Category Archives: Film

Film “Bumblebee,” Baja Berhati Manusia

Sesungguhnya, dibanding film-film fiksi lainnya, minat saya lebih sedikit pada film ‘robot’ ini. Saya lebih suka jenis Avengers, atau semacam X-Men. Tapi kali ini, saya merasa tidak rugi menonton film ini.

Konon, Bumblebee adalah autobot kuning muda bernama B-127. Dia, adalah mobil beetle rongsokan yang berhasil dihidupkan oleh Charlie, seorang remaja yang telah kehilangan ayahnya, dan mengalami kesulitan komunikasi dengan ibunya, selayaknya remaja seusianya.

Dari beberapa seri film Transformers, apa yang berbeda dalam film ini adalah, minimnya adegan yang mengeksploitasi seksualitas. Tak ada adegan ciuman dan sejenisnya. Itu sebabnya aman untuk remaja. Karakter Charlie juga lebih membumi, anak remaja yang galau, punya mimpi dan kadang frustasi dengan hidupnya. Film ini memiliki kedalaman dari segi mengolah sisi emosional dan kemanusiaan. Saya sendiri ikut terbawa sedih dan terharu, juga sesekali tertawa selama menonton film ini. Bumblebee juga tampak lovable dan layak untuk dijadikan sahabat.

Film ini mengingatkan saya akan masa kecil, sebab dikemas serba eighties, termasuk musiknya. Saya tertawa melihat di film ini masih pakai kaset untuk memutar lagu. Lagu lama yang diputar adalah lagu-lagu favorit kakak-kakak saya waktu saya masih kecil. Contohnya, Unchained Melody, lagu waktu saya SD, dan ikut-ikutan model rambut cepak Demi Moore. Lalu lagu Never Gonna Give You Up milik Rick Astley, adalah lagu favorit kakak saya ketika kasmaran kala itu. Kemudian lagu A-HA, Take On Me, membuat saya ingin ikut bergoyang. Hahaha.

Ada beberapa kalimat yang berkesan bagi saya setelah menonton film ini, dan masih terngiang-ngiang hingga kini.
Ketika Charlie mencoba menstarter mobil beetle rongsokan yang diperbaikinya, dia memohon-mohon:
Please, God, please, please…”
Dan ketika ternyata mobil itu berhasil dinyalakan, Charlie menjerit senang:
Oh, God, thank you, thank you, I love You so much!”

Ketika kita merasa ‘desperate’, terpuruk tanpa harapan, dan kita memohon pertolongan pada Tuhan, alangka indahnya ketika doa kita terkabul. Ungkapan syukur pun akan melimpah. Mungkin kita pernah mengalami hal seperti ini.

Quote yang berkesan dalam film ini adalah ucapan teman baru sekaligus tetangga Charlie, Memo. Ketika Charlie merasa hidupnya sangat kacau dan suram, Memo bilang: The darkest night produces the brightest stars.”

Memang, dalam keadaan paling suram sekalipun, kita bisa bangkit dan bisa saja kita malah tampil cemerlang. Kesulitan menempa manusia-manusia yang tahan uji dan bermental baja.

Bagi saya orangtua yang punya anak remaja, film ini memberi pesan moral untuk lebih peka dan memahami dunia anak remaja yang kompleks.

Bagian lain yang paling menarik bagi saya adalah ketika Bumblebee sedang bertarung dengan Decepticons (musuh Autobots), dan Bumblebee menarik Decepticon ke bawah air dengan posisi yang mengkondisikan resiko bahaya fatal untuk keduanya, si Decepticon berkata: Kau membahayakan kita berdua.

Dalam adegan ini saya melihat kekuatan kasih dan pengorbanan dalam hubungannya dengan Charlie.

Seorang sahabat rela memberi diri, bahkan rela mati untuk sahabatnya.

Bumblebee, sang ‘robot’, rela membahayakan diri untuk keselamatan sahabat manusianya, Charlie. Bagi saya, ini ibarat perumpamaan yang terbalik. Bumblebee bagaikan robot Baja berhati manusia, dan Charlie, manusia berhati baja. Mereka adalah pasangan sahabat yang klop.

Memang film ini hanyalah fiksi, tapi ada banyak pesan moral yang bisa kita ambil dari sebuah film, yang bisa mengubah pola pikir dan jalan hidup kita.

Salah satu film yang berkesan bagi saya tahun 2018 ini adalah film ini, dan berharap tahun depan dan tahun-tahun mendatang akan lebih banyak film yang inspiratif yang akan mengubah pola pikir penonton ke arah yang lebih baik, membuat dunia kita menjadi tempat yang lebih baik untuk dihuni.

Semoga kita semua juga lebih baik di tahun baru nanti. Selamat menjelang tahun baru.

“Bohemian Rhapsody”, Kesuksesan Setelah Penolakan

Setelah menonton film Bohemian Rhapsody , saya membaca di Wikipedia, bahwa tahun 2004, lagu Queen “Bohemian Rhapsody” masuk ke dalam Grammy Hall of Fame. Pada tahun 2012, lagu tersebut memuncaki daftar jajak pendapat nasional ITV di Inggris sebagai “Lagu Nomor Satu Favorit Bangsa” sepanjang lebih dari 60 tahun riwayat musik Inggris.

Luar biasa, pikir saya.

Saya sendiri masih menyimpan album kaset Queen, A Night At The Opera. Konon album itu rilis tahun 1975, dan saya belum lahir. Kaset itu sebenarnya adalah milik kakak laki-laki saya, yang umurnya lebih tua sepuluh tahun dari pada saya. Waktu saya kecil, mau tak mau saya ikut mendengarkan lagu-lagu yang kakak-kakak saya putar di rumah, sehingga saya jadi ikut tahu.

‘Love of My Life’, adalah lagu Queen yang paling mengena di hati saya. Tapi memang, lagu yang paling unik, bagi saya, adalah Bohemian Rhapsody. Setelah kuliah, saya baru sadar apa saja kata-kata dalam lirik lagu itu, sekalipun saya sering menyanyikannya sejak kecil, tak menyadari apa artinya secara menyeluruh. Bagi saya, lagu itu mengandung pilihan kosakata yang unik, tempo yang rumit, nada yang tinggi melengking dan tidak tertebak, melodi yang ekstrim, sekaligus kompleks. Tapi sangat jenius.

Ketika melihat iklan film Bohemian Rhapsody di bioskop, saya sudah ingin menonton. Saya agak terkejut, setelah minggu kedua pemutarannya, bioskop masih penuh hingga baris ke depan. Saya bahkan nyaris tidak dapat karcis.

Di dalam bioskop, saya serasa ikut masuk dalam ruangan konser langsung band Queen. Menonton film ini, membuat saya terpingkal, terharu dan terkesima. Dan terinspirasi. Film ini berhasil memancing emosi penonton. Selama menonton, saya tak tahan untuk tidak ikut bernyanyi, dan jadi menyayangkan mengapa Queen sudah tidak eksis lagi, sebab saya jadi rindu lagu-lagu mereka.

Pesan moral, yang paling mengena buat saya dari film ini, berhati-hatilah memilih orang terdekatmu.

Itu setelah saya melihat bahwa manajer Freddie Mercury, Paul Prenter, membuat Freddie jauh dari band-nya, dari Mary, dan nyaris tidak ikut konser besar Live Aid. Terlepas dari fakta apakah manajer Freddie memang betul-betul mengkhianatinya seperti di film itu atau tidak, tapi dalam film ini, sangat jelas terlihat bahwa orang terdekat kita sungguh berpengaruh dalam hidup kita. Mereka memiliki andil yang besar yang membawa kita ke arah yang kita inginkan atau tidak, ke arah lebih baik atau tidak. Itu sebabnya kita harus sungguh jeli memasukkan orang ke jaringan terdekat dalam hidup kita, sebab pergaulan kita juga menentukan jati diri kita.

Dan sering terjadi juga kemungkinan besar, bahwa orang terdekat kita potensial menjadi musuh terbesar kita, menjadi pengkhianat, seperti karakter Prenter, yang sebelumnya adalah eksekutif rekaman yang jadi selingkuhan Freddie, lalu menjadi manajer Freddie, yang di film ini, dendam dan setelah dia dipecat, membeberkan kehidupan pribadi Mercury yang sangat kelam.

Pesan moral lainnya, terlihat dari adegan ketika seorang produser besar, Foster, yang konon menyarankan agar Queen membuat album, tapi menolak lagu ‘Bohemian Rhapsody’ sebagai singel karena dianggap tidak bisa ‘dijual’. Queen tidak menyerah atas penolakan itu dan maju terus mencari produser lain, dan akhirnya lagu ‘Bohemian Rhapsody’ sukses di urutan teratas tangga lagu dunia. Hal ini menunjukkan bahwa penolakan tak lantas membuat mereka berhenti. Persistensi yang luar biasa.

Sebab seperti orang bijak berkata, jika pintu satu tertutup, kita bisa melompati jendela. Sebuah kesuksesan hanya bisa digapai dengan semangat pantang menyerah.

Itulah hal yang membuat seorang bocah imigran bernama Farrokh Bulsara, menjadi seorang legenda: Freddie Mercury, vokalis Queen, salah satu musisi paling terkenal di dunia, menjadi inspirasi yang patut kita teladani (terlepas dari pilihan gaya hidupnya). Sekalipun akhirnya dia kalah oleh penyakitnya, bukan berarti dia kalah dalam hidupnya, sebab seperti yang dia ucapkan, dia telah memenuhi takdirnya, menikmati hidup dan menjalankan impiannya.

Seorang bohemian yang hidup dalam rapsodi hidupnya.

-*-

Cinta Thanos

Ada adegan yang menurut saya paling sedih, ketika menonton film Avengers, Infinity War.

Yaitu adegan Gamora dengan Thanos. Ketika itu, Thanos harus menukarkan apa yang dia cintai untuk mendapatkan batu infiniti Jiwa. Mengetahui syarat itu, sejenak ada jeda.

Thanos yang selalu berhasil mendapatkan apa yang dia mau dengan segala cara, kali ini mendapatkan tantangan yang Gamora kira akan membuat Thanos gagal. Sebab monster sejahat Thanos, menurut Gamora, tak punya seseorang atau sesuatu yang dicintai dalam hidupnya, kecuali dirinya sendiri.

Ketika itu, sambil tertawa Gamora berkata:
All of my life I’ve been waiting for this moment: When you failed. You know why? Because you love nothing! No one!”

Dan saat itu airmata menetes di pipi Thanos.
Gamora tentu saja terkejut. “Really, tears?”
Masa monster jahat dan kejam itu menangis? Masa dia bisa menangis? Menangisi apa?

Lalu dia sadar bahwa Thanos menangis bukan untuk dirinya sendiri. Not for him.
Seketika Gamora sadar bahwa Thanos menangis untuk diri Gamora. Tak disangka satu-satunya yang dicintai Thanos adalah Gamora.

Gamora pun segera meronta: “No..! This isn’t love.”

Mana mungkin Thanos yang jahat itu bisa mencintai, apalagi mencintainya, anak angkatnya yang tidak tahan padanya hingga melarikan diri darinya?

Gamora tak sempat berpikir lagi, dia sudah diseret untuk dilempar ke jurang oleh Thanos. Dan Thanos melemparkan Gamora, membunuhnya, membunuh orang yang dicintainya, sambil berurai airmata.
Monster itu, membunuh anaknya sambil menangis.

Melawan hati nuraninya, untuk tetap melakukan yang jahat.

Committed to crime. Melakukan segala cara untuk mendapatkan tujuan, walau harus mengorbankan orang yang dikasihi.

Adakah kita seperti itu? Adakah Thanos dalam diri kita masing-masing?

Cintakah namanya ketika mengorbankan orang yang kita cintai untuk kepentingan diri kita? Seperti cinta Thanos.

Bukankah harusnya cinta identik dengan pengorbanan diri, seperti konsep salib, cinta adalah ketika kita mengorbankan diri untuk orang yang kita cintai?

Film “The Greatest Showman”; Ketika Kau Bersinar, Ada Saja yang Silau!

Ketika kau bersinar, ada saja yang silau!

Itulah salah satu hikmah yang saya petik setelah menonton film The Greatest Showman.

Film drama musikal sebenarnya bukan genre favorit saya, tapi saya penasaran dengan film ini karena menang penghargaan Gloden Globe Award untuk best motion picture dan untuk aktor terbaik (Hugh Jackman).

Karena Hugh Jackman sudah terlanjur memiliki imej mutan X-men sebagai Wolverine sebagai di mata saya, saya penasaran bagaimana aktingnya di film musikal ini.

Melihat dia bernyanyi dan menari di dalam film ini, di balik perannya yang sangar di film X-men, terasa kontras, dalam film ini dia terlihat luwes dan ‘manis’.

Film ini terinspirasi dari kisah hidup tokoh bisnis pertunjukan abad ke-19, P.T. Barnum.

Konon Barnum yang anak orang miskin menikahi Charity putri orang kaya. Sayang sekali tempatnya bekerja pailit, sehingga dia harus memakai siasat untuk menghidupi keluarga. Dia mulai berwiraswasta membuat musium, tapi tidak laku. Putri kecilnya memberi ide, hingga Barnum merintis sebuah bisnis pertunjukan. Uniknya, Barnum merekrut orang-orang yang kurang diterima di masyarakat.

Tak disangka tempat pertunjukan Barnum sukses meraih banyak penonton. Seorang kritikus dengan tajam menyebut pertunjukannya sirkus. Barnum malah menerima kritikan itu sebagai masukan, dan malah menjadikan nama musiumnya menjadi sirkus. Hal ini patut kita catat. Siaplah menerima kritikan.

Tepat pada saat anda mulai terlihat, apalagi bersinar (baca: sukses) pasti banyak yang akan silau; melihat dengan iri dengki. Dan, akan banyak datang kritikan, kecaman, hambatan, bahkan mungkin juga ancaman, sikutan, dan usaha penghancuran.

Apapun yang anda lakukan, apalagi jika terlihat ‘stunning’ atau ‘oustanding’, bagai di bawah lampu sorot, selain reaksi yang positif, pasti mengundang banyak yang akan berkomentar negatif. Banyak manusia mungkin tidak suka melihat orang lain sukses.

Iri hati dan dengki memang sudah jadi satu dari dosa maut manusia. Seperti kata seorang pakar, jika tak ingin mendapat kritikan atau halangan, jangan melakukan apa-apa.

Padahal kesuksesan itu lahir dari usaha keras dan perjuangan, seperti Barnum. Dalam hidup ini tak ada yang mudah. Manusia memang diciptakan untuk berusaha, berjuang (‘mengusahakan dan memelihara dan menaklukkan bumi’), dan bekerja keras.

Hikmah lain dari film ini, adalah tentang kesetaraan hak azasi manusia. Dalam film ini, mereka yang memiliki kekurangan dalam bentuk fisik bawaan lahir, juga warna kulit/ras yang berbeda, mendapat kecaman dan penolakan, dianggap tak layak masuk dalam hidup manusia (yang merasa) ‘normal’ lainnya. Sayangnya hal ini juga masih terjadi di jaman modern dan millenial ini.

Barangkali kita ini memang makhluk penghujat, kadang merasa derajat kita lebih tinggi daripada orang lain, dan salah menganggap bahwa perbedaan adalah sebuah kesalahan.

Satu kalimat yang saya suka dari film ini adalah ucapan Charity pada Barnum:

You dont need everyone to love you, just a few good people.”

Memang kadang kita ingin menyenangkan dan disukai banyak orang tanpa sadar bahwa itu adalah usaha yang sia-sia dan hanya akan merugikan diri kita sendiri.

Lalu kekuatan cinta, sangat terlihat dalam film ini. Karena cintalah, Charity yang anak orang kaya rela menikah dengan Barnum yang miskin. Karena cintalah juga Barnum berjuang keras memberikan hidup yang layak bagi Charity dan kedua putri mereka, hingga sukses menjadi orang kaya. Karena cinta jugalah Philip dan Anne berani menerjang perbedaan kelas sosial dan ras. Philip dari kalangan atas, sedangkan Anne hanya seorang penari akrobat berkulit hitam (yang saat itu dianggap ras budak). Karena cinta dan kesetiaan kepada istrinya jugalah Barnum menolak ketika Jenny Lind, bintang andalan show-nya yang cantik dan bersuara merdu, jatuh cinta padanya. Hal-hal tersebut ada dalam film ini terlepas faktanya demikian atau tidak.

Hikmah lainnya, seperti sebuah lagu dalam film ini, untuk sukses, kita semua harus berani bermimpi.
‘Cause every night I lie in bed
The brightest colors fill my head
A million dreams are keeping me awake
I think of what the world could be
A vision of the one I see
A million dreams is all it’s gonna take
A million dreams for the world we’re gonna make

Jadi,
bermimpilah, dan berusaha keraslah menggapainya!

-*-

Film “Coco”; Tentang Impian yang Dikekang

Mendengar judulnya, saya pikir film ini ada hubungannya dengan coklat. Coco. Cocolate, saya pikir. Ternyata bukan. Film kartun ini bercerita tentang impian, petualangan dan penyibakan rahasia masa lalu keluarga.

Tokoh utama film ini, Miguel, anak berusia 12 tahun diam-diam bercita-cita jadi musisi terkenal. Tak satupun keluarganya yang tahu bahwa dia menyimpan bakat musik.

Masalahnya, sang nenek buyut Miguel, yang konon trauma ditinggal pergi oleh kakek buyutnya yang musisi terkenal, melarang musik di rumahnya.

Padahal,

impian yang dikekang potensial akan mencetuskan pemberontakan.

Miguel, yang masih belia, tentu tak mudah dilarang. Dia mencari cara untuk mewujudkan impiannya, yang tentu saja jadi sikap yang menentang keluarga besarnya.

Hal ini tentu mengingatkan pada sejarah, kejadian kakek buyutnya, yang dulu kala, ingin go international, hingga meninggalkan keluarga, dan meninggalkan luka yang dalam di hati nenek buyutnya.

Film ini terinspirasi dari sebuah tradisi budaya Meksiko, yaitu sebuah hari khusus untuk mengenang para arwah. Foto arwah dipajang oleh keluarganya dan didoakan, sebab itulah yang konon menjadi ‘tiket’ agar mereka bisa berkunjung ke dunia orang hidup. Bagi arwah yang tak ada dipajang fotonya, tak bisa mengunjungi dunia orang hidup, dan arwahnya akan menghilang secara permanen dari dunia orang mati, dan sedihnya, itu adalah pertanda bahwa tak ada lagi yang mengingat atau mendoakan mereka.

Di rumah keluarga Miguel, foto wajah sang kakek buyut sengaja disobek di foto keluarga. Demikianlah cara sang nenek buyut untuk menyatakan bahwa sang kakek buyut bukanlah lagi bagian dari keluarga.

Betapa menyedihkan bila tak ada yang peduli pada kita, tak ada yang mengenang atau mendoakan kita.

Keluarga harusnya menjadi wadah pertama dan utama untuk berbagi kasih sayang, menerapkan kepedulian, menemukan dan mendukung potensi/bakat, dan tempat saling mendoakan.

Miguel yang tak lagi memiliki gitar (karena gitarnya dirusak oleh neneknya), tetap ingin mengikuti kontes, sehingga berniat mencuri gitar musisi terkenal idolanya, Ernesto De La Cruz, yang dia kira adalah kakek buyutnya. Saat itulah dia tanpa sengaja terpindah ke dunia arwah. Di sanalah dia bertemu dengan keluarga buyutnya, tanpa sengaja.

Supaya Miguel bisa kembali ke dunia orang hidup, dia harus mendapatkan restu dari keluarganya dari dunia orang mati. Nenek buyutnya memberi restu, tapi dengan syarat bahwa Miguel tak boleh lagi menyentuh musik.

Tentu saja Miguel tidak mau.

Apalah artinya hidup tanpa sesuatu yang kau cintai.

Musik adalah hal yang sangat dicintai Miguel. Hal ini menunjukkan bahwa

‘passion’ kitalah, yang membuat kita bisa lebih menikmati hidup. Hidup terasa hambar tanpa cita-cita.

Miguel mencari De La Cruz untuk meminta restu, dan menemukannya. Tapi rupanya, dia tidak seperti yang dikira Miguel. Pada pertemuan itulah akhirnya ketahuan kejadian yang sebenarnya mengapa kakek buyutnya tak pernah kembali ke keluarga. Bukan karena tak ingin kembali, tapi karena dibunuh, oleh musisi idola Miguel, De La Cruz, yang mencuri karya-karya kakek buyut Miguel.

Betapa seringnya kita salah mengidolakan seseorang. Kita tak tahu aslinya bagaimana, sebab yang terlihat hanya sisi baiknya yang kebetulan kita sukai. Kita hanya tahu segelintir saja.

Di pihak lain, kakek buyut Miguel sudah kritis, nyaris musnah dari dunia orang mati, karena sudah lama tak lagi ada orang hidup yang memajang fotonya. Miguel harus menyelamatkannya. Tapi De La Cruz tentu tak akan membiarkan hal itu terjadi sebab akan mengakibatkan aibnya terbongkar.

Secara umum, film ini sungguh menghibur. Selain membuat tertawa, film ini juga potensial menguras airmata penonton, seperti pada adegan ketika sang nenek Coco, yang sudah tua dan pikun, nyaris melupakan kakek buyut Miguel, yang bisa membuat sang buyut musnah selamanya dari alam baka, karena tak ada lagi yang mengingatnya. Saat itu, hanya lagu dari Miguel yang bisa mengembalikan memori sang nenek. Rupanya, memang musik bisa membantu menyegarkan memori.

Banyak juga adegan yang jenaka. Salah satu adegan yang membuat terpingkal-pingkal, salah satunya adalah ketika Miguel bernyanyi pada sebuah kontes. Teks lagunya pun sudah lucu.

What color is the sky
You tell me that it’s red
Where should I put my shoes
Ay, mi amor! Ay, mi amor!
You say put them on your head
Ay, mi amor! Ay, mi amor!
You make me Un poco loco (You make me a little bit crazy)

Lagu bernuansa Mexico, ditambah dengan suara Miguel yang empuk dan masih terdengar belia, sungguh merdu dengan aksen khas Mexico di telinga.

Apa yang paling berkesan setelah menonton film ini?

Keluarga adalah tetap yang terutama. Kita tak boleh melupakan keluarga, terutama orangtua kita.

Luka masa lalu bisa membutakan kita akan potensi kita di masa depan. Kita tak bisa berkubang pada masa lalu, sebab memaafkan adalah cara untuk membebaskan diri kita dari luka dendam. Dendam itu tidak baik untuk kesehatan mental dan fisik kita.

Miguel tentu bukannya tak menomorsatukan keluarga dibandingkan cita-citanya, sama seperti kakek buyutnya. Cita-cita yang terbendung, kadang bisa terlihat membuat kita mengorbankan hal yang terutama dalam hidup ini, yaitu keluarga. Padahal mungkin saja itu karena kadang kita berharap, kalau bukan keluarga sendiri, siapa lagi yang paling bisa mengerti dan menerima impian dan cita-cita kita. Tapi memang sering kesalahpahaman terjadi dalam keluarga kita sendiri.

Pada akhirnya, hanya cinta yang bisa membuat kita memaafkan diri kita dan orang lain.

*-*

Film “Thor: Ragnarok”, Hidup adalah tentang Perubahan

Akhir pekan kemarin, saya dan anak-anak menonton film Thor: Ragnarok. Sudah lama kami menunggu film ini diputar.

Sebelum menonton, saya agak heran begitu melihat mengapa di posternya, rambut Thor jadi pendek. Setelah menonton, barulah ketahuan alasannya. Ketika rambutnya akan dipotong selama film itu, saya sempat kuatir kekuatannya akan berkurang seperti Samson. Ternyata tidak.

Tapi ketika Thor bertarung dengan Hela, sang dewi kematian, dan Hela menghancurkan palu Thor, saya pun tercengang. Apakah kekuatan Thor akan hilang bersama kehancuran palu itu?

Ketika Thor kehilangan palunya, dia mungkin juga merasa kehilangan kekuatannya. Padahal, bukan di situ letak kekuatannya yang sebenarnya. Itu hanya senjata. Hanya alat. Sarana.

Tanpa palu Mjolnir itu, Thor pada dasarnya sangat kuat dan cepat. Thor adalah salah satu Asgardian terkuat dalam hal potensi kekuatan (raw power). Dengan palu itu, kekuatan dan kelincahan alami Thor ditingkatkan sampai batas tertentu, tapi pada dasarnya Thor sangat kuat (extremely durable).

Saya pikir, Thor yang terkenal dengan senjata palunya, mungkin saja sempat merasa lemah atau ‘telanjang’ tanpa palu itu. Ibarat orang jika tak mengenakan jam tangan, atau tidak memegang ponsel satu hari saja, rasanya ada yang kurang.

Kita juga mungkin pernah merasa bahwa kekuatan kita ada pada material, barang-barang atau harta kita, tapi sesungguhnya bukan. Itu hanya sarana. Kekuatan itu ada pada diri kita. Kepribadian kita. Apapun bentuknya.

Film ini memang film laga, tapi sangat saya suka, sebab banyak dialog atau adegan yang kocak yang dari awal sudah membuat saya terpingkal-pingkal.

Selain joke-joke dan keseruan pertarungan dan jalan cerita yang tak terduga, juga akting bagus dari tokoh-tokohnya, banyak hikmah yang bisa dipetik dari film ini.

Contohnya…

Ada orang seperti Valkyrie, yang mencoba melarikan diri dari masa lalu dengan hidup bermabuk-mabukan, tak berani menghadapi kenyataan, walaupun pada akhirnya dia berani menghadapi mimpi buruknya.

Kalaupun kita punya kekuatan, jangan main pukul sembarangan seperti Hulk yang mencoba menghajar Surtur, monster api, yang bisa menghanguskannya dalam sekejap. Pikir dulu sebelum bertindak. Ukur dulu kemampuan kita.

Lalu Thor, yang menemukan dirinya, bahwa kekuatannya ada pada dirinya, bukan pada palunya. Dan bahwa sebuah negeri itu bukanlah tempatnya, tapi manusianya.

Lalu, yang paling saya sukai adalah, seperti ucapan Thor kepada adiknya, Loki: “

Hidup ini adalah tentang pertumbuhan dan perubahan

, tapi kenapa kau tetap sama saja?”

Ada orang yang seperti Loki, tak mau berubah, tetap pengkhianat, egois dan tricky, hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Sesaat kita merasa bisa memercayainya tapi rupanya dia tetap mengkhianati kita.

Saya setuju bahwa,

memang seharusnya dalam hidup ini kita harus mengalami perubahan positif, bertransformasi terus-menerus menjadi orang yang lebih baik, lebih dewasa, lebih matang, lebih berguna, makin positif, dan semakin menyerupai imej Pencipta kita.

Kesimpulannya, kami sangat puas menonton film ini, tak percuma penantian ‘panjang’ kami. Tak sabar menunggu film berikutnya.

-*-

Wonder Woman dan Pelajaran Cinta

Pertikaian di Timur Tengah. ISIS merajalela sampai ke Asia Tenggara. Bom bunuh diri di Kampung Melayu. Sebut saja lagi, ada deretan panjang kekacauan, perang, pertikaian, yang sedang melanda dunia ini. Benarkah Dewa Perang Ares sedang bergerilya dan apakah kita butuh kehadiran Diana Prince, sang Wonder Woman?

Berbagai peristiwa kekacauan di berbagai belahan dunia, termasuk yang baru terjadi di ‘halaman depan’ rumah kita di Kampung Melayu, sontak berkelebatan di benak saya, saat dialog demi dialog mengenai kekacauan dunia dan peran Dewa Ares mendominasi pembicaraan antara Diana (diperankan aktris cantik Gal Gadot), ibunya (dimainkan oleh Connie Nielsen), dan para ksatria Amazon di Themyscira.

Singkatnya, Diana yang mencintai kemanusiaan itu, rela meninggalkan Themyscira bersama Steve Trevor (diperankan Chris Pine), mengejar hasratnya menghentikan Ares yang dianggapnya sebagai penyebab kekacauan dunia. Untuk hanya kemudian sejenak menyadari bahwa kekacauan di dunia adalah perbuatan manusia sendiri.

Jenderal Erich Ludendorff adalah penyamaran Ares, menurut Diana. Sehingga dia mati-matian mengejarnya sampai ke garis depan pertempuran. Tapi saat Ludendorff bisa dibunuh, kekacauan tak berakhir dan dia menyadari Ludendorff bukanlah Ares.  Fakta ini sempat mengguncang hati Wonder Woman, merusak kepercayaannya pada Trevor yang disayanginya, dan membenarkan perkataan ibunya, bahwa dunia ini tak layak memilikinya.

Terombang-ambing dalam kemarahan, Wonder Woman kemudian bertemu dengan Sir Patrick Morgan, anggota Dewan Perang pada Perang Dunia I, sosok yang antiperang dan yang justru membiayai rombongan Diana-Trevor ke garis depan untuk menghentikan aksi Ludendorff dan Dr. Maru.

Sir Patric ternyata sang Ares sendiri. Lalu, sudah bisa ditebak, pertarungan besar pun terjadi, di antara upaya Trevor dan teman-temannya mencegah aksi pemusnahan massal yang hendak digelar Ludendorff. Trevor kemudian mengorbankan dirinya sendiri dengan meledakkan pesawat penuh gas beracun di udara.

Kematian Trevor membangkitkan kemarahan Wonder Woman dan Ares mendukungnya dengan menegaskan bahwa manusia memang pantas dihancurkan karena merekalah biang kerok kekacauan itu. “Manusia itu pada dasarnya korup dan tak perlu mendapat belas kasihan,” kata Ares.

Tapi belas kasihan mengalir di hati Sang Wonder Woman. Seharusnya dia bisa membunuh Dr Maru dan menimbulkan kehancuran lebih hebat. Tapi perkataan Trevor yang tak bisa didengarnya sebelumnya, terngiang. “Aku bisa menyelamatkan hari ini, tapi kamu bisa menyelamatkan dunia.”

Kematian Trevor dan pertarungannya dengan Ares membangkitkan kesadaran Diana akan hakikatnya sebagai putri Dewa Zeus dan saudari Ares sendiri. Dengan kekuatan itu, Ares bisa dikalahkan dan dihancurkan. Manusia memang menimbulkan kekacauan bagi dirinya sendiri, tapi memang begitulah hakikatnya. “Dan cintalah yang bisa menyelamatkan mereka,” kata Diana.

***
Terlepas dari berbagai kritik terhadap film yang dibesut Patty Jenkins ini, baik dalam hal teknis maupun kontennya, menurut saya, kita tetap bisa belajar banyak darinya. Terutama dalam menyikapi berbagai perseteruan, peperangan, kebencian, bahkan pembunuhan atas nama golongan, yang faktual dan kontekstual di sekitar kita.

Sudah lama saya mengamini bahwa cinta adalah jalan keluar untuk perdamaian dunia. Kenakanlah cinta pada sesamamu manusia, maka kau takkan bisa membenci sesamamu. Ketika kau tak membenci sesamamu, kau takkan berniat sedikitpun untuk mencederai atau melukai perasaaan bahkan tubuh sesamamu.

Cinta atau kasih itu apa sih? Secara sains penjelasannya ada. Tapi saya lebih suka mengutip perkataan Rasul Paulus di 1 Korintus 13: 4-8. Terlalu gamblang dan jelas sebetulnya. Tinggal diaplikasikan saja.

Jadi, kasih atau cinta itu: sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri dan tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah, tidak menyimpan kesalahan orang lain,  tidak bersukacita karena ketidakadilan tetapi karena kebenaran, menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung  segala sesuatu, dan sifat kasih itu tidak berkesudahan.

Coba deh cek, perasaanmu pada orang lain berdasarkan catatan di kitab Korintus tadi. Kalau sejalan, berarti kamu sudah mengasihi mereka.

Nah, masalahnya, siapakah sesamamu manusia? Ini nih yang kerap bikin resah. Padahal Yesus Kristus sudah menjabarkan dengan gamblang, siapa sesungguhnya yang harus kita kasihi. Lihat di Lukas 6: 27-36. Ini saya lampirkan saja lengkapnya ya. Beberapa saya highlight biar jelas.

“Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu. Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu. Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka. Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu?  Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian. Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu?  Orang-orang berdosapun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak.  Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. Hendaklah kamu murah hati,  sama seperti Bapamu adalah murah hati.”

Jadi, jelas kan? Kalau hanya mencinta orang yang mencintaimu, itu mah mudah kawan. Cobalah mencintai orang yang membenci atau bahkan musuhmu sendiri. Saya sih yakin, kalau itu bisa terjadi di mana-mana, dunia akan damai.

Foto: dok. http://dcextendeduniverse.wikia.com

Diambil dari tulisan sendiri di blog pribadi saya di laman: http://bangdeds.com/2017/06/09/perlukah-wonder-woman-membantumu-mencinta/

Film ‘Ballerina’, Tentang Usaha Menggapai Impian

Film Perancis-Kanada ini berkisah tentang seorang gadis kecil yatim piatu bernama Felicie, bersama temannya, Victor, dengan latar belakang tahun 1880an.

Keduanya melarikan diri dari panti asuhan di desa Brittany, ke Paris. Felicie suka menari dan ingin menjadi ballerina, sedangkan Victor bercita-cita menjadi penemu.

Awalnya Felicie hanya bisa menjadi pembantu seorang Cleaning Service wanita bernama Odette, dan Victor menjadi seorang office boy di bengkel Gustave Eiffel. Kemudian dengan identitas palsu (sebagai Camille), Felicie mendapat kesempatan untuk ikut audisi di sekolah ballet terkenal, untuk mendapatkan peran Clara di The Nutcracker pada Opera Ballet Paris.

Felicie menghadapi banyak tekanan, keletihan, kerja keras, kegagalan, kepahitan, penolakan dan tantangan. Tapi berkat kerja keras dan kemauan yang besar, ditambah bantuan Odette, dia akhirnya berhasil.

Apa yang saya fokuskan pada film ini adalah dua hal berikut ini:

Pertama.
Ibu Camille, menginginkan anaknya menjadi ballerina terkenal. Dia sampai menyogok orang agar anaknya bisa mengikuti audisi itu. Camille pun berusaha keras untuk memenuhi impian ibunya itu. Dia sendiri tak ingin menjadi ballerina. Itu bukan impiannya. Dia hanya ingin mengikuti perintah ibunya.

Betapa banyak orangtua yang seperti ibu Camille. Orangtua yang memaksakan anak, misal untuk ikut les ini itu, ambil jurusan ini itu, bahkan memilihkan jodoh, dengan alasan: orangtua lebih tahu yang terbaik buat anak.

Apakah anda pernah begitu? Sayakah salah satunya? Yang memaksakan mimpi kita pada anak, padahal dia tidak menginginkannya, dan tanpa sadar membuat anak menderita, tidak bahagia. Kita pun sebagai orangtua bisa menjadi tidak sejahtera, mungkin oleh rasa bersalah, jika semuanya berakhir tidak seperti yang diharapkan.

Melihat ibu Camille, saya jadi ingat seorang figur terkenal yang memaksakan anaknya mengikuti jejaknya padahal anaknya mungkin tidak menyukai bidang itu dan tidak capable. Kasihan sekali anak itu. Kasihan sekali menjadi bahan celaan orang. Tanpa disadari, ambisi orangtua bisa menjadi neraka atau racun bagi anaknya.

Kedua.
Seperti Felicie dan Victor, milikilah passion. Felicie memiliki keberanian untuk mengikuti hasrat (passion)nya dan bekerja keras untuk meraih mimpi dengan membuatnya menjadi kenyataan.

Tekad yang besar, latihan, usaha keras dan bimbingan ahli, adalah kunci kesuksesan.

Tak ada impian yang bisa dicapai dengan mudah. Jika terlalu mudah, mungkin itu bukan impian, melainkan kebetulan. Hahaha

-*-

“Cek Toko Sebelah”, yang mana Diri Anda?

Membaca novel karya penulis Indonesia masih saya lakukan hingga kini. Tapi, menonton film Indonesia sudah lama tidak. Sebagian karena sibuk, sebagian lagi alasan penghematan, seperti kata teman: Sebentar lagi juga tayang di televisi, sayang uangnya.

Jadi ketika suami dan anak-anak mengajak menonton film ini, saya masuk ruangan bioskop dengan setengah berharap.

Tak diduga, baru beberapa adegan, saya ikut tertawa. Lalu adegan berikutnya makin terbawa, dan tak sadar terus tertawa-tawa hingga film selesai. Tak disangka saya juga sempat terharu dalam beberapa adegan.

Bagi saya, film ini sangat membumi. Apa yang diceritakan, adalah representasi kejadian sehari-hari, yang dikemas dalam bentuk yang lebih dramatis. Hampir sebagian besar tokoh, seolah berada dalam kehidupan saya sehari-hari.

Koh Afuk, mengingatkan saya sedikit pada mertua saya, yang sudah ditinggal oleh istrinya. Saya melihat kesedihan dan kesepiannya, sendirian, karena anak-anak sudah memiliki tempat tinggal sendiri.

Natalie, mengingatkan saya akan seorang rekan kerja, yang merasa sudah jauh-jauh kuliah di luar negeri dan bekerja di perusahaan asing, eh akhirnya menikah dengan seorang anak pengusaha toko, pewaris keluarga.

Yohan mengingatkan saya akan seorang sepupu, yang masih terkatung-katung antara hobi dan mencari pekerjaan yang kantor yang tak disukainya, dan akhirnya turut membuat galau anggota keluarganya.

Aming, yang terus-terusan makan cemilan dan jajan, tapi masih terus menyebut dirinya sedang berdiet, adalah perwakilan dari kita semua, hahahaha…

Robert, adalah, -anda tahu-, representasi para pria genit yang suka main perempuan, walau sudah punya anak dan istri di rumah.

Lalu Tini, penjaga toko sebelah, yang kecentilan sama gebetan pembantu tetangga, mengingatkan saya akan ART saya yang dulu.

Ayu? Wah, ini juga kisah seorang sahabat, pernikahan yang berbeda kultur, membuatnya kurang diterima dalam keluarga suami.

Saya dan suami merekomendasikan film ini. Film yang sungguh menghibur dan mengingatkan kita akan prioritas hubungan dengan orang-orang yang kita kasihi. Baik itu orangtua, atau saudara/kakak-adik. Dan bagi saya, pesan moral yang ingin saya bawa pulang adalah, seperti lagu kesukaannya bu Sonya:

Harta yang paling berharga adalah… Keluarga!

Family comes first!

“Rogue One: A Star Wars Story”, Harapan Melawan Kehancuran Mobile Casino Online at your Fingertips

Tampang Mad Mikkelsen yang muncul pada adegan dramatis pertama di layar lebar saat menonton Rogue One: A Star Wars Story benar-benar membuat saya berpikir,”Waduh penjahatnya dia lagi, bakalan sadis nih film.”

Mad Mikkelsen adalah jaminan mutu tokoh antagonis kelas wahid, penjahat kakap kelas sadis. Lihat saja deretan filmnya sebagai antagonis atau penjahat, serial film James Bond Casino Royale, dokter psikologi sadis dalam serial Hannibal si pemakan manusia, bahkan yang terbaru sebagai pembunuh lintas dimensi di film Doctor Strange.

Mobile Casino Online at your Fingertips

 

Playing mobile casino online lets you play your favourite games wherever and whenever you want. Looking to enjoy a few spins on your daily commute or while you’re in one of those never-ending queues? LeoVegas has you covered! With a smooth design that looks amazing on mobile, you can enjoy uninterrupted entertainment, spin after spin. Winner of ‘Online Casino of the Year’ at the Global Gaming Awards and ‘Mobile Operator of the Year’ at the International Gaming Awards in 2019, this is mobile casino done right. Speaking of the award-winning app, why not download it for yourself? The LeoVegas mobile app is available on both Android and Apple devices. So, what are you waiting for? It’s time to maximise your mobile casino online escapades!

An Online Casino Bonus that gives You the Royal Treatment

 

The red carpet is rolled out and waiting for you to pass beyond the front door of our online casino. What’s at the end of this carpet? An exceptional online casino bonus that you can use after sign-up and first-rate rewards, of course. These are suitably complemented by clear values of distinction and a genuine appreciation for your loyalty as you play at LeoVegas online casino. Looking for additional free spins, promotions, and even VIP trips? All this and more awaits!

An Online Casino that Cares for You

 

At LeoVegas casino, we take pride in our players. You are what makes us who we are after all! As a way of appreciation, you can expect only the best possible casino care. Browse through the in-depth FAQ pages to find the answers you’re looking for, or take advantage of 24-hour live support from a team of multilingual support agents available through live chat, phone and email. If you have any gambling related concerns, you can visit our responsible gaming resource, LeoSafePlay.

Namun ternyata alur cerita yang berjalan tidak sesuai perkiraan saya. Si antagonis ini malah jadi pusat jalan cerita dari film “sempalan” alias spin off dari Star Wars.

Rogue One menjadi film prolog untuk rangkaian cerita Star Wars. Tidak ada kisah Luke Skywalker dan jedi, meskipun ketika penutupan film Star Wars sebelumnya, The Force Awaken, tahun lalu ditutup dengan penampakan Luke.

Jadi, jika kita tidak mengikuti kisah Star Wars dari awal, film ini masih enak untuk dinikmati. Spin-off Star Wars ini menjadi film pertama dari rangkaian seri Star Wars Anthology yang sedang dibuat.

Balik lagi ke Mad Mikkelsen. Ternyata dia berperan sebagai Galen Erso, seorang ilmuwan Galactic Empire yang menciptakan Death Star, sebuah senjata penghancur massal yang diinginkan Imperial Military untuk menghancurkan Rebellion.

Death Star sendiri telah muncul beberapa kali sebelumnya dalam beberapa sekuel Star Wars. Ini senjata mematikan yang bisa menghancurkan satu planet dalam sekali pancaran laser.

Galen Erso rupanya berubah pikiran, meski dia tak kuasa untuk menahan terciptanya alat paling berbahaya sepanjang kisah Star Wars ini, Galen meletakkan kelemahan tersembunyi pada alat ini.

Kekhawatiran Galen terhadap keselamatan anaknya, Jyn Erso (Felicity Jones), membuat gadis kecil ini harus diselamatkan dan dipercayakan kepada Saw Gerrera (Fores Whitaker). Jyn Erso, anak Galen, pada akhirnya bertugas sekaligus berambisi mencari data dan peta yang diperlukan untuk menghancurkan Death Star.

Petualangan Jyn saat beranjak dewasa membawanya ke markas pusat Rebel Alliance. Di markas tersebut, Jyn ditawarkan sebuah misi, yaitu menemukan ayahnya dan mencari tahu kelemahan dari Death Star.

Jyn yang lama tak bertemu ayahnya, menerima misi tersebut, dan bergabung bersama Kapten Cassian Andor (Diego Luna) dan K-2SO (Alan Tudyk). Di tengah perjalanan, Jyn bertemu dengan Bodhi Rook (Riz Ahmed) – pilot Imperial yang membelot pada Rebellion, serta Chirrut Imwe (Donnie Yen) dan Baze Malbus (Jiang Wen) yang bergabung untuk membantunya melaksanakan misi.

Galen Erso memberi informasi tentang kelemahan Death Star lewat pilot Bodhi Rook. Hologram bicara dari Galen yang jadi pijakan Jyn untuk menerobos ke markas pembuatan Death Star di planet Kyber.

Pada akhirnya, misi hidup dan mati itu adalah mengambil peta struktur Death Star di dalam markas Kyber. Perang besar di angkasa pun terjadi, Aksi kungfu nan magis dari Chirrut Imwe yang diperankan aktor kungfu Donny Yen sangat mewarnai film ini.

Jadi, bayangkan. Galen Erso yang ilmuwan andalannya Darth Vader tiba-tiba memberi kelemahan soal Death Star, senjata mematikan. Jyn Erso cuma tahu infonya dari hologram ayahnya yang berbicara. Bahkan misi “bunuh diri” ke markas Imperial Military saja cuma dibantu oleh sebagian kecil pasukan Rebel Alliance.

Benar-benar kecil sekali kemungkinannya bahwa misi akan berhasil. Lebih dari itu, jika pun misi menerobos areal musuh berhasil, tidak ada keyakinan yang cukup pula untuk memastikan bahwa informasi dari Galen Erso itu benar.

“Kita punya harapan!. Pemberontakan ini dibangun di atas harapan, bukan begitu?” kata Jyn Erso. Satu kata magis ini–“harapan”–mengubah dan menggugah sikap pasukan Rebellion.

Film ini mementaskan sebuah tema besar. Harapan. Sebuah kata yang semakin sulit kita dalami maknanya.

Banyak orang yang lebih memegang teguh pada rasa ketakutan–“rasa Darth Vader”–untuk mengambil keputusan, bukan pada harapan untuk mencapai tujuan.

“Takut akan terjadi A, maka kita ambil keputusan B”

“Takut tidak berhasil begini, maka kita putuskan langkah begitu”

Itulah yang sering kali kita pikirkan dalam mengambil keputusan, atau saat ingin mencapai tujuan.

Saat tokoh pemberontak Saw Gerrera berteriak nyaring kepada Jyn Erso,”Selamatkan Rebellion, selamatkan impian!” Saat itulah Jyn Erso yakin, bahwa impian harus dibangun dari harapan.

Jika hanya takut pada Darth Vader dan kekaisarannya, semua usaha akan jadi sia-sia karena semua hanya bersifat antisipatif. Namun, misi inilah kali pertama, harapan bahwa Rebellion selangkah lebih maju.

Keinginan membangun segala sesuatu dan mencapai sebuah tujuan harus dilandasi dengan harapan. Dengan harapan, kita tak akan mudah putus asa meski keinginan yang hendak dicapai masih terasa jauh.

“I’m one with the Force, and the Force is with me.” Chirrut Imwe