Lupakan Kesedihan. ‘Move on’!

It was a perfect dining.
Minggu malam kami makan bersama di sebuah restoran. Anak-anak senang karena selesai berbelanja keperluan natal. Mertua saya habis periksa dari dokter dan ternyata penyakitnya bukan seperti yang dikuatirkan. Restoran yang biasanya antri, kali ini beruntung kami dapat duduk di posisi yang nyaman. Anak-anak makan dengan lahap seperti kelaparan. Makanannya enak. Musiknya enak. Suasana gembira.

Lalu muncullah seorang ibu dan putrinya, menuju ke meja sebelah kami. Dia berhenti sejenak karena kursi suami saya agak menghalangi jalannya. Ketika suami saya menoleh, dia menatap suami dan adik ipar saya.

“Kamu anaknya ibu xxx, kan? Yang gereja di yyy?” ujar Ibu itu.
Kami menatap dengan agak bingung. Suami saya pun membenarkan.
“Ini Bapak ya?” tanya Ibu itu sambil menunjuk mertua saya.
Adik ipar saya mengiyakan.
Lalu Ibu itu bercerita kalau dulu beliau teman ibu mertua saya di pelayanan PGI.
Mereka pun duduk. Kami melanjutkan makan.

Tiba-tiba beliau bertanya, “Mama mana?”
Kami terperangah.
“Sudah pergi, kan, Mama sudah nggak ada,” jawab adikku.
“Haa? Masa!? Kapan?” tanya si Ibu dengan nada terperanjat.
“Tahun lalu…” jawab adik saya, mulai dengan nada sedih.
“Haah? Kok nggak ada yang mgasih tahu saya sih… Aduh saya jadi sedih banget nih…” kata Ibu itu dengan suara parau menahan tangis dan mata Ibu itu langsung berkaca-kaca.

Sekejap kami semua langsung tertular rasa sedih. Suasana langsung berubah canggung. Saya juga ikut berkaca-kaca. Kami jadi terdiam bagai mengheningkan cipta. Suasana jadi senyap dan sendu. Kami semua masih sangat kehilangan ibu mertua saya. Setiap kali ada yang membicarakan beliau, masih dengan mudah bisa membuat kami semua merasa sedih.

Mungkin begitulah…, dalam hidup ini akan selalu ada kenangan yang membuat sedih. Mungkin akan selalu ada yang mencolek kegembiraan kita dengan kesedihan. Itu tak terhindarkan. Tapi tugas kita adalah untuk menghadapinya dengan kuat, dan terus fokus pada hal-hal yang indah dan terus bergerak maju, move on.

Mungkin itu ibarat rasa pahit yang membuat kita lebih menghargai rasa manis.

Suasana kembali ceria lagi ketika putra bungsu saya iseng mencolek kakaknya yang sedang main ponsel, dan ketika dia dipelototi kakaknya, dia langsung menunjuk pada adik ipar saya, tantenya, yang duduk di seberang meja.
“Bukan aku! Tante tuh!” dalihnya usil.
Kami mulai senyum-senyum melihat tingkah anak kecil itu.
Si Tante menyahut membalas keusilan ponakannya: “Memangnya tanganku bisa panjang kayak Reed Mr. Fantastic yang di film Fantastic Four itu?!”

-*-

Foto: Pixabay

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *