Category Archives: Serba-Serbi

Hormati Karya Orang Lain

Sebagai praktisi hukum dan penulis amatiran, saya di belakang JRX – SID dalam kasusnya dengan pedangdut Via Vallen.
Saya Mendukung JRX-SID!

Hormatilah karya orang lain!

Mencipta suatu karya, sesederhana apapun, tidak semua orang bisa, dan tak setiap saat bisa dilakukan. Proses kreatif itu membutuhkan keahlian dan kesempatan.

Ide dan momentum yang melahirkan suatu karya pun tak selalu bisa dikondisikan; ada banyak hal yang menginspirasi suatu karya, kadang disebut “negative capability,” dan hanya mengikut (koheren) dalam diri (orang) tertentu atau sang pencipta suatu karya.

Perlu diketahui, setiap karya (tulisan, lagu, lukisan, foto, disain, dll) bagaikan anak kandung sang pencipta. Karena itulah selain “hak komersil”, pencipta berhak pula “hak moral” atas karyanya; maka jangan sembarang memanfaatkan atau mempermainkan, atau mengubah karya orang lain.

Tidak semua penulis lagu senang bila ciptaannya diubah jadi lagu berirama dangdut, atau seriosa/aria, misalnya. Pencipta memiliki hak moral, dan jangan bawel atas hak orang lain –atau jangan gunakan sama sekali.

Via Vallen yang sudah amat sohor dan meraup banyak uang, seharusnya menjalin komunikasi dengan JRX-SID tentang lagu yang dinyanyikan atau ditampilkan. Lebih baik lagi bila disampaikan semacam “disclaimer” berisi pernyataan bahwa dirinya tidak akan memproduksi dalam bentuk apapun medianya selain dinyanyikan di suatu pertunjukan. Di luar itu bukan tanggung jawabnya atau tim kreatif-manajemennya.

Belajarlah jadi orang berbudaya dengan cara menghormati karya cipta orang lain. Suatu tulisan (puisi, prosa, esai, dsb) boleh anda gunakan tanpa harus membayar, dengan syarat terlebih dahulu minta izin dari pengarangnya dan jangan ganti atau hilangkan nama penulisnya. Bila dihilangkan, berarti itikad sejak dari pikiran memang sudah tidak baik.

Namun membagikan (share) suatu tulisan atau foto atau lukisan/grafis/sketsa atau video di medsos bilamana ada fasilitas “share”, menurutku tanpa minta izin pun boleh namun silakan pula melakukan bila merasa perlu, atau supaya lebih afdol, sebab sudah dibuat fitur “share.” Tetapi jangan copypaste lalu menghilangkan nama penciptanya atau pemotret, yang sering berdalih ecek-ecek: “diambil dari postingan sebelah.”

Apa sih ruginya mencantumkan nama pengarang atau pencipta suatu karya karena toh pemegang hak cipta pun tahu kok itu bukan bermotif komersil, kecuali memang dimanfaatkan “si pengambil” untuk nyari duit?

Bahkan materi-materi yang diambil dari Google atau media Internet pun harus menyebut dari mana sumbernya, lebih elok lagi bila menuliskan pencipta/pemotret karya yang ditampilkan, meski hanya untuk bahan postingan di medsos.

Merepotkan? Kalau begitu jangan gunakan karya orang lain bila tak mau repot sedikit. Tampilkan saja hanya tulisan atau foto karya sendiri, orisinal, agar tak ada urusan dengan orang lain.

Ketahuilah, bila sudi menghormati karya orang lain, sesungguhnya itu menunjukkan kualitas diri sendiri di mata orang lain. Anda akan mendapat respek bila mau menghormati karya orang lain, meski tak disampaikan.

Bagi saya pribadi, karena saya sengaja membuka semua postingan untuk publik dan ada fitur “share,” silakan bila tertarik tanpa harus minta izin. Namun, untuk post hasil karya saya pribadi (esai, teks, foto) jangan dong dihilangkan nama saya. Mbok hargai dikit, waktu dan pulsa (selain pikiran) telah kukorbankan atau bagikan, tak ada pula imbalan materil. Mosok tega sih? Sering pula tak bisa terlihat yang nge-share, sengaja diumpetin.

Tega deh kamyuuu

Kloning Manusia: Kontroversinya dan Pandangan Alkitab

Zhong Zhong dan Hua Hua, sepasang monyet makaka yang kembar identik, lahir pada 5 Desember 2017 lalu. Kehadiran mereka mengguncang dunia ilmu pengetahuan. Keduanya adalah primata pertama yang tercipta melalui kloning.

Teknik kloning yang dipakai untuk menciptakan monyet kembar itu sama dengan yang dipakai untuk menciptakan Dolly, si domba kloning, yang lahir pada 1996. Mereka tercipta melalui teknik somatic cell nuclear transfer (SCNT).

Kehadiran Zhong Zhong dan Hua Hua memanaskan kembali kontroversi mengenai kloning, khususnya kloning manusia.  Sejumlah negara sudah terang-terangan menolak dan melarang upaya atau penelitian apapun mengenai kloning manusia.

Penentang kloning manusia terutama adalah kaum rohaniawan yang menganggap kloning manusia itu bertentangan dengan Firman Tuhan. Selebihnya menganggap kloning tak etis sebab akan mengambil sel yang berasal dari embrio manusia dan itu sama saja dengan aborsi.

Tapi pemikiran ‘liar’ manusia tak bisa dicegah. Setidaknya dalam berbagai budaya populer, kloning pada manusia menjadi topik yang banyak menarik perhatian dan menginspirasi para pekerja seni. Mulai dari yang sekadar humor sampai yang serius di film layar lebar, serial televisi, sampai novel macam novel Chromosome 6 karya Robin Cook dan The Island, karya Michael Bay.

Kloning dalam Garis Waktu dan Sejarah
Kloning manusia berkembang sejalan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang biologi perkembangan, genetika, teknologi reproduksi, pembuahan binatang, dan kini: stem cell embrionik yang kontroversial itu. Manusia sukses membuat teknik reproduksi macam bayi tabung, di mana pembuahan sel telur manusia dilakukan di luar tubuh manusia, kemudian pada tahap embrio, ditanam ke dalam kandungan si ibu untuk kemudian bertumbuh sampai lahir dengan selamat. Di dunia penelitian hewan, teknik macam bayi tabung tadi dikembangkan dan diperbaiki untuk menghasilkan genom di laboratorium.

Menurut catatan sejarah, eksperimen kloning terawal dilakukan oleh ahli embriologi Jerman, Hans Spemann, pada akhir 1920-an. Lalu pada 1962, ahli biologi perkembangan Inggris, John Gurdon, mengklaim telah menghasilkan kodok dewasa dengan mentransfer nukleus dari sel kecebong ke sel telur kodok yang enucleated, meski dengan angka keberhasilan yang sangat rendah. Setelah tahap ini, peneliti mulai memikirkan untuk mengeksplorasi kemungkinan transfer sel itu di dalam dunia mamalia.

