu ke dalam celah dan mendengar ada yang pecah. Dia segera memanggil sepupunya untuk menggali temuannya, karena mengira bakal menemukan harta karun.

Sayangnya, bukan harta karun yang mereka temukan, melainkan tujuh naskah pertama dari Gulungan Laut Mati yang terkenal sedunia. Naskah-naskah yang berasal dari masa ratusan tahun sebelum kelahiran Yesus Kristus. Berikutnya ditemukan gua-gua lain yang mengandung ruang penyimpanan, saluran air, pemandian ritual, ruang pertemuan, dan ruang kitab tempat sebagian besar naskah Gulungan Laut Mati diduga disalin oleh penyalin kitab.

Kopi Luwak dan Kekudusan Keluarga

Kami berkunjung ke pengrajin kopi luwak. Di sana kami ditunjukkan kotoran hewan luwak. Terlihat butiran-butiran kopi utuh yang menggumpal bersama kotoran lain.

“Biji kopi ini akan diolah menjadi kopi luwak yang harganya mahal,” kata pemandu. Anak saya bergidik melihatnya.

“Tidak usah jijik. Biji-biji kopi ini akan kami pisahkan dari kotoran, lalu dicuci hingga bersih. Setelah itu dijemur. Setelah kering, kulit ari dipecah dan dibuang. Setelah itu, disangrai dengan panas tinggi dan ditumbuk,” terang sang pemandu.

Proses pembuatan biji kopi luwak ini mirip dengan prinsip pengudusan. Arti kata “kudus” atau qadosy (Ibrani) adalah “terpisah” atau dipisahkan. Orang Kristen yang dikuduskan adalah orang yang dipisahkan dari “kotoran” dosa, supaya dapat menjalin relasi dengan Allah.

Mengapa? Karena Allah itu kudus. Maka manusia harus dalam kudus, atau terpisah dari dosa, supaya dapat berhubungan kembali dengan Allah.

Dalam perjanjian lama, seorang imam akan ditahbiskan dalam upacara istimewa. Dia dikuduskan untuk melaksanakan ritual-ritual keagamaan, sebagai perantara antara Allah dengan umat Israel.

Seluruh umat Israel sebagai satu bangsa juga dikuduskan bagi Allah. Mereka dipisahkan dari bangsa-bangsa lain. Mereka tidak sama dengan bangsa-bangsa lain. Jadi yang menjadikan Israel sebagai bangsa yang kudus adalah hubungan mereka dengan Allah. Dalam pengertian ini ‘kudus’ mengacu kepada pengungkapan tertinggi hubungan perjanjian Israel dan Allah.

Dalam perjanjian baru, umat Allah yang dikuduskan ini meluas ke bangsa-bangsa lain, yaitu mereka yang percaya kepada Yesus Kristus. Umat percaya ini bergabung dalam sebuah entitas bernama gereja.

Gereja berisi orang-orang yang telah diselamatkan dan dipisahkan agar Allah dapat menjalin hubungan dengan manusia. Sedangkan unit terkecil dari gereja adalah keluarga. Keluarga inti atau batih terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Namun ini dapat diperluas dengan kehadiran sanak-keluarga lain yang masih ikut mengindung.

Allah menghendaki agar umat-Nya [baca: keluarga] hidup dalam.

Imamat 19:2b, berkata, “Kuduslah kamu, sebab Aku TUHAN, Allahmu, kudus.” Allah itu kudus, karena itu umat-Nya pun harus kudus.

Karakter umat harus mencerminkan karakter Allah. Allah adalah kudus, artinya Ia bebas terhadap dunia. Allah menguduskan manusia, artinya memilih mereka sehingga menjadi milik-Nya. Allah besar dan baik oleh karena Allah adalah kudus. Tidak ada kejahatan di dalam kebaikan-Nya.

Pada waktu kita diminta untuk hidup kudus, tidak berarti bahwa kita menyamai kemuliaan Allah ini. Kita tidak bakal mampu. Kita dipanggil untuk mencerminkan dan merefleksikan karakter moral dan tindakan Allah. Sebagai keluarga yang telah dipanggil, dipilih dan dikuduskan Allah kita harus senantiasa hidup di dalam standar kekudusan Allah.

Beberapa orang memaknai kekudusan dalam makna sempit, yaitu berkaitan dosa seksual. Misalnya, topik utama dalam menjaga kekudusan pernikahan adalah soal kesetiaan dengan pasangan.

Padahal kehidupan kudus lebih luas daripada itu. Keluarga hidup kudus apabila masing-masing keluarga menjalankan peran masing-masing sesuai perintah Allah.

Seorang suami wajib mengasihi isterinya. Seorang istri hormat dan tunduk kepada suaminya. Dia menjadi penolong yang sepadan. Seorang bapa mendidik anaknya untuk takut kepada Tuhan. Seorang ibu mengasuh anak-anak. Memenuhi segala kebutuhan mereka. Anak-anak patuh kepada orangtua.

Kekudusan keluarga dapat dibentuk apabila masing-masing pribadi dalam keluarga dengan hati yang terbuka mau senantiasa belajar untuk meneladani Allah sebagai PRIBADI yang MAHAKUDUS. Apabila ini tercipta dengan mantap di dalam keluarga maka keluarga ini dapat mempolakan kehidupan yang sama kepada sesama.

Kristus dalam hidup dan sifat-sifat-Nya adalah teladan tertinggi kekudusan Allah. Dalam Dia keadaan kudus bahkan lebih daripada hanya tidak berdosa: itu adalah penyerahan-Nya yang seutuhnya kepada kehendak dan maksud Bapa. Dan untuk itu Yesus telah menguduskan diriNya sendiri (Yoh 17:19).

Kekudusan merupakan keniscayaan bagi keluarga Kristen sebab kita diibaratkan sebagai cabang pohon anggur. Kristus adalah pokok anggur tempat kita menempel. Ini adalah cara agar cabang pohon senantiasa menikmati segala sesuatu yang berasal dari pokok pohon. Bagian yang dapat kita nikmati dari Allah salah satunya adalah kekudusan.

 

Purnawan Kristanto

Tulisan ini dikutip sudah seizin penulis.

Laman asli tulisan ini lihat di: http://renungan.purnawan.web.id/?p=795

Penulis adalah writer | trainer | humanitarian volunteer | video & photo hobyist | jazz & classic lover | husband of priest | father of two daughters |

Sumpah Palsu di Mana-Mana

Sumpah. Hal-hal bersumpah sekarang sepertinya sudah menjadi hal yang biasa saja. Tak ada efek menggetarkannya. Sehingga ujung-ujungnya terjadi sumpah palsu di mana-mana.

Bagaimana kita menyaksikan kesaksian-kesaksian palsu di pengadilan. Padahal mereka sudah bersumpah (di atas kitab suci) untuk memberikan kesaksian sebenar-benarnya.

Bagaimana kita menyaksikan dalam birokrasi pemerintahan kita, banyak pejabat yang korupsi. Padahal mereka sudah bersumpah (juga di atas kitab suci) untuk jadi pemimpin yang amanah.

Bagaimana kita menyaksikan banyak sekali kasus perceraian. Padahal, pasangan itu sudah terang-terangan bersumpah di hadapan Tuhan dan umat untuk bersama sampai maut memisahkan.

Kalau secara hukum perundang-undangan, sumpah palsu itu hukumnya pidana. Sedang secara agama, sumpah palsu itu sama saja dengan menista kekudusan nama Tuhan.

Pada Imamat 19:12 ditulis: “Janganlah kamu bersumpah dusta demi nama-Ku, supaya engkau jangan melanggar kekudusan nama Allahmu; Akulah TUHAN.”

Di Perjanjian Baru, tepatnya di Matius 5:33, Tuhan Yesus berkata: “Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan.”

Lantas apa yang membuat kita menganggap remeh “sumpah”?

Mungkin karena kita ini sudah terbiasa dengan kata sumpah itu sendiri. Dengan kata lain mendegradasi maknanya. Sehingga kita abai dengan konsekuensinya.

Atau, sumpah itu hanya sekadar romansa untuk bikin lawan jenis termehek-mehek. Semacam lagu I swear yang pernah dilantunkan All 4 One:

I swear by the moon and the stars in the sky
And I swear like the shadow that’s by your side

Padahal, Tuhan Yesus sendiri bilang, jangan bersumpah demi langit dan demi bumi. Sebab langit itu tahtaNya dan Bumi itu tumpuan kakiNya.

Jadi, gimana dong? Ya, jangan sembarangan bersumpahlah. Kalau sekadar untuk merayu, kan bisa pakai kata-kata yang lain? Carilah, kan kamu ingin mendapatkan sosok idamanmu. Mosok gitu aja bingung? Hehehe..

Ada baiknya sih kita ini mulai belajar saja menjawab “ya” kalau memang jawabannya “ya” dan “tidak”, kalau memang jawabannya “tidak”. Sebab, apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat (Matius 5:37).

Kalau terpaksa berada pada keadaan yang memaksa untuk bersumpah. Misalnya jadi saksi di pengadilan atau terpilih jadi pejabat, ya jangan dilanggar.

Juga kalau kamu dan pasanganmu udah sampai di depan altar dan resmi diumumkan jadi suami-istri. Jangan pernah lupa sumpahmu di sana ya.

Enggak repot kan? Kecuali, kamu ini memang sedang bersekongkol dengan Si Jahat. Siapa Si Jahat? Ah masa kamu enggak kenal?

 

Membangun Sesuatu yang Lebih Baik Ternyata Tidak Mudah

Pagi ini, saya teringat pada salah satu kisah dalam Alkitab, yaitu tentang Nehemia yang membangun kembali tembok Yerusalem. Entah mengapa ada dorongan kuat untuk membaca kisahnya, jadi dalam perjalanan naik kereta, saya membuka Alkitab elektronik dalam HP saya.

Total ada 13 pasal, dan saya enggak kuat baca langsung sekaligus. Jadi saya bagi setengah dalam perjalanan pergi, setengah dalam perjalanan pulang.

Kisah Nehemia sangat menginspirasi. Dan, meskipun kisah ini terdapat dalam kitab suci umat Kristiani, pesannya sangat universal dan berlaku untuk seluruh umat manusia.

Sama seperti dalam kitab suci agama lain, saya pun sering menangkap pesan-pesan kemanusiaan yang universal dan sering saya ingat-ingat kata-katanya untuk menuntun saya menjadi manusia yang lebih baik.

Sebenarnya, apa sih inti kisah Nehemia? Jadi ceritanya beliau itu terpanggil untuk melaksanakan satu tugas mulia: membangun kembali tembok Yerusalem yang sudah hancur berantakan.

Emang Nehemia itu siapa, tukang bangunan? Bukan! Beliau itu juru minuman raja. Enggak tahu spesifik jobdesk beliau itu apa, tapi yang jelas, Nehemia itu kerja di istana, hidup nyaman, dan kalau hanya memikirkan diri sendiri, beliau itu tinggal meneruskan hidupnya yang nyaman di istana.

Tapi Nehemia punya visi lain yang lebih besar. Beliau ingin membangun kembali bangsanya yang sudah hancur berantakan. Dan demi visi mulia ini, beliau ikhlas meninggalkan kenyamanannya sebagai juru minuman raja. Beliau akhirnya pulang kampung ke Yerusalem dan mulai membangun kembali tembok yang sudah hancur.

Tentu saja banyak tantangan yang dihadapi Nehemia. Kesel banget ya, niatnya baik, perjuangannya sudah mumpuni, dan ini demi kemashalatan hidup orang banyak….kok ya tetap aja jalannya enggak mulus.

Butuh waktu lama, strategi jitu, daya tahan, kesabaran, sampai akhirnya tembok Yerusalem terbangun kembali. Tapi Nehemia tidak menyerah. Beliau bertahan dan step by step, beliau menyelesaikan pembangunan tembok itu, tentu saja dengan dukungan tim kepercayaannya.

Membangun sesuatu menjadi lebih baik memang tidak mudah. Ketika bertukar pikiran dengan Profesor saya saat bertemu beliau di konferensi studi Jepang di ASEAN di Cebu, beliau bilang,”Untuk mengubah suatu hal menjadi buruk, itu hanya butuh waktu beberapa detik. Tapi untuk mengubah suatu hal menjadi lebih baik, diperlukan waktu yang lama. Tapi kalau kita bertahan dan terus berjuang, hasil pasti mengikuti.”