Sedangkan topik kloning manusia mulai hangat dibicarakan sejak1960-an ketika ahli genetika pemenang Nobel, Joshua Lederberg, mendorong ide mengenai kloning dan genetic engineering dalam tulisannya di The American Naturalist pada 1966. Dia terinspirasi oleh penelitian yang dilakukan sejak masa Hans Spemann sampai John Gurdon.

Sejak tulisan itu, perdebatan soal kloning manusia mengemuka, bahkan sampai berpuluh-puluh tahun kemudian. Di sisi lain, penelitian terhadap hal-hal yang terkait dengan kloning pada manusia terus berlanjut. Salah satunya adalah yang dilakukan oleh peneliti di Advanced Cell Technology di Worcester, Massachusetts. Mereka mengklaim bahwa mereka sukses menumbuhkan embrio manusia untuk memanen stem cell embrionik. Stem cell atau sel punca adalah sel yang bertugas membuat aneka sel dalam tubuh manusia untuk menjaga kelangsungan hidupnya, seperti membuat jantung kita berdetak, otak kita berpikir, ginjal membersihkan darah kita, mengganti kulit yang terkelupas, dan seterusnya. Stem cell adalah sumber untuk sel-sel baru.

Stem cell itu macam-macam. Salah satunya terdapat pada pada tahap awal perkembangan manusia, yakni saat embrio. Itulah sebabnya, stem cell ini disebut stem cell embrionik. Ilmuwan tertarik pada stem cell jenis ini sebab tugas alaminya adalah untuk membangun setiap organ dan jaringan di tubuh kita. Ia bisa berubah menjadi hampir semua jenis sel manusia. Sehingga, ia sangat cocok untuk memperbaiki organ kita yang sakit. Karena kemampuannya inilah, stem cell embrionik membuka jalan kepada kloning manusia.

Di sisi lain, perkembangan penelitian soal kloning di dunia hewan berkembang lebih pesat dan lebih jauh dari sekadar mentransfer sel amfibia. Paling populer adalah pengkloningan domba yang melahirkan Dolly. Dolly dikloning oleh Keith Campbell, Ian Wilmut, dan koleganya di Roslin Institute, University of Edinburgh, Skotlandia, serta perusahaan bioteknologi PPL Therapeutics dari Edinburgh. Domba betina ini lahir pada 5 Juli 1996 dan mati tujuh tahun kemudian karena penyakit paru-paru.

Dolly diciptakan dengan teknik somatic cell nuclear tranfer (SCNT), di mana nukleus dari sebuah sel dewasa ditransfer ke sel telur yang sedang berkembang (oosit) yang nukleusnya dikeluarkan. Sel hibrid ini kemudian distimulasi untuk melakukan pemisahan diri menggunakan kejutan listrik. Saat ia sudah berkembang jadi blastosit, sel ini ditanamkan ke seekor surrogate mother. Salah satu hal menarik dari Dolly adalah bahwa sel yang diambil dari mamalia dewasa ternyata bisa dikembangkan menjadi sel baru yang melahirkan individu baru.

Dengan teknik yang sama diciptakan monyet makaka dari China: Zhong Zhong dan Hua Hua, buah penelitian tim ilmuwan dari Institute of Neuroscience of the Chinese Academy of Sciences di Shanghai. Peneliti yang dipimpin oleh Qiang Sun dan Muming Poo itu juga memakai teknik SCNT. Menurut Muming Poo, pentingnya penelitian mereka adalah untuk menciptakan hewan-hewan identik secara genetik untuk keperluan eksperimen hewan. Makaka pemakan kepiting itu biasanya dipakai sebagai model untuk mempelajari atherosclerosis. Poo juga menyebut kemungkinan dampaknya pada penelitian ilmu saraf, seperti penanganan masalah parkinson dan alzheimer.

Tapi tak urung keberhasilan mereka menimbulkan pertanyaan lanjutan. Kalau pada primata sukses, bagaimana dengan manusia? Bukankah manusia juga bagian dari keluarga primata?

Dina Fine Maron, pada 24 January 2018 lalu, kemudian menulis artikel di Scientific American yang menyatakan bahwa kesuksesan kloning monyet hanya akan memantik perdebatan etika yang baru. Meski di sisi lain, itu akan banyak bermanfaat dalam riset medis.

Kloning, Pandangan Publik, dan Alkitab
Kloning pada manusia masih lebih banyak ditolaknya ketimbang didukung. Ian Wilmut sendiri, meski sukses mengkloning domba, tidak menyarankan kloning manusia. Sebab pada hewan saja tingkat kesuksesannya rendah dan mereka mesti memakai sel yang diambil dari hewan dewasa untuk mencapai tahap embrio, yang kemudian gagal berkali-kali.

Tapi sikap yang ada di luar sana masih terbelah. Publik Amerika Serikat sendiri ada yang menolak dan ada yang mendukung ide kloning manusia. Sebuah survei yang diadakan Gallup pada Mei 2002 menghasilkan pendapat, 90 persen orang menolak kloning untuk menciptakan seorang anak, 61 persen menolak kloning embrio manusia untuk riset medis. Sebanyak 52 persen setuju saja dengan riset medis yang menggunakan stem cell yang diambil dari embrio manusia. Sedang 51 persen setuju kloning sel manusia dewasa untuk kebutuhan riset medis.

Well, perdebatan dan kontroversi kloning manusia memang berputar di sekitar topik stem cell embrionik. Sebab stem cell diambil pada saat embrio manusia memasuki tahap blastocyst, atau sekitar 4-5 hari setelah pembuahan. Saat itu embrio sudah mengandung 50-150 sel. Saat stem cell diambil, itu akan menghancurkan blastocyst, yang sama saja dengan ‘membunuh’ embrio itu.

Kalau membandingkan upaya mengkloning hewan dan kloning manusia, kita melihat dua respons yang sama sekali berbeda. Kloning hewan masih bisa diterima oleh banyak orang, ketimbang kloning manusia.

Hal ini ada hubungannya dengan pernyataan di kitab Kejadian 1:28, yang menyebutkan bahwa manusia ditugaskan untuk berkuasa atas segala yang hidup, yang bergerak di Bumi. Jadi, jika kloning pada hewan akan menguntungkan manusia, sebagai contoh misalnya kloning pada sapi kemungkinan akan menghasilkan sapi yang memproduksi lebih banyak susu yang akan mencukup kebutuhan manusia, maka tidak ada hambatan dalam kasus ini.

Tapi ini berbeda dengan kloning pada manusia. Alkitab menggambarkan dengan sangat jelas bahwa penciptaan hewan dan manusia itu berbeda. Manusia diciptakan dengan cara yang khusus dan terpisah dari hewan. Pada Kejadian 2:6 dan Kejadian 2:8 disebutkan bahwa Tuhan berkuasa atas hewan, dan tak pernah disebutkan manusia berkuasa atas manusia lain.

Setiap pembuahan sel telur, termasuk dari hasil kloning, adalah individu yang baru. Untuk menyempurnakan teknik kloning dibutuhkan beberapa eksperimen dan banyak embrio akan hancur dalam proses itu. Menengok percobaan di Massachusetts, embrionya mati sebelum tumbuh cukup untuk menghasilkan stem cell.

Kloning manusia sangat dekat berkaitan dengan isu aborsi dan permulaan riil hidup manusia. Bila ada kerusakan dalam pertumbuhan klon, maka solusinya adalah aborsi. Lebih jauh lagi, tidak ada ahli biologi, bahkan yang akrab sekali dengan tubuh manusia, yang akan membantah fakta yang jelas bahwa semua pengkodean DNA yang diperlukan untuk membangun ciri fisik setiap individu, ada di dalam pembuahan sel telur. Tidak ada informasi genetik baru yang pernah ditambahkan pada sebuah embrio yang hidup dan bertumbuh. Embrio adalah manusia sejak semula. Dan menurut Alkitab (Keluaran 20:13) dan seluruh standar etika, sangat salah secara intensif membunuh kehidupan manusia tak berdosa.

Kloning juga bertentangan dengan institusi keluarga secara biblikal. Sebab memproduksi kloning manusia yang tak pernah punya dua orang tua, proses kloning hanya akan bertentangan dengan dotrin keluarga yang diperintahkan Tuhan di Kitab Kejadian.

Mungkin bagi mereka yang tak menerima otoritas Alkitab, mereka hanya menganggap Penciptaan sebagai suatu mitos, dan jelas menolak standar institusi yang agung seperti keluarga dan dominion manusia, sebagaimana juga kekudusan manusia yang serupa dan segambar dengan Allah (Kejadian 1:27).

Jangan lupakan juga fakta bahwa stem cell non-embrionik sudah terbukti secara laboratorium dan klinis sukses dan tak perlu mengorbankan nyawa manusia. Sebagai contoh, stem cell telah berhasil diekstraksi dari area hippocampal dan periventricular di otak, umbilical cord blood, pancreatic ducts, folikel rambut, biopsi kulit, dan liposuctioned fat.

PUSTAKA
Liu, Zhen; Cai, Yijun; Wang, Yan; Nie, Yanhong; Zhang, Chenchen; Xu, Yuting; Zhang, Xiaotong; Lu, Yong; Wang, Zhanyang; Poo, Muming; Sun, Qiang (24 January 2018). “Cloning of Macaque Monkeys by Somatic Cell Nuclear Transfer”

Lederberg Joshua (1966). “Experimental Genetics and Human Evolution”. The American Naturalist. 100 (915): 519–531

Maron, Dina Fine (24 January 2018). “First Primate Clones Produced Using the “Dolly” Method – The success with monkeys could ignite new ethical debates and medical research”. Scientific American.

Mark Looy and Ken Ham, The Scientific and Scriptural Case Against Human Cloning
A Preliminary Comment, Answersingenesis.org, November 27, 2001

Spemann, Hans Embryonic development and induction
New Haven : Yale University Press ; London : H. Milford, Oxford University Press, 1938

The President’s Council on Bioethics, Human Cloning and Human Dignity: An Ethical Inquiry
President’s Council on Bioethics, 2002

Keputusan Trump Soal Yerusalem Bisa Picu Perang Dunia III

Keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel benar-benar membuat kegaduhan di tingkat internasional. Pengakuan ini gawatnya dibarengi dengan dimulainya proses pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Seperti dilaporkan dari liputan6 , keputusan kontroversial Donald Trump itu memantik protes keras dari sejumlah pemimpin dunia.

Mereka khawatir perang di negara-negara Timur Tengah pecah, karena Yerusalem sudah sejak lama jadi pusaran konflik. Tak hanya itu, konflik bahkan dikhawatirkan memicu Perang Dunia III.

Setelah pernyataan Donald Trump soal Yerusalem dilontarkan, sontak seluruh dunia menyesalinya. Salah satu orang yang ikut mengecam keras keputusannya adalah Perwakilan Diplomatik Palestina untuk Inggris Manuel Hassassian. Ia menuduh Donald Trump telah “menabuh genderang perang”.

“Jika ia (Donald Trump) mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, ini menandakan solusi dua negara telah mati,” kata Hassassian kepada program Radio 4’s Today, seperti dikutip dari Express.co.uk, Kamis (7/12).

“Ia mendeklarasikan perang di Timur Tengah, ia menyatakan perang melawan 1,5 miliar Muslim, melawan ratusan juta Kristiani, dan mereka yang tidak terima bahwa tempat suci itu diduduki Israel,” lanjutnya.

Namun, Hassassian menambahkan, perang yang dimaksudnya adalah perang diplomasi. Dirinya tak mengacu pada perang ala militer.

“Perang yang saya maksudkan di sini bukanlah perang yang konvensional, perang yang saya maksud adalah perang dalam hal diplomasi.”

Kerusuhan Telah Pecah

Namun, kerusuhan dan unjuk rasa telah pecah di mana-mana. Aksi protes menentang keputusan Presiden Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel digelar di setidaknya 30 kota di Jalur Gaza dan Tepi Barat, hari Jumat (08/12), kata militer Israel, seperti dilaporkan di detik.com.

Demonstrasi juga digelar di sejumlah kota di dunia, termasuk di Istanbul (Turki), Tunis (Tunisia), Amman (Yordania), Jakarta dan Solo, Jawa Tengah.

Aparat keamanan Israel menggunakan gas air mata dan peluru tajam untuk membubarkan massa di Ramallah, Bethlehem, Hebron, dan di sepanjang perbatasan dengan Gaza.

Lebih dari 200 warga Palestina mengalami luka-luka ringan; satu orang dilaporkan tewas ditembak.

Di satu sisi, diplomat Amerika Richard Haass menyebut tindakan Donald Trump itu bisa meningkatkan ketegangan di Timur Tengah.

“Mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel bukan hanya akan menggagalkan proses perdamaian, tapi juga meningkatkan ketegangan dan memicu perpecahan,” cuitnya melalui akun Twitter pribadinya.

Perdana Menteri Turki Binary Yildirim menegaskan, Donald Trump berisiko membuat masalah di Timur Tengah.

Paus Fransiskus menghimbau Donald Trump untuk mempertimbangkan kembali keputusannya. Menurutnya, Donald Trump harus menghormati status quo Yerusalem.

Perdana Meteri Inggris Theresa May berencana untuk berbincang dengan Donald Trump dalam waktu dekat. Dia mencoba untuk meredakan situasi yang semakin tegang. Dia juga menyatakan bahwa Inggris tetap tak ingin mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Saat ini, status Yerusalem tetap menjadi isu pokok dalam konflik Israel dan Palestina. Selama Perang Arab-Israel 1948, Yerusalem Barat termasuk salah satu daerah yang direbut, kemudian dianeksasi oleh Israel. Sedangkan Yerusalem Timur, termasuk Kota Lama, direbut dan dianeksasi oleh Yordania.

Israel merebut Yerusalem Timur dari Yordania pada Perang Enam Hari tahun 1967. Setelah itu menganeksasinya ke dalam Yerusalem, bersama dengan tambahan wilayah di sekitarnya.

Sikap Indonesia

Sementara itu, Presiden Jokowi menyerukan agar OKI dan PBB segera membahas keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang disebutnya melanggar berbagai resolusi PBB.

Dalam pernyataan pers di Istana Bogor, Kamis (07/12), Presiden Joko Widodo menyebut “pengakuan sepihak itu melanggar berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB yang di sana AS merupakan salah satu anggota tetap, juga Majelis Umum PBB”.

Pengakuan AS atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel, kata Jokowi “bisa mengguncang stabilitas keamanan dunia.” Ia juga menyerukan PBB dan Organisasi Konferensi Islam (OKI) untuk segera membahas dan menentukan sikap.

“Saya akan datang sendiri ke sidang OKI itu,” katanya seperti dilaporkan BBC.

Presiden Jokowi mengatakan pihaknya juga mendesak pemerintah Amerika mempertimbangkan kembali langkah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Sebelumnya, dalam acara Bali Democracy Forum yang diadakan di Serpong, Kamis (7/12) ini Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi tampil mengenakan selendang Palestina.

“Saya berdiri di sini, mengenakan selendang Palestina untuk menunjukkan komitmen kuat pemerintah Indonesia, rakyat Indonesia, untuk selalu bersama rakyat Palestina, untuk hak-hak mereka,” kata Menlu Retno.

“Kami mengutuk pengakuan (AS terkait Yerusalem) itu,” Retno menegaskan.

“(Pengakuan) ini, tidak lebih dan tidak kurang, adalah sebuah pengakuan atas realitas. Hal ini juga merupakan hal yang benar untuk dilakukan. Ini hal yang harus dilakukan,” kata Trump dalam pidatonya.

Trump mengatakan bahwa langkah itu merupakan “pengakuan atas kenyataan saat ini dan kenyataan sejarah” namun bukan merupakan pernyataan politik, dan tidak akan mengubah batas-batas fisik dan politik Yerusalem.

“Akhirnya hari ini kita mengakui hal yang sudah jelas: bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel,” kata Presiden Trump.

Sementara itu, Presiden Mahmoud Abbas mengatakan bahwa keputusan tersebut berarti Amerika Serikat ‘mencabut perannya sebagai mediator perdamaian’ setelah selama satu dasawarsa mensponsori proses perdamaian Israel-Palestina.

“Langkah-langkah yang menyedihkan dan tidak dapat diterima ini merupakan hal yang secara sengaja melemahkan semua upaya perdamaian,” katanya dalam pidato televisi yang telah direkam sebelumnya.

Dia menegaskan bahwa Yerusalem adalah ‘ibu kota abadi negara Palestina.’

Sebaliknya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang mengatakan bahwa pengumuman Presiden itu Trump adalah sebuah “monumen bersejarah”. Dia menyebut hal itu merupakan keputusan yang berani dan adil.

Disebutkannya, pidato tersebut merupakan “langkah penting menuju perdamaian, karena tidak akan ada perdamaian yang tidak mencakup Yerusalem sebagai ibu kota Negara Israel”.

Dia mengatakan bahwa kota tersebut telah “menjadi ibu kota Israel selama hampir 70 tahun”.

Raja Salman mengatakan kepada Trump melalui telepon sebelum sikap AS itu diumumkan, bahwa pemindahan kedutaan atau pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel “akan merupakan provokasi mencolok terhadap umat Islam di seluruh dunia”.

Liga Arab menyebutnya “tindakan berbahaya yang akan menimbulkan dampak” di seluruh wilayah. Mereka juga mempertanyakan peran AS di masa depan sebagai “mediator terpercaya” dalam perundingan damai.

Iran mengatakan keputusan tersebut menimbulkan risiko munculnya gelombang “intifadah baru.” Kementerian luar negerinya mengatakan bahwa AS melanggar resolusi internasional.

Raja Yordania, Abdullah, menyerukan dirumuskannya upaya bersama untuk “mengatasi konsekuensi keputusan ini,” dan seorang juru bicara pemerintah mengatakan bahwa Trump telah melanggar hukum internasional dan piagam PBB.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres, mengatakan pernyataan Presiden Trump “akan membahayakan prospek perdamaian bagi Israel dan Palestina”.

Guterres mengatakan bahwa Yerusalem merupakan “subjek terakhir (Israel dan palestina) dan harus diselesaikan melalui perundingan langsung antara kedua belah pihak”.

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan keputusan Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel “sangat disesalkan”. Dia menyerukan digalangnya upaya untuk “menghindari kekerasan dengan segala cara.”

Cina dan Rusia juga menyatakan keprihatinan mereka bahwa langkah itu dapat menyebabkan peningkatan ketegangan di wilayah tersebut.

Catatan:

Artikel ini diambil dari: sinarharapan.id

Mahasiswa Tolak Pemindahan Kedubes AS ke Yerusalem

Mahasiswa Kristen yang tergabung ke dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) menentang rencana pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump memindahkan kantor Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Langkah itu dinilai dapat mengubur proses damai yang sedang diupayakan. “Ini telah melanggar perjanjian dan hukum internasional dan dapat mengubur proses damai di antara kedua negara tersebut,” ujar Alan Christian Singkali, Sekretaris Umum Pengurus Pusat GMKI, pekan lalu.

Seharusnya negara-negara di dunia, termasuk Amerika Serikat tidak membuat kebijakan politik luar negeri yang bertentangan dengan kebijakan solusi dua negara agar tidak memperkeruh proses diplomasi yang sudah berjalan selama ini.

Yerusalem disebut sudah berpuluh tahun berada dalam posisi status quo. Palestina dan Israel telah mengklaim Yerusalem sebagai ibukota negara masing-masing.

Jika Presiden AS Donald Trump menganggap pemindahan Kedubes ini sebagai salah satu pendekatan terbaru AS untuk menyelesaikan persoalan Palestina-Israel secara damai, seharusnya Pemerintah AS berani juga mengakui Yerusalem Timur sebagai ibukota Palestina.

“Jika tidak, maka dapat disimpulkan pemindahan Kedubes AS ke Yerusalem semakin menunjukkan posisi AS yang sebenarnya dalam persoalan Palestina-Israel,” kata Alan.

Sekretaris Fungsi Bidang Hubungan Internasional, Ruben Frangky Oratmangun menambahkan bahwa GMKI akan mengajak puluhan organisasi mahasiswa Kristen se-dunia yang tergabung dalam World Student Christian Federation (WSCF) yang berkantor di Jenewa, Swiss untuk menentang kebijakan Pemerintah AS ini. WSCF memiliki consultative status dalam ECOSOC Perserikatan Bangsa-Bangsa.

“Persoalan Palestina-Israel sudah berlangsung sangat lama. Kami meminta pemerintah Indonesia yang memiliki posisi netral dan bebas dari berbagai kepentingan untuk semakin aktif berperan dan menjadi penengah dalam persoalan Palestina-Israel,” ujar Ruben.

Sikap PGI Terhadap AS yang Akui Yerusalem Ibukota Israel

Pemerintah Amerika Serikat, di bawah Presiden Donald J. Trump, baru saja mengumumkan pengakuannya atas Yerusalem sebagai Ibukota Israel, pada 6 Desember 2017 lalu.

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menilai pengakuan Presiden Trump tersebut merupakan bentuk pengabaian terhadap perjalanan panjang gereja-gereja dan masyarakat dunia untuk penyelesaian konflik Palestina dengan solusi dua negara, Israel dan Palestina, yang berdiri secara damai.

Penyelesaian menyeluruh sedemikian sesungguhnya mengharuskan status Yerusalem diselesaikan dalam dialog konstruktif yang mempertimbangkan aspirasi dan kepentingan kedua belah pihak, yakni Israel dan Palestina.

PGI mencermati perkembangan ini dalam konteks pergumulan panjang gereja-gereja dan masyarakat dunia untuk mendorong perdamaian di Timur Tengah, khususnya perdamaian Israel-Palestina.

Yerusalem adalah rumah bersama (oikoumene) dan kota yang memiliki tempat dan sejarah tersendiri bagi tiga agama besar, yakni Yahudi, Kristen dan Islam, yang mendasarkan imannya pada Tuhan Abraham.

Yerusalem juga telah lama menjadi bagian dari sejarah bersama Israel-Palestina, bahkan juga bagi bangsa-bangsa di Timur Tengah dan dunia. Oleh karena itu, PGI memandang bahwa status Yerusalem bukanlah soal konflik agama, melainkan soal mengelola hidup bersama melalui skema jalan damai yang berkeadilan bagi semua pihak, khususnya Israel dan Palestina.

Jalan damai sedemikian juga menjadi pergumulan yang terus diperjuangkan gereja-gereja di Indonesia dengan mendorong kerjasama dan perdamaian, sebagaimana ditegaskan dalam Dokumen Keesaan Gereja: “Berpangkal pada keyakinan bahwa ‘Tuhan itu Baik Kepada Semua Orang’ (Mzm 149:9a)….maka gereja-gereja mengajak berbagai kelompok agama dan kepercayaan lain, serta semua orang yang berkehendak baik, untuk bekerjasama agar Tuhan sendiri mengangkat kita dari samudera raya.”

Pernyataan sikap PGI yang ditandatangani oleh Ketua Umum PGI Pdt. Dr. Henriette Hutabarat-Lebang dan Sekretaris Umum PGI Pdt. Gomar Gultom, pada akhirnya menegaskan:

Pertama, mengatakan tidak menyetujui keputusan Presiden Trump yang mengakui penetapan sepihak oleh Israel yang menetapkan Yerusalem sebagai ibukota Israel, dan mengabaikan jalan damai untuk menyelesaikan status kota itu dalam skema dua negara (Israel dan Palestina) yang sejajar.

Selain menabrak jalan damai tersebut, pengakuan ini dikuatirkan akan memicu eskalasi konflik baik di Timur Tengah maupun di negara-negara lain, apalagi bila pengakuan ini diikuti dengan pemindahan Kantor Kedutaan Besar Amerika ke Yerusalem.

Kedua, mendorong gereja-gereja untuk terus menempatkan status Yerusalem dalam skema jalan damai dua negara demi perdamaian dan keadilan bagi Israel dan Palestina. PGI berharap, Yerusalem tidak serta-merta diklaim sebagai ibukota oleh Negara mana pun.

Ketiga, menghimbau masyarakat Indonesia agar status Yerusalem tidak diletakkan dalam sentimen agama, apalagi dikapitalisasi untuk kontestasi politik yang akan bergulir tahun depan.

Keempat, menghimbau pemerintah Indonesia agar dalam merespons maupun mengambil langkah-langkah diplomatik terkait isu ini selalu memperhatikan skema jalan damai di mana Israel dan Palestina diletakan sebagai dua negara yang sejajar.

Jadi Jimat hingga Antinuklir, Inilah Simbol-simbol Kekristenan Paling Populer

Kekristenan adalah agama yang paling populer di seluruh dunia. Ada lebih dari satu miliar orang dari seluruh dunia yang menganut agama Kristen.

Umat Kristen secara umum percaya pada salah satu simbol terpenting, yaitu Salib. Arti penting di balik Salib adalah ini merupakan pengingat akan penderitaan Kristus yang telah berkorban menderita di kayu salib.

Salib pun berubah menjadi simbol agama paling populer di dunia. Simbol palang kayu dalam kekristenan ini menjadi pusat perhatian setelah kekuasaan Kaisar Romawi Constantine. Dia memeluk agama Kristen di tahun 3000 Masehi.

Namun, simbol Salib sebenarnya ada jauh sebelum Kristus dan dijadikan motif hiasan. Salib pun kemudian menjelma menjadi simbol kekristenan pertama-tama.

Simbolisme ini sebetulnya hanya untuk dipahami oleh penganut Kristen mula-mula. Penindasan demi penindasan oleh penguasa Romawi pada zaman Gereja mula-mula membuat jemaat harus menggunakan simbol-simbol sebagai tanda komunikasi.

Baru setelah legalisasi agama Kristen di abad ke-4, lebih banyak simbol yang bisa dikenali masuk dalam penggunaan sehari-hari.

Ada lebih dari satu juta simbol dalam agama Kristen. Inilah beberapa simbol agama Kristen yang penting, bahkan sampai saat ini.

 

Salib Ankh

boldsky.com

Inilah salah satu simbol kekristenan yang juga sangat terkenal. Salib Anch atau Ankh dalam bahasa Mesir. Salib ini melambangkan mitos tentang kehidupan dan kekekalan. Ini adalah salib Mesir yang juga melambangkan kelahiran kembali dan kehidupan yang berasal dari kekuatan matahari.

Simbol Ankh adalah garis sederhana dari struktur rahim. Simbol ini bagi bangsa Mesir merupakan simbol tentang kehidupan, karena kehidupan berasal dari rahim seorang perempuan.

 

Tanduk Italia

boldsky.com

Ini adalah satu lagi simbol kekristenan yang terkenal dan sering digunakan seperti jimat perlindungan. Jimat kuno dan magis yang dipakai banyak orang Italia untuk melindungi mereka dari sesuatu yang jahat. Tanduk Italia biasa dipakai bersama dengan Salib.

 

Salib Nero

Simbol ini merupakan simbol perdamaian dalam agama Kristen. Salib Nero melambangkan hancurnya kekerasan dan terwujudnya perdamaian di dunia. Kaisar Nero pada masanya memang memburu umat Kristen, dan menyalibkan orang Kristen terbalik.

Lambnag ini dihidupkan kembali pada tahun 1960-an oleh para aktivis yang memprotes senjata nuklir.

http://thepropheticscroll.org/home/art/50-editions/general/411-edition-271.html

 

Pentagram

boldsky.com

Ini adalah simbol lain yang digunakan untuk perlindungan. Keempat elemen dasar yang hadir dalam pentagram menunjukkan angin, air, bumi dan api. Mereka membentuk semua unsur yang ada di bumi ini.

 

Salib

boldsky.com

Inilah simbol terpenting dalam agama Kristen. Simbol ini melambangkan penderitaan Kristus untuk menebus dosa umat manusia dengan darahNya sendiri.

 

Salib Anthony/Salib Tau

boldsky.com

Bentuk huruf Tau atau alfabet Twas ditafsirkan sebagai mewakili salib dari zaman dahulu. Inilah Salib yang dianggap sebagai simbol keselamatan.

 

Salib Cantebury

 

boldsky.com

Ini adalah salib yang memiliki empat lengan dengan panjang yang sama dan melebar membentuk palu di bagian luar. Salib Cantebury menjadi lambang bagi Gereja Anglikan.

 

Salib Koptik

Simbol ini telah dipengaruhi oleh salib Ankh. Salib Koptik diadopsi oleh Gnostik Kristen awal. Lingkaran di salib Koptik mewakili kasih abadi dan kekal Allah.

 

Salib Yunani

Salib ini adalah salah satu simbol manusia yang paling kuno dan telah digunakan oleh banyak agama. Salib Yunani mewakili empat bagian di dunia yaitu Utara, Timur, Selatan dan Barat.

 

Salib Rasul Petrus

Inilah salah satu simbol paling menonjol dalam iman Kristen. Dalam literatur kekristenan, Rasul Petrus meminta disalib dengan cara terbalik saat menyerahkan diri di zaman Romawi saat pemerintahan Kaisar Nero.

Permintaan ini karena Petrus merasa tidak layak disalibkan sama dengan Kristus. Salib terbalik ini menjadi pengingat bagi umat Kristen atas perjuangan jemaat mula-mula yang luar biasa.

 

Sumber: boldsky.com dan beberapa sumber lainnya

PGI Bantah Kirim Utusan ke Milad FPI

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) membantah mengirimkan utusan ke acara milad Front Pembela Islam (FPI) pada Kamis (17/8) lalu. Sekretaris Umum PGI Pdt. Gomar Gultom mengatakan kehadiran Pdt Shepard Supit di sana tidak mewakili PGI.

Pdt Shepard Supit adalah ketua PGI wilayah DKI Jakarta. Kehadirannya di milad FPI telah menjadi pergunjingan. Pdt. Gomar mengatakan PGI tidak mengirimkan utusan ke acara FPI itu. Lagi pula, tidak ada hubungan baik antara PGI dan Rizieq Shihab atau FPI.

“Dalam berbagai upaya penegakan HAM dan kebebasan beragama selama ini, PGI malah lebih sering berseberangan dengan Rizieq dan FPI,” kata Gomar, dikutip dari pgi.or.id.

Gomar juga mengatakan, yang terjadi malah sebaliknya, bahkan mengecam cara-cara dan praktek FPI dalam memberantas apa yang mereka sebut sebagai nahi munkar. “Jadi tidak benar 13 tahun lalu PGI bersilaturahim ke Rizieq. Yang ada adalah Pdt Supit dan kawan-kawan berkunjung ke sana atas inisiatif pribadi dan bukan atas nama kelembagaan PGI,” jelasnya.

Bahkan, dia akan mempertanyakan kehadiran anggotanya di milad FPI ke-19, kapasitasnya sebagai salah satu ketua wilayah PGI DKI Jakarta atau mewakili pribadi. Gomar melihat sekalipun itu mewakili pribadi, hal itu tak sepantasnya. Bahkan, menurutnya, PGI tak merekomendasikan pendeta hadir di acara FPI.

Menyingkap Praktik Pembuatan Bejana pada Zaman Yesus

Pada peristiwa Yesus mengubah air menjadi anggur pada pesta perkawinan di Kana di Galilea (bisa dibaca di Yohanes 2:1-11), tersebutlah mengenai tempayan-tempayan yang disediakan untuk pembasuhan kaki. Kalau dalam Alkitab terjemahan bahasa Inggris, tempayan disebut stone jars, yang artinya, bejana itu berbahan batu bukan tanah liat.

Tentang budaya pembuatan bejana batu di zaman Yesus Kristus itu makin tersingkap setelah arkeolog berhasil menggali sebuah gua berisi workshop pembuatan bejana dan perkakas batu di Galilea. Gua itu diperkirakan berusia 2.000 tahun lebih.

Gua berisi bahan batu kapur dan bejana belum jadi dari zaman kuno ini termasuk temuan langka, hanya ada dua lokasi yang pernah digali para arkeolog Israel. Penemuan ini menggarisbawahi pentingnya perkakas batu dalam ritual pembasuhan yang dipraktikkan kaum Yahudi.

Yonatan Adler, pengajar di Universitas Ariel dan direktur penggalian gua itu, mengatakan kebanyakan orang Israel pada masa lalu menggunakan pot dan bejana dari tanah liat. Tapi dalam praktek hukum pembasuhan dari yang najis atau kashrut, mereka juga menggunakan bejana batu.

Orang Yahudi biasanya mempraktikkan ritual itu kalau bersentuhan dengan sesuatu yang dinajiskan, macam bangkai binatang, penyakit kulit, dan sebagainya. Atau ketika memakai perkakas pada makanan yang tak boleh dicampur, macam daging dan susu.

Tambang batu kapur dan workshop bejana batu itu berada dalam sebuah gua buatan. Peneliti menemukan inti kapur yang digunakan untuk membuat bejana di mesin bubut, pahatan di dinding, dan limbah lain dalam proses pembuatan perkakas batu.

Kalau mengutip kata Adler, sampah-sampah produksi mengindikasikan bahwa workshop ini kebanyakan memproduksi cangkir bertangkai dan mangkuk berbagai ukuran. Perkakasnya diperdagangkan di Galilea dan sekitarnya.

Kaum Mardijkers, Komunitas “Meltingpot” Pertama di Batavia

Istilahnya Mardijkers berasal dari kata Melayu “Merdeka” (kebebasan) yang aslinya berasal dari bahasa Sansekerta, “Mahardhika.” yang berarti “kaya, sejahtera dan berkuasa”.

Setelah Malaka jatuh ke tangan Belanda pada 1641, pihak Portugis, terutama komunitas mestiços (Portugis-Asia Kristen) dibebaskan dari status budak, termasuk turunan Afrika, India atau budak Asia lainnya dari Portugis, kemudian dimukimkan ke pusat perdagangan VOC, Batavia.

Mardijkers pada umumnya adalah turunan masyarakat pribumi berasal dari wilayah yang dikuasai Portugis dan Spanyol. Mereka dari Afrika, Kepulauan Koromandel, Maldives, dan Sri Lanka di Samudera Hindia, Malabar daratan India, Myanmar hingga semenanjung Melayu.

Ada juga dari kepulauan Indonesia, seperti Banda, Ambon, Makassar, Bugis, Toraja, Bali, dll, Juga terdapat turunan Pampanga dari Pulau Luzon dan sekitarnya di Filipina.

Pihak VOC pernah menggunakan pasukan Pampanga sebagai garnisun pengaman Kota Batavia. Mereka bermarkas di Jalan Guntur sekarang.

Nama daerah kawasan Mampang pernah digunakan sebagai lintasan pasukan Pampanga menuju pusat kota. Namun pasukan Pampanga ditarik oleh Spanyol ketika terjadi konflik antara VOC dengan Spanyol dan Portugis di pada abad ke-XVII.  Banyak juga yang tetap bertahan dan mereka berbaur hingga terjadi asimilasi melalui proses perkawinan campuran.

Ketika Indonesia memperjuangkan kemerdekaan dari Belanda digunakan slogan Merdeka (“kebebasan”), memiliki akar yang sama dengan Mardijkers. Kata ini memiliki signifikansi politik yang cukup besar yang juga berkembang di Malaysia dan Singapura.

Pada masa Portugis para mardicas dan mestiços tersebar di berbagai kepulauan yang dikuasai Portugis, terutama di kepulauan Maluku, digunakan untuk melayani kepentingan para pemukim garnisun Portugis. Umumnya mereka ini didatangkan dari India.

Sementara di Sulawesi Utara, terutama di Amurang, Kema dan Manado banyak pula kaum Mardijkers didatangkan oleh Portugis dan Spanyol. Khusus di daerah Kema terdiri dari para pendayung dan pekerja kapal dari kepulauan Pasifik oleh Spanyol yang bermukim ada di sana sejak pertengahan abad ke-16.

Juga terdapat komunitas Mardijkers di Makassar hingga Nusa-Tenggara Timur, terutama pulau Flores. Tetapi sejak 1605 mereka menghilang ketika pihak Portugis dan Spanyol mulai tertarik dan berkonsentrasi di benua Amerika-Selatan, dan hanya meninggalkan nama keluarga saja.

Yang ditinggalkan adalah budaya musik khas Portugis yang menyebar di seluruh kepulauan Maluku. Posisi Portugis dan Spanyol berganti oleh Belanda menduduki Ambon dan Banda.

Pada sensus tahun 1672, pihak VOC membagi bekas budak yang dibebaskan dalam dua bagian. Yang pertama adalah “Budak Hijau” yang beragama Islam. “Budak Hijau” ini terdiri dari jumlah yang besar. Disebut demikian karena mereka berbendera hijau.

Saat VOC membebaskan budak di Makassar yang memeluk agama Islam kelompok “Budak Hijau” ini, kebanyakan mereka berasal dari Bali, Ternate, Maluku Selatan dan Batavia dikirim ke Ambon.

Disana mereka bergabung dengan kelompok non-“Budak Hijau” yang merupakan Mardijkers campuran di Ambon yang dibebaskan dan disediakan tempat khusus untuk mencari nafkah dengan berkebun dekat benteng Victoria dengan menanam padi.  Mereka juga memiliki pasar sayur mereka sendiri, yang disebut disebut “Pasar Mardikas”.

Nama ‘Mardijkers’ juga disebut Belanda Hitam (Zwarte Hollander) pada tentara yang direkrut di Ghana, Afrika, yang bertugas di tentara kolonial (KNIL) dan mendapatkan kebebasan mereka sesudahnya.

Kaum Mardijkers kebanyakan memeluk agama Roma Katolik dan rajin menghadiri gereja Portugis di Batavia. Tetapi pada akhirnya banyak dari mereka berpindah dan dibaptis oleh Gereja Reformasi Belanda menjadi Protestan.

Mereka diakui secara legal oleh VOC sebagai kelompok etnis yang terpisah, dan memisahkan diri dari pribumi.

Baca juga: Pribumi dan Nonpribumi, Warisan Kolonial yang Masih Membelenggu

Mereka menerima hak istimewa tertentu di kota, seperti hak perawatan kesehatan, tunjangan sosial bagi orang miskin dan hak atas pendidikan. Mereka umumnya melayani pihak VOC sebagai seorang tentara, pekerja dan sebagai pegawai pemerintah.

Populasi yang cukup besar di Batavia pada awal abad ke-17 adalah komunitas Mardijkers. Pada sensus penduduk tahun 1699 di Batavia, populasi Batavia berjumlah 3.679 orang Cina; 2.407 Mardijkers; 1.783 orang Eropa; 670 Campuran darah; 867 lainnya.

Selama era VOC sudah ada perkawinan yang cukup banyak dengan kaum Indo dalam sejarah pra-kolonial, yang seringkali juga keturunan Portugis. Selama era kolonial, Mardijkers berasimilasi sepenuhnya ke dalam komunitas Indo (Eurasia) dan tidak lagi terdaftar sebagai kelompok etnis yang terpisah.

Masa Peralihan
Antara abad ke-18 dan 19, Mardijkers mulai menukar kebiasaan peninggalan Portugis dan mengganti bahasa Portugis dan bahasa kreol-Portugis secara bertahap dengan bahasa Melayu Betawi, yang kemudian secara bertahap mengalami proses penyempurnaan menjadi bahasa Indonesia yang digunakan sebagai bahasa resmi.

Sungguhpun begitu banyak pula istilah-istilah Portugis digunakan ke dalam bahasa Indonesia, seperti sepatu, bendera, sekolah, dll. Sementara bahasa pergaulan atau informal tetap menggunakan dialek Mel.ayu Betawi bercampur dengan bahasa Cina dan Arab, seperti, lu, gua, ente dll.

Desa Tugu
Pada 1661 pihak VOC memberikan sebidang tanah bagi kelompok Mardijkers sebagai imbalan atas jasa yang diberikan, yakni Tugu, yang letaknya sekitar 12 km bagian timur laut dari Batavia. Tugu adalah kantong Mardijkers pertama dan sejak itupun orang Belanda menyebut mereka “Toegoenezen Mardijkers” terdiri dari 23 keluarga, mengolah tanah mereka.

Umumnya mereka adalah komunitas Nasrani berasal dari Bengal dan kepulauan Koromandels, India. Semula terdiri dari lelaki yang kemudian mempersunting gadis-gadis Bali turunan bekas budak. Mereka dibebaskan karena meninggalkan iman Katolik dan menjadi Calvinis.

Mereka tinggal di pemukiman sederhana. Sebelumya mereka menetap di distrik Roa Malaka di Batavia Lama dekat Kali Besar,

Desa Tugu berkembang menjadi benteng Portugis Mestizo, dengan menggunakan logat Portugis-India. karena terisolasi. Baru pada akhir abad kesembilan belas berhasil ditembus pengaruh bahasa Melayu dan istilah Tugu Portugis hanya diucapkan oleh orang-orang yang lebih tua.

Pada 1930 guru Sekolah Tugu, Jacob Quiko giat mengumpulkan kata-kata Portugis yang masih digunakan generasi tua. Aksen bicara Portugisnya berbeda dengan koloni Portugis Flores dan Timor.

Aksen Tugu Portugis hanya tinggal di dalam musik, seperti dalam Orkes Keroncong Samuel Quiko ataupun Keroncong Moresko. Tetapi Mardijkers Portugis di desa Tugu, sejak pertengahan abad ke-19 hidup dengan dunia budayanya dan penduduk setempat menggunakan bahasa Portugis dengan damai dan tenang menjauhi keramaian Batavia hingga akhir abad ke-XIX..

Nama marga keluarga Mardijkers yang umum adalah De Fretes, Ferrera, De Mello, Gomes, Gonsalvo, Cordero, De Dias, De Costa, Soares, Rodrigo, De Pinto, Perreira, Lopez dan De Silva. Beberapa keluarga Mardijkers juga membawa nama Belanda seperti Willems, Michiels, Bastiaans, Pieters, Jansz, Fransz, Davidts, Thomas, Matheos dll. Nama-nama marga ini juga digunakan di Maluku, NTT dan Minahasa.

Sebagian besar dari nama-nama marga khas Mardijkers kemudian menghilang di mana-mana kecuali di Desa Tugu, dan hanya bertahan beberapa nama marga. Di kuburan di sekitar gereja nama Portugis dan Belanda seperti Rodrigues, Hein, Dinosaurus Adrian dan Chappie masih tercantum.

Yang menyedihkan situs sejarah peninggalan budaya Mardijkers di Desa Tugu cenderung musnah dan pemerintah Jakarta Utara sama sekali tidak punya kepedulian akan nilai-nilai kesejarahan.

Kendati pada masa pemerintahan Ali Sadikin ada perhatian, tetapi setelah itu dimusnahkan. Kendati demikian, kelompok Mardijkers turut mewarnai dalam sejarah Indonesia sebagai masyarakat melting-pot pertama di Asia pada abad ke-XVII.

(Dari berbagai sumber)

Harry Kawilarang

Tulisan ini dimuat seizin penulis. Laman asli tulisan ini lihat di halaman Facebook dari Harry Kawilarang

Penulis adalah wartawan senior yang pernah bekerja di Harian Sinar Harapan dan Suara Pembaruan | pemerhati sejarah Indonesia

Foto: Gereja peninggalan Portugis terletak di Kampung Kurus (Kampung Kecil), Kelurahan Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara. Gereja dibangun sejak 1678 dan merupakan pemberian dari seorang dermawan bernama Justinus van der Vinck sebagai tuan tanah di daerah Cilincing dan Pasar Senen ketika itu.

Gedung ini menggantikan gereja kedua (dari tahun 1678) yang dihancurkan pada tahun 1740 oleh gerombolan liar Cina.

Pada tahun 1737, Pendeta Van der Tydt merehab bangunan tersebut, tapi tahun 1740 bangunan gereja itu hancur habis terbakar ketika di Batavia terjadi pemberontakan Cina (Chinezenmoord).

Tahun 1747 Gereja Tugu dibangun kembali oleh pendeta Mohr dan ditahbiskan pada tanggal 29 Juli 1774, atas izin Gubernur Gendral Van Imhoff yang berkuasa di Batavia. Gereja tersebut boleh dibangun di Desa Tugu dan hingga sekarang masih dapat disaksikan “Gereja Tugu Portugis” yang lebih bergaya arsitektur gereja Belanda abad 18 M dan gaya Gereja Evora (Santome) dekat Lisabon.

Gereja Tugu kelihatan sederhana, tetapi kokoh dan rapi. Di dalamnya berisi beberapa bangku diakon antik, piring-piring logam dan mimbar tua.

Menara lonceng berasal dari tahun 1880, tetapi lonceng lama yang rusak (dari tahun 1747) konon masih tersimpan dalam rumah pendeta.
Keluarga Mardijker pada 1704 di Desa Tugu

Mengenal Kampung Melayu

Kampung Melayu adalah kelurahan di kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Kelurahan ini memiliki luas 47,83 hektare, terdiri atas 114 Rukun Tetangga dan 8 Rukun Warga.

Wilayah kelurahan Kampung Melayu berbatasan dengan rel kereta api Kelurahan Kebon Manggis di sebelah utara; Jl. Sungai Ciliwung, Kelurahan Bukit Duri di sebelah barat; Jl. Jatinegara Barat dan Jl. Matraman Raya, Kelurahan Bali Mester di sebelah timur; serta Jl. Kampung Melayu Kecil, Kelurahan Bidara Cina di sebelah selatan.

Kampung Melayu termasuk wilayah yang rawan banjir karena terletak di tepi sungai Ciliwung . Namun pada masa pemerintahan Gubernur DKI, Basuki Tjahaya Purnama atau dikenal dengan panggilan singkat, Ahok, daerah ini dapat diatasi dengan memindahkan penduduk yang menghuni bantaran Sungai Ciliwung ke rumah susan. Sementara itu, Sungai Ciliwung dinormalisasi kembali dari berbagai hambatan hingga daerah ini tidak banjir.

Pada zaman penjajahan dahulu, wilayah ini menjadi pemukiman etnis Melayu. Kampung Melayu juga merupakan nama sebuah stasiun pemberhentian kendaraan umum yang penting di Jakarta Timur.

Pada 1900, wilayah ini memiliki tempat penyeberangan perahu di Sungai Ciliwung di bagian selatan daerah Meester Cornelis, Weltevreden (Batavia).

Kawasan Kampung Melayu merupakan wilayah Kelurahan Kampung Melayu dan sebagian dan wilayah Kelurahan Balimester, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Kawasan tersebut dikenal dengan sebutan demikian, karena dipertengahan abad ke-17 dijadikan tempat pemukiman komunitas Melayu pimpinan Kapten Wan Abdul Bagus .

Wan Abdul Bagus adalah anak Encik Bagus, kelahiran Patani, Thailand Selatan. Ia terkenal pada zamannya sebagai orang sangat cerdas dan piawai dalam melaksanakan tugas, baik administrasif maupun di lapangan sebagai perwira.

Selama hidupnya ia membaktikan diri pada Kompeni, dimulai sebagai juru tulis, juru bahasa, bahkan sebagai duta atau utusan.

Sebagai prajurit, ia sering terlibat dalam berbagai peperangan, seperti di Jawa Tengah, pada waktu Kompeni “membantu” Mataram menghadapi Pangeran Trunojoyo . Demikian pula pada perang Banten, ketika Kompeni “membantu” Sultan Haji menghadapi ayahnya sendiri, Sultan Ageng Tirtayasa.

Waktu menghadapi pemberontakan Kapitan Jonker yang asal Ambon, Kapten Wan Abdul Bagus terluka cukup parah. Menjelang akhir hayatnya ia dipercaya oleh VOC untuk bertindak selaku Regeringscommisaris, semacam duta, ke Sumatera Barat.

Kapten Wan Abdul Bagus meninggal dunia tahun 1716, ketika usianya genap 90 tahun. Kedudukannya sebagai kapten orang–orang Melayu digantikan oleh putranya yang tidak resmi, Wan Abdullah, karena ahli waris tunggalnya, Wan Mohammad, meninggal dunia mendahului ayahnya.

Yang juga menarik adalah daerah Cawang yang juga merupakan komunitas Melayu. Nama ini berasal dari nama Eche (Tuan) Awang Abdullah, yang pada abad 18 berperan sebagai penterjemah antara orang Belanda dengan pemuka-pemuka pribumi dipedalaman. Merekapun mendapat peta pemukiman di daerah Condet.

 

Harry Kawilarang

Tulisan ini dimuat seizin penulis. Laman asli tulisan ini lihat di halaman Facebook dari Harry Kawilarang

Penulis adalah wartawan senior yang pernah bekerja di Harian Sinar Harapan dan Suara Pembaruan | pemerhati sejarah Indonesia

Foto:
1. Getek penyeberangan di tepi Sungai Ciliwung mengangkut mobil. di Kampung Melayu.
2. Pemukiman Kampung Melayu di masa silam.