Beberapa waktu yang lalu, Papa saya cerita ketika beliau hendak pulang ke Indonesia setelah menyelesaikan studinya, Bapak mertuanya (kakek saya) berkata,”Pulanglah ke Indonesia dan bangun negara kita.”

Papa pulang ke Indonesia, tapi mendapati kenyataan bahwa niat baik itu tidak selalu diikuti dengan jalan lancar bak jalan tol. Sebaliknya, tantangan demi tantangan harus dihadapi.

Tapi beliau memegang teguh amanah bapak mertuanya dan berusaha maksimal untuk membangun negara ke arah yang lebih baik. Butuh waktu, tenaga, kesabaran, daya tahan, semangat juang, dan konsistensi. Pada akhirnya memang ada buah-buah pembangunan yang signifikan, tapi butuh waktu lama sampai akhirnya berbuah penuh.

“Pulanglah ke Indonesia dan bangun negara kita.”

Jika kakek saya masih hidup, setelah saya menyelesaikan studi saya di Osaka, beliau juga pasti akan mengatakan hal yang sama kepada saya.

Dan adalah sebuah kewajaran, jika tidak ada yang instan dalam membangun sesuatu yang besar. Tapi kelak, kebaikan akan mengikuti, sepadan dengan usaha, kesabaran, konsistensi, dan daya tahan yang dikeluarkan.

 

Rouli Esther Pasaribu

Penulis adalah pengajar paruh waktu di Program Pascasarja Kajian Wilayah Jepang UI.

Tak Ingin seperti Kaum “Mardjiker”

Tasum Sudarohi hanya penjual es dan teh botol di depan Gereja Sion, di Jl. Pangeran Jayakarta. Kala ibadah gereja di hari Minggu selesai dan jemaat keluar dari gedung gereja hendak pulang, itulah momen terbaik bagi Tasum.

Dagangannya bakal laris manis. Itu semua dijalaninya pada tahun 1983.

Memang Tasum tak hanya mengandalkan momen selesainya ibadah gereja. Tak akan cukup momen seminggu sekali itu untuk memenuhi kebutuhannya. Ia pun mengambil bagian trotoar jalan, tetap di depan Gereja Sion, untuk mangkal sehari-hari. Saat itu, Jl Pangeran Jayakarta belum dilebarkan seperti sekarang ini.

Sepanjang hari, sepanjang minggu, Tasum dengan setia berdagang di depan Gereja Sion. Mau tak mau, interaksi pun terjadi. Gereja Sion yang dibangun pada tahun 1695 ini sekarang telah menjadi gereja tertua di Jakarta. Gereja Sion memang terkesan gagah dan anggun baik dari luar maupun dari dalam, namun keramahan dan kesahajaan rupanya tetap berpendar.

Melihat kesetiaan Tasum berdagang di depan gereja, akhirnya pengurus gereja pun tergerak untuk membuat nasibnya lebih baik. Pada tahun 1987, Tasum pun ditawari bekerja di gereja.

Tasum tak menunggu lama untuk mempertimbangkan tawaran yang datang itu. Ini pekerjaan yang jauh lebih baik dengan gaji yang lebih pasti, pikirnya.

Tasum pun diangkat menjadi pegawai gereja pada 12 Oktober 1987. Tugasnya bermacam-macam, dari merawat halaman gereja, menjaga kebersihan gereja, sampai mempersiapkan berbagai peralatan yang diperlukan saat gereja akan melaksanakan ibadah. Gaji tetap pun ia terima.

Gereja Sion dulu dikenal dengan nama gereja Portugis. Ada dua gereja yang dikenal dengan sebutan gereja Portugis, pertama Gereja Sion yang dijuluki “Gereja Portugis di luar Kota” dan Gereja Binnenkerk yang disebut “Gereja Portugis di dalam Kota”. Namun, yang terakhir ini telah habis terbakar pada tahun 1808, sementara Gereja Sion tetap berdiri tegak dengan segala kemegahannya sampai hari ini.

Sebutan untuk “Kota” di atas mengacu pada wilayah Batavia sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda.
Orang Portugis sendiri tidak pernah berkuasa di Batavia. Sebutan Gereja Portugis muncul karena banyaknya budak belian dari pesisir India, khususnya Pantai Koromandel dan Malabar, dan dari Bengal dan Arakan, atau Sri Lanka yang diangkut Belanda sebagai tawanan perang ke Batavia.

Sebelumnya, para budak belian itu milik Portugis, namun Portugis kalah perang dalam perebutan sumber rempah-rempah di Asia oleh Belanda.

Para budak belian itu masuk ke Batavia sekitar tahun 1628, dan mereka berbahasa Portugis. Mereka adalah penganut Katolik yang taat, tetapi pemerintah Belanda menekan mereka untuk tidak mengamalkan agama mereka. Akhirnya sedikit demi sedikit mereka beralih ke Protestan, dan mereka pun dibebaskan dari status budak. Jadilah istilah “Mardjiker” muncul yang memiliki kesamaan makna dengan “merdeka”.

Orang Kampung
Apa kata orang kampungnya di Cirebon yang tahu Tasum kerja di gereja? Tasum notabene beragama Islam, dan sampai saat ini pun dia tetap seorang muslim.

“Ah, biarin aja. Kan saya kerja halal. Lagian, orang gereja juga baik-baik sama saya. Saya nggak pernah diajak ikut kebaktian. Jadi, saya nggak khawatir sama anggapan orang kampung saya,” katanya.

Walau begitu, Tasum mengakui ada suara-suara miring tentang keberadaan Tasum di Gereja Sion, namun dia tak ambil pusing. “Emangnya orang-orang itu yang mau kasih makan anak-istri saya di kampung?” katanya.

Sayangnya, gaji Tasum belum cukup untuk membuat dia mampu bertahan bersama keluarga di sebuah kota metropolitan semacam Jakarta. “Mending duitnya saya kirim buat keluarga di kampung. Di sini mah saya bisa urus diri saya sendiri. Saya cukup-cukupkan saja kebutuhan hidup di sini. Yang jelas, saya nggak mau dagang lagi. Saya sudah dikasih yang jauh lebih baik oleh gereja, saya juga tidak akan nuntut macam-macamlah,” katanya.

Yang membuat dia betah tetap kerja di gereja dan rajin mempersiapkan segala kebutuhan gereja untuk ibadah adalah interaksi yang bersahabat antara dia dan para jemaat. “Jemaatnya baik-baik, saya punya banyak kenalan di sini.”

Perayaan Natal menjadi sesuatu yang ditunggu-tunggu juga oleh Tasum. Pengelola gereja memberi tunjangan hari raya dan bingkisan-bingkisan. “Pas Lebaran, saya malah nggak dapat apa-apa,” katanya.

Tapi itu tak masalah bagi Tasum. Kepedulian pengurus gereja dan jemaat menjadi bagian terpenting bagi Tasum sehingga dia betah bekerja di sana.

Harapan
Harapan Tasum ke depan tak banyak. Dia hanya ingin gereja ini terpelihara dengan baik dan pemda peduli pada gedung gereja ini. Gereja Sion memang telah ditetapkan menjadi jagar budaya oleh Pemda DKI Jakarta, namun wilayahnya telah terkikis sedikit demi sedikit atas nama pembangunan.

Tasum tak ingin seperti Kaum Mardjiker yang saat ini telah menghilang dari lingkungan Gereja Sion. Tak ada lagi “jemaat asli” di Gereja Sion. Keturunan Kaum Mardjiker telah menyingkir dari sana dan kebanyakan dari mereka menetap di Gereja Tugu.

Tasum sebagai pendatang yang mengadu nasib di Ibu Kota akhirnya mampu bertahan dan hidup berkat gereja yang mempekerjakannya. Dia tak bisa membayangkan jika tiba-tiba gereja memberhentikannya sehingga dia harus menyingkir.

“Saya akan di sini sampai gereja sudah tak membutuhkan saya lagi,” katanya mantap.

Di sisi lain, tak ada niat sedikit pun bagi pengurus gereja untuk mempengaruhi keimanan Tasum, dan Tasum pun tak terusik dengan kegiatan kerohanian yang setiap kali diadakan di gereja. Dia malah membantu mempersiapkan segala yang diperlukan untuk kebutuhan ibadah